Nobel Fisika 2019, Penghargaan bagi Pengetahuan Alam Semesta

- Editor

Rabu, 9 Oktober 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tiga ilmuwan meraih penghargaan Nobel bidang Fisika 2019. Mereka memberi pemahaman baru struktur dan sejarah alam semesta serta pengenalan planet di luar tata surya.

Penghargaan Nobel bidang Fisika pada 2019 diberikan kepada tiga sosok ilmuwan yang memberi pemahaman baru struktur dan sejarah alam semesta serta pengenalan planet pertama di luar tata surya. Riset dan pemikiran mereka dinilai berkontribusi tinggi bagi kemajuan ilmu pengetahuan terkait evolusi alam semesta dan posisi Bumi.

Peraih Nobel Fisika itu adalah James Peebles, Michel Mayor, dan Didier Gueloz. Sekretaris Jenderal The Royal Swedish Academy of Science Goran Hansson mengumumkannya, Selasa (8/10/2019), di Stockholm, Swedia, yang bisa diakses disitus www.nobelprize.org. Tiga peraih Nobel Fisika itu berbagi hadiah 9 juta krona Swedia atau Rp 13 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

James Peebles (89) dari Princeton University, Amerika Serikat, meraih penghargaan bergengsi itu secara individual. Ia dikenal karena temuan teori kosmologi fisik akan pembentukan alam semesta pasca-Dentuman Besar (Big Bang).

Michel Mayor (77) dan Didier Oueloz (53) dari University of Geneva, Swiss, mendapat Nobel Fisika karena temuan eksoplanet perdana 24 tahun lalu. Eksoplanet ialah planet lain di luar tata surya yang dikenal selama ini dan mengorbit pada bintang seperti Matahari.

Transformasi kosmologi
Wawasan James Peebles tentang kosmologi fisik memperkaya semua bidang riset dan meletakkan dasar transformasi kosmologi 50 tahun terakhir, dari spekulasi jadi sains. Kerangka teoretisnya yang dikembangkan sejak 1960-an adalah dasar dari gagasan kontemporer saat ini tentang alam semesta.

Model teori pembentukan alam semesta, Big Bang, menggambarkan alam semesta dari saat pertama, hampir 14 miliar tahun lalu, amat panas dan padat. Sejak itu, alam semesta jadi lebih besar dan lebih dingin.

Hampir 400.000 tahun setelah Big Bang, alam semesta jadi transparan dan cahaya menempuh perjalanan lewat ruang angkasa. Radiasi itu ada di sekitar manusia dengan kode dan rahasia alam semesta. Dengan alat dan perhitungan teoretis, James Peebles menafsirkan jejak radiasi sejak alam semesta ada dan menemukan proses fisik baru.

Hasilnya menunjukkan alam semesta yang hanya 5 persen isinya diketahui, yakni materi membentuk bintang, planet, pohon, manusia, dan makhluk hidup lain. Sisanya, 95 persen, ialah materi dan energi gelap. “Banyak pertanyaan belum terjawab,” kata James Peebles dalam telekonferensi.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Temuan eksoplanet 51-Pegasi-B oleh Michel Mayor, dan Didier Queloz pada tahun 1995 membuka cakrawala temuan-temuan 4.000 eksoplanet lainnya. Ini mengantarkan mereka meraih Penghargaan Nobel Fisika 2019.. Gambar diambil dari situs resmi Penghargaan Nobel, www.nobelprize.org pada 8 Oktober 2019.

Sementara Michel Mayor dan Didier Oueloz, Oktober 1995, mengumumkan temuan sebuah planet di luar tata surya. Planet itu mengorbit pada bintang serupa Matahari di Galaksi Bima Sakti (Milky Way), di mana Bumi jadi bagian galaksi ini.

Planet itu ditemukannya di Observatorium Haute-Provence, Perancis bagian selatan, dengan instrumen khusus. Mereka melihat Planet 51 Pegasi-B, berbentuk bola gas sebanding dengan Planet Yupiter.

Temuan itu memulai revolusi dalam astronomi dan kini lebih dari 4.000 eksoplanet ditemukan di Bima Sakti. Dunia baru ditemukan, dengan kekayaan ukuran, bentuk, dan orbit. Itu memberi informasi baru sistem planet sehingga para ilmuwan merevisi teori proses fisik di balik asal-usul planet.

Prof Ulf Danielsson, anggota Komite Nobel Fisika, mengilustrasikan karya para pemenang itu sebagai cangkir transparan dengan kopi sebagai energi gelap, lalu krim adalah materi gelap. dan hanya sedikit gula. “Itu jadi ilmu pengetahuan selama ribuan tahun,” ujarnya. (AP/REUTERS/ICH)

Sumber: Kompas, 9 Oktober 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 24 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB