Nilai Ekspor Fauna dan Flora Liar Dinaikkan

- Editor

Senin, 20 Oktober 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Inventarisasi Dalam Negeri Masih Minim
Kementerian Kehutanan menargetkan peningkatan nilai ekspor tumbuhan dan satwa liar hingga Rp 5 triliun atau lima kali lipat daripada tahun sebelumnya. Pemerintah diminta berhati-hati agar tak mengorbankan aset sumber daya hayati, fondasi ekonomi masa depan.

”Untuk kabinet mendatang, nilai perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL) Rp 5 triliun, target penerimaan negara bukan pajak TSL Rp 10 miliar,” kata Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan, Sabtu (18/10), di Jakarta. Target ini tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019.

Data Kementerian Kehutanan per September 2014 menunjukkan, capaian devisa dari perdagangan TSL Rp 1 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 4,67 miliar. Setiap tahun, PNBP dari TSL meningkat, yakni Rp 4,5 miliar (2010), Rp 4,52 miliar (2011), Rp 54,9 miliar (2012), dan Rp 5,3 miliar (2013).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bambang optimistis target itu terpenuhi. Caranya, Kemhut mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas penangkaran TSL. ”Potensi TSL saat ini belum terinventarisasi menyeluruh sehingga peningkatan kuota masih dimungkinkan,” katanya.

Pada saat bersamaan, ia yakin peningkatan kuota menurunkan perdagangan TSL ilegal. Apalagi, Indonesia bekerja sama dengan Tiongkok supaya perdagangan TSL dikirim langsung, tanpa transit atau dikumpulkan di Singapura atau Thailand.

Secara terpisah, Direktur Sumatera dan Kalimantan WWF Indonesia Anwar Purwoto menyatakan, inventarisasi TSL Indonesia masih minim. Itu mengancam populasi di alam yang habitatnya terus tertekan. ”Peningkatan target tanpa didasari inventarisasi komprehensif sangat membahayakan,” katanya.

Ia mencontohkan labi-labi (kura-kura) moncong babi yang sedang diupayakan Kemhut untuk diturunkan statusnya menjadi satwa buru di sungai tertentu di Asmat, Papua. Meski Kemhut mendasarkan pemberian kuota penangkapan 10.000 telur labi-labi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dari sisi pelaksanaan dinilai sangat berbahaya.

”Populasinya masih sangat terbatas dan perlu perlindungan tinggi. Menjadikan labi-labi sebagai satwa buru dalam area terbatas, apa bisa dipahami masyarakat?” katanya. Kekhawatirkan muncul, aturan itu justru menjadi ”tameng” eksploitasi satwa labi-labi Papua.

Dari sisi perlindungan, Anwar ragu pengawasan bisa dilakukan baik. Sebab, area kerja Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua luas, serta adanya keterbatasan petugas dan polisi hutan dan sarana lain. WWF Indonesia menolak penurunan status labi-labi dan mendesak Kemhut mengkaji ulang kebijakan tersebut. (ICH)

Sumber: Kompas, 20 Oktober 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB