Nasib Biodiversitas Laut Kita

- Editor

Jumat, 8 Januari 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ikan jenis invasif peacock bass (Cichla ocellaris) dipelihara di kolam galeri Gedung Mina Bahari IV Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta. Ikan sitaan dari Thailand  ini dipelihara di galeri KKP sebagai sarana edukasi kepada masyarakat akan bahaya ikan invasif yang tersebar di perairan Guyana, Suriname, French Guyana, Brazil, dan Kolombia. Dikatakan invasif karena ikan sepanjang 50-60 cm ini memiliki sifat mengejar mangsa ikan target dengan aktif pada kecepatan tinggi sehingga bisa menghabiskan populasi ikan asli/endemis/lokal di perairan darat Indonesia.
Foto diambil Kamis (28/6/2018) di galeri Gedung Mina Bahari IV KKP, Jakarta.

Ikan jenis invasif peacock bass (Cichla ocellaris) dipelihara di kolam galeri Gedung Mina Bahari IV Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta. Ikan sitaan dari Thailand ini dipelihara di galeri KKP sebagai sarana edukasi kepada masyarakat akan bahaya ikan invasif yang tersebar di perairan Guyana, Suriname, French Guyana, Brazil, dan Kolombia. Dikatakan invasif karena ikan sepanjang 50-60 cm ini memiliki sifat mengejar mangsa ikan target dengan aktif pada kecepatan tinggi sehingga bisa menghabiskan populasi ikan asli/endemis/lokal di perairan darat Indonesia. Foto diambil Kamis (28/6/2018) di galeri Gedung Mina Bahari IV KKP, Jakarta.

Benur menjadi kunci dan masa depan keanekaragaman lobster di laut Indonesia.

Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam melimpah. Sayangnya, Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan tingkat kerusakan ekosistem tertinggi di dunia.

Kondisi geografis yang terdiri atas berbagai pulau menjadi salah satu penyebab terbesar keanekaragaman hayati di Indonesia, khususnya ekosistem maritim. Negara ini juga memiliki kekayaan ekosistem terumbu karang tertinggi di dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut World Atlas of Coral Reefs, Indonesia mempunyai kekayaan koral atau terumbu karang tertinggi di dunia. Terumbu karang merupakan ekosistem maritim di pesisir perairan tropika dan menjadi habitat lebih dari 93 ribu spesies organisme laut.

Nahasnya, kerusakan terumbu karang terjadi di berbagai belahan nusantara akibat aktivitas manusia yang memengaruhi lingkungan dan ekosistemnya. Terumbu karang sebagai salah satu biodiversitas Indonesia memiliki organisme penyusun, baik flora maupun fauna.

Salah satu fauna penyusun ekosistem terumbu karang adalah lobster, yang memiliki 10 kaki jalan dengan dua antena dan anthenulla yang berhubungan dengan cephalothoraks. Terdapat kaki renang pada bagian perut dengan ujung berupa uropoda dan telson.

Kulit yang keras mengalami proses moulting (pergantian kulit) secara periodik. Aktivitas lobster, yaitu pada malam hari sehingga termasuk dalam hewan nokturnal. Lobster juga mengalami fase hidup, yaitu reproduksi, larva, post larva, juvenil, dan dewasa.

Berdasarkan National Nutrient Database for Standard Reference, lobster selain sebagai sumber protein tinggi juga mengandung tembaga, selenium, zink, fosfor, vitamin B12, magnesium, vitamin E, dan sedikit asam lemak omega-3.

Dari Panduan Penangkapan dan Penanganan Perikanan Lobster Laut (P4L2) WWF-Indonesia diketahui, Indonesia hanya memiliki lima jenis lobster, yaitu P.versicolor, P.longipes, P.ornatus, P.homarus, dan P.penicillatus, tetapi populasinya tertinggi di dunia.

Karena itu, Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor benih lobster terbesar di dunia, dan umumnya dari eksplorasi alam. Lobster yang terkenal adalah jenis mutiara dan memiliki berbagai nama di pasar internasional, antara lain Green, Fine Pale Spotted, dan Zebra legs. Lobster jenis ini seluruh tubuhnya dipenuhi kulit dengan zat kapur yang keras.

Bagian kerangka kepala keras dengan duri besar dan kecil, pada ujungnya terdapat mata dengan dua tonjolan dan dua pasang antena. Lobster ini memiliki enam pasang kaki dan di bagian tubuhnya terdapat garis melintang putih.

Lobster mutiara menjadi komoditas ekspor dengan harga fantastis. Susi Pudjiastuti menyatakan, harga lobster mutiara dewasa dengan berat 1,2-1,4 kg dihargai minimal Rp 5 juta per kg. Sedangkan harga benih lobster di pasar internasional dihargai Rp 139 ribu.

Potensi ini tentu sangat besar bagi peningkatan ekonomi, khususnya nelayan dan pelaku ekonomi lobster. Peraturan dalam penangkapan lobster merujuk P4L2 WWF-Indonesia, yaitu dengan ukuran karapas atau cephalothoraks 8 cm dengan berat 500 gram.

Pada akhir November lalu, Indonesia gempar dengan adanya perizinan ekspor benur atau benih lobster ke pasar internasional. Benur merupakan garansi masa depan kekayaan sumber daya lobster di Indonesia.

Benur menjadi kunci dan masa depan keanekaragaman lobster di Indonesia. Apa yang terjadi bila peran itu hilang bersamaan dengan eksploitasi benur sebagai komoditas ekspor? Tentu, punahnya jenis lobster Indonesia.

Mengacu pada Lobsters as keystone: Only in unfished ecosystems? karya Eddy Tyler dkk (2004), dahulu lobster adalah keystone species. Peran lobster sebagai keystone hilang seiring menurunnya lobster di alam.

Bila punahnya lobster sebagai keystone dianggap sebagai kepunahan tahap pertama dan eksploitasi benur terus berlanjut, tentu akan berakibat pada punahnya lobster secara total.

Dalam mengatasi permasalahan ini, selayaknya cara pandang dan konsep bioeconomy dilaksanakan sebaik-baiknya, dengan menjaga keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan menjaga biodiversitas alam, khususnya lobster.

Bioeconomy merupakan produksi sumber daya hayati terbarukan, serta konversi sumber daya alam dan limbah produksi menjadi suatu produk bernilai tinggi, dengan menerapkan prinsip ekonomis sirkular. Hal ini untuk meminimalisasi penggunaan sumber daya dan energi serta menekan kerusakan lingkungan serta hasil yang optimal.
Kita patut belajar dari negara maju seperti Jepang dengan mengembangkan kekayaan dan budi daya ikan koi serta Norwegia dengan biodiversitas salmonnya. Dengan demikian, menjadi produk unggulan dari kedua negara tersebut.

Sudah saatnya, cara pandang dan perilaku perekonomian di negara kita diubah, dari eksploitatif yang merusak dan menghabiskan ekosistem menjadi bersifat ramah, khususnya dalam pemanfaatan dan pelestarian lingkungan serta keanekaragaman hayati.

BUDI SETIADI DARYONO, Guru Besar dan Dekan Fakultas Biologi UGM

Sumber: republika, 04 Dec 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu
Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia
Berita ini 28 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Kamis, 28 September 2023 - 15:05 WIB

Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu

Kamis, 28 September 2023 - 15:00 WIB

Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia

Kamis, 28 September 2023 - 14:54 WIB

Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB