Enam negara siap meratifikasi dokumen pemrakarsa segitiga terumbu karang pada 16 Mei 2014. Kesepakatan itu sekaligus menandai pembentukan organisasi internasional dalam pengelolaan terumbu karang.
”Kesepakatan itu didesain untuk melindungi terumbu karang di tingkat global. Tujuannya, resolusi PBB tentang konvensi perlindungan terumbu karang,” kata Head of Coordination Mechanism Working Group Coral Triangle Initiative-Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) Anang Noegroho, yang juga Head of Financial Resources CTI-CFF, di Jakarta, Kamis (5/4).
CTI-CFF merupakan kemitraan multilateral enam negara dalam melindungi terumbu karang dan sumber daya laut yang fokus pada isu-isu krusial, seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati. Enam negara itu adalah Indonesia, Malaysia, Timor Leste, Kepulauan Solomon, Papua Niugini, dan Filipina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Manado, 14-17 Mei 2014, digelar pertemuan pejabat senior (SOM) dan pertemuan CTI-CFF Setingkat Menteri, serta World Coral Reef Conference. Kegiatan akan dihadiri perwakilan tingkat menteri dari 80 negara dan 13 organisasi internasional.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Ronald Sorongan, 30 negara dari Asia, Eropa, dan Afrika bersedia hadir di Manado. Kesiapan panitia mencapai 75 persen, termasuk akomodasi hotel. Sekitar 2.500 kamar hotel siap digunakan.
Penandatanganan ratifikasi dokumen di tingkat menteri berbarengan dengan peresmian kantor sekretariat atau Pusat CTI-CFF di Manado oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kantor itu setara dengan Sekretariat ASEAN, tetapi fokus pada terumbu karang.
Dukungan negara pemrakarsa segitiga terumbu karang, di antaranya ditunjukkan dengan pembukaan rekening bank oleh enam negara anggota. Rekening itu diisi iuran operasional sekretariat dan program CTI-CFF.
Anang menambahkan, kontribusi iuran setiap negara anggota berkisar Rp 1,2 miliar-Rp 3 miliar per tahun. Adapun kebutuhan operasional sekretariat berkisar Rp 10 miliar per tahun. Sejauh ini, baru Malaysia, Timor Leste, dan Indonesia yang mengisi kas.
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin berharap, ratifikasi CTI- CFF diiringi penguatan kebijakan kelautan. Hal itu, antara lain, terkait riset, pemanfaatan sumber daya laut, dan potensi ekonomi. (ICH/LKT/ZAL)
Sumber: Kompas, 11 April 2014