Moratorium Tambang dan Sawit; Langkah Pembangunan Bertentangan

- Editor

Kamis, 21 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pilihan pembangunan pemerintah belum menunjukkan arah moratorium izin perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Indikasinya, pemenuhan elektrifikasi sebagian besar masih bergantung pada pembangkit listrik berbahan bakar batubara dan pembangunan infrastruktur yang mengeksploitasi batubara.

“Moratorium harus dilakukan konsisten dengan pembatalan infrastruktur yang kontradiktif,” kata Pius Ginting, Kepala Unit Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Rabu (20/4), di Markas Greenpeace Indonesia, Jakarta. Walhi bersama Jaringan Advokasi Tambang menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo di Pulau Karya, Kepulauan Seribu, pekan lalu.

Saat ini masih ada pembangunan rel ganda kereta api pengangkut batubara di Sumatera Selatan dan rel KA pengangkut batubara yang menghubungkan Kalteng-Kaltim. “Moratorium jadi angin lalu tanpa pembatalan kebijakan,” katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Eksploitasi 400 juta ton batubara setiap tahun-hanya 15 persen untuk pemenuhan dalam negeri-sebagian besar dilakukan perusahaan nasional/multinasional. Ketika kini harga batubara anjlok, produksi berlebih itu cenderung berusaha diserap dalam negeri melalui pembangunan PLTU di sejumlah tempat.

Walhi menagih komitmen Presiden Joko Widodo saat mengajukan dokumen niat kontribusi Indonesia (INDC) saat Konferensi Perubahan Iklim 2015 di Paris, Perancis. Saat itu, Presiden menyatakan pengurangan pemakaian batubara dari 60 persen jadi 50 persen untuk pemenuhan target pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW.

Hendrik Siregar, Direktur Eksekutif Jatam, mengatakan, moratorium pertambangan-diperkirakan berformat instruksi presiden-takkan sanggup menstop ekspansi tambang di wilayah pertambangan. “Wilayah pertambangan ini amanat UU yang setelah terbit bisa ditenderkan. Kalau mau moratorium harus ditinjau ulang dulu,” ujarnya.

Muhammad Teguh Surya, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengatakan, moratorium tak akan efektif tanpa evaluasi (perizinan) dan penegakan hukum. Moratorium kehutanan sejak 2011 dan diperpanjang 2015 oleh Presiden Joko Widodo tak banyak membuahkan hasil bagi perbaikan tata kelola kehutanan.

Data Greenpeace Indonesia, lebih dari 1.400 perkebunan sawit di Indonesia bermasalah, di antaranya karena di lahan/hutan bergambut dalam (417.000 ha di gambut berkedalaman lebih dari 4 meter), di area moratorium kehutanan (1,1 juta ha), dan mengalami kebakaran. “Data ini sudah kami sampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi agar ditindaklanjuti,” katanya.

Secara terpisah, Direktur World Resources Institute Indonesia Nirarta Samadhi mengatakan, niat moratorium Presiden merupakan konsep baik untuk mengurangi tekanan pada hutan. Namun, tantangan terberat ada pada detail pelaksanaan. (ICH)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Langkah Pembangunan Bertentangan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB