HARI Rabu (15/1) siang. Mendung berarak di langit Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Pesawat Hercules TNI Angkatan Udara meraung-raung menabur 3,6 ton garam untuk menyemai awan agar hujan turun sebelum mengguyur deras di Jakarta. Namun, awan hujan di Jakarta ternyata tak hanya dari sana.
Hari itu, sepanjang pagi hingga sore, sebagian besar wilayah Ibu Kota tetap diguyur hujan dengan berbagai intensitas. Jelang hari gelap, hujan baru mereda. ”Dari langit barat daya Jakarta itu tampak awan hitam berlapis-lapis di banyak titik, sedangkan pesawat untuk modifikasi cuaca baru satu yang bisa dipakai,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) F Heru Widodo di Jakarta, Kamis (16/1). Heru turut menumpang Hercules yang menyemai awan hari Rabu itu.
Modifikasi cuaca untuk wilayah Jakarta dilakukan dengan menurunkan hujan lebih cepat sebelum sampai daerah target (metode melompat/jumping process). Caranya, menaburkan garam dapur (natrium klorida/NaCl) ke awan bakal hujan yang terbawa angin menuju daerah target.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Ada daerah prioritas menurunkan hujan. Pertama, di danau atau daerah yang membutuhkan. Kedua, di laut, sedangkan paling pahit di daratan yang masih mampu menerima curahan hujan,” kata Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT Tri Handoko Seto di posko modifikasi cuaca di Pelabuhan Udara Halim Perdanakusuma.
Selasa lalu, pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca (TMC) diluncurkan resmi untuk mengurangi potensi banjir di Ibu Kota. Modifikasi cuaca merupakan bentuk intervensi manusia untuk mengendalikan sumber daya air di atmosfer. Itu untuk menambah atau mengurangi intensitas curah hujan di daerah tertentu dengan tujuan meminimalkan bencana alam karena cuaca dan iklim.
Selain menambah atau mengurangi intensitas hujan, teknologi modifikasi cuaca juga untuk penipisan asap kebakaran lahan dan hutan. Di Indonesia, itu biasanya dilakukan pada pertengahan tahun.
Cara kerja
Garam dapur untuk menyemai awan hujan tak sama persis dengan garam bumbu dapur meskipun sama-sama layak konsumsi (food grade). Secara ukuran, butirannya jauh lebih kecil dengan kadar kering tinggi.
Garam lembut ditaburkan menggunakan alat khusus dari pesawat pada kumpulan awan siap matang. Garam kering itu akan mengikat butiran-butiran air bakal hujan sehingga matang lebih cepat. ”Dosis garam yang disemai harus tepat. Terlalu sedikit atau terlalu banyak bisa gagal,” kata Seto.
Untuk itu, dalam setiap sorti penerbangan pesawat penyemai awan turut serta 1-2 peneliti (flight scientist) berlatar belakang ilmu meteorologi atau fisika atmosfer. Merekalah yang akan menentukan awan yang hendak disemai. Adapun informasi posisi kumpulan awan sasaran dan gerakan angin disuplai radar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang berkoordinasi dengan pilot/kopilot pesawat pengangkut bahan semai.
Metode lain yang digunakan untuk mengendalikan sumber air di atmosfer adalah metode kompetisi (persaingan). Pada saat musim hujan, metode ini digunakan untuk membatalkan hujan. Caranya, menaburkan bahan semai berwujud asap (campuran aerosol dan lain-lain) ke awan yang diperkirakan akan menjadi awan hujan.
Memanfaatkan aliran angin konveksi, bahan semai superkecil (partikel) dikeluarkan berbentuk lidah api (flare) melalui sejumlah wahana, seperti pohon flare dan cerobong khusus. Angin yang bergerak ke atas akan mengangkut bahan semai itu lalu mengganggu atau menggagalkan pembentukan butiran air bakal hujan.
”Kami punya 24 alat (ground based generator) yang sudah dipasang,” kata Seto. Pohon flare, menara flare, dan cerobong penyemprot partikel pengganggu pertumbuhan awan dipasang selang-seling dari Puncak, Bogor, hingga Jakarta Utara.
Alat baru
Tahun ini, demi efektivitas dan efisiensi penaburan garam untuk menyemai awan, tim TMC membangun alat baru mekanisasi penyemaian awan. Alat berbentuk segitiga terbalik itu dirangkai enam unit dengan kapasitas 6 ton NaCl.
Alat sudah diuji coba di langit Pelabuhan Ratu dua kali. Alat itu mencegah ceceran garam pada bodi pesawat yang memicu korosi. ”Kru juga tak perlu lagi membawa sabit atau pisau untuk menyobek karung-karung berisi garam ketika hendak menabur di angkasa,” kata Asisten Operasi Kepala Staf TNI AU Marsekal Muda Bagus Puruhito.
Berdasarkan data, penerapan TMC mampu mengurangi intensitas curah hujan di Jakarta sebesar 35 persen dibanding tahun sebelumnya. Tahun ini, setidaknya punya target sama.
Kendala saat ini, jumlah pesawat yang bisa digunakan baru satu unit dari tiga unit yang direncanakan. Satu penghadang tidaklah cukup karena awan hujan datang dari berbagai arah.
Oleh: Gesit Ariyanto
Sumber: Kompas, 17 Januari 2014