Memberi Rumah yang Aman bagi Para Duyung

- Editor

Sabtu, 25 Maret 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Langit tampak cerah pada Rabu (22/3). Air laut jernih dan terasa dingin di perairan Pulau Sika di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Dengan menyelam di permukaan laut (snorkeling), kami melihat hamparan pasir di dasar laut dipenuhi tumbuhan lamun.

Tiba-tiba nelayan sekaligus pemandu kami, Onesimus Laa, menunjuk ke depan. Dari kejauhan, muncul sosok makhluk berwarna abu-abu kecoklatan dengan panjang 2 meter berenang ke arah kami. Di atas perahu motor, para peneliti WWF Indonesia dan sejumlah jurnalis berseru, “Duyungnya muncul!”

Duyung (Dugong dugon) itu berjenis kelamin jantan. Usianya diduga sebelas tahun. Dengan tenang, mamalia laut itu berenang mendekati orang-orang yang menyelam sambil berpegangan pada lambung perahu. Peneliti dan Onesimus mengingatkan agar kami tak menyentuh satwa liar. Kalau satwa itu terbiasa dengan kehadiran manusia, itu berbahaya bagi pertahanan hidupnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Duyung secara alami merupakan hewan pemalu. Sifat gemar bersembunyi menyelamatkan mereka dari pemangsa, baik ikan hiu maupun manusia. Namun, manusia punya beragam cara berburu duyung demi gigi dan air mata mereka yang dianggap punya kekuatan magis. Bahkan, baru-baru ini, laman Facebook Dugong and Seagrass Conservation Project menampilkan foto daging duyung dijual di pasar ikan di Belitung.

Onesimus menuturkan, dirinya pertama kali bertemu duyung pada tahun 2009 saat dalam perjalanan pulang setelah melaut. Ukuran tubuh duyung, yang ia beri panggilan kesayangan One 2 itu jauh lebih kecil. “Selang beberapa bulan, satu duyung lagi muncul ke permukaan laut, tetapi lebih pemalu dan banyak berada di dasar laut. Apalagi beberapa bulan lalu ia baru melahirkan bayi,” ujarnya.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Seekor duyung (Dugong dugon) jantan yang diperkirakan berusia 11 tahun berenang di perairan Pulau Sika, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, Rabu (22/3). Duyung termasuk mamalia laut herbivora yang terancam punah. Perairan ini diharapkan bisa menjadi habitat aman bagi sebagian populasi duyung di Indonesia.

Saat melaut lebih jauh dari Pulau Sika, Onesimus dan nelayan lain menemukan tiga duyung lagi. Meski demikian, yang terkonfirmasi para peneliti WWF Indonesia baru dua duyung, yakni One 2 dan duyung betina yang baru melahirkan itu. Itu menunjukkan, perairan Alor yang ada di kawasan konservasi Selat Pantar dan perairan sekitar jadi tempat penting bagi kelangsungan populasi duyung.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan serta WWF Indonesia menyebut, area konservasi itu seluas 276.639,38 hektar. Di dalamnya ada padang lamun seluas 1.400 hektar. Lamun merupakan tumbuhan yang jadi makanan pokok para duyung.

Sejauh ini, area konservasi duyung ada di perairan Alor, Tolitoli (Sulawesi Tengah), dan Bintan (Kepulauan Riau), dan Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Empat wilayah itu memiliki padang lamun relatif luas dan subur.

Aturan wisata
Di Alor, populasi duyung terancam aktivitas penangkapan ikan dengan memakai bom. Jika duyung berenang terlalu jauh menuju area terumbu karang tumbuh, mamalia itu berisiko terkena ledakan. Karena itu, WWF Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah dan nelayan lokal mengampanyekan cara penangkapan ikan ramah lingkungan. Para nelayan di sekitar Pulau Sika berkomitmen berhati-hati saat menebar jala agar tak menyangkut duyung.

Risiko lain yang muncul adalah kedatangan wisatawan yang ingin bertemu dengan duyung. One 2 yang terbiasa berenang di antara perahu-perahu nelayan terpapar risiko paling besar.

Koordinator Kampanye Kehidupan Bahari WWF Indonesia Dwi Aryo Tjiptohandono mengatakan, hal itu jadi soal dilematis. “Interaksi dengan manusia harus dibuat seminimal mungkin. Namun, jika dilarang, justru memperbanyak wisatawan yang diam-diam menemui duyung. Itu lebih berbahaya kalau tak diawasi ketat,” ujarnya.

Onesimus mengungkapkan, keberadaan duyung membantu menambah pendapatannya. Beberapa kali ia membawa wisatawan untuk melihat One 2. “Kecuali peneliti pemerintah atau WWF, tak ada yang boleh turun ke air untuk berenang dengan duyung. Cukup melihat dari permukaan,” ujarnya.

Kepala Dinas Pariwisata Alor Florense Gorang Mau menegaskan, pemerintah setempat akan menerbitkan peraturan daerah tentang perlindungan duyung dan tata cara melihatnya. Meski melihat duyung, wisatawan tidak boleh menyentuh agar duyung tak stres dan terluka.(LARASWATI ARIADNE ANWAR)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Maret 2017, di halaman 14 dengan judul “Memberi Rumah yang Aman bagi Para Duyung”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Berita ini 15 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB