Masyarakat di desa penyangga Taman Nasional Bali Barat di wilayah Grokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, berkomitmen untuk menjaga kawasan hutan Bali Barat yang menjadi habitat satwa dilindungi, termasuk burung jalak atau curik bali (Leucopsar rothschildi).
Populasi jalak bali yang merupakan satwa endemik Pulau Bali di alam liar di kawasan Taman Nasional Bali Barat berdasarkan hasil pemantauan pada Agustus 2017 sebanyak 115 ekor atau bertambah enam ekor dibandingkan hasil pemantauan pada April 2017 yang terpantau sebanyak 109 ekor.
Komitmen masyarakat dari dua desa penyangga Taman Nasional Bali Barat (TNBB) di Grokgak, yakni Desa Sumberklampok dan Desa Pejarakan, tersebut dituangkan dalam deklarasi yang dibacakan Perbekel (Kepala Desa) Sumberklampok I Wayan Sawitra Yasa yang diikuti dengan acara pelepasliaran 10 ekor, atau lima pasang burung, jalak bali dari Balai TNBB di Labuan Lalang, Desa Sumberklampok, Rabu (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Yasa, mereka menyadari jalak bali atau curik bali adalah satwa endemik Pulau Bali. Hutan di kawasan Bali Barat menjadi habitat jalak bali tersebut.
”Kami mendukung dan mengawal setiap upaya perlindungan dan pelestarian burung curik bali dan habitatnya,” kata Yasa.
Kami mendukung dan mengawal setiap upaya perlindungan dan pelestarian burung curik bali dan habitatnya.
Labuan Lalang termasuk habitat jalak bali. Kepala Balai TNBB Agus Ngurah Krisna menyebutkan, sebaran habitat jalak bali liar berada di kawasan hutan Bali Barat.
”Jalak bali bukan jenis burung yang migrasi jauh. Burung ini memang berpindah-pindah karena mengikuti sumber makanannya, tetapi cenderung menetap pada habitatnya,” kata Agus.
Oleh karena itu, Agus memberikan penilaian positif atas komitmen masyarakat di desa penyangga kawasan TNBB untuk menjaga kelestarian hutan yang menjadi habitat jalak bali dan lebih dari 200 spesies burung lainnya.
Keberadaan jalak bali di kawasan Bali Barat diungkapkan ahli biologi Baron Stressmann pada 1911. Jalak bali dimasukkan kelas Aves ordo Passeriformes atau burung pengicau dengan genus Leucopsar.
Jalak bali berukuran panjang sekitar 25 sentimeter dengan bulu putih bersih kecuali pada ujung bulu ekor dan ujung sayap berwarna hitam. Mata jalak bali berwarna coklat tua, sedangkan di sekitar kelopak matanya tidak berbulu dan berwarna biru terang.
Peran masyarakat
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng Nyoman Swatantra, yang mewakili Bupati Buleleng, menyatakan, peran masyarakat penting dalam upaya perlindungan dan pelestarian kawasan hutan dan satwa yang ada di dalam hutan. Swatantra mengajak masyarakat di desa-desa penyangga kawasan TNBB khususnya untuk tidak mengambil kayu dari hutan dan tidak berburu binatang di hutan.
Lebih lanjut Agus menambahkan, Balai TNBB melepasliarkan 28 jalak bali di tiga lokasi berbeda di kawasan hutan Bali Barat pada Rabu (15/11). Sebanyak 10 ekor, yang terdiri dari lima burung jantan dan lima burung betina, dilepasliarkan di kawasan Labuan Lalang. Adapun 10 jalak bali dilepasliarkan di kawasan Teluk Brumbun dan delapan jalak bali di kawasan Cekik, Jembrana.
”Pada tahun lalu, kami melepasliarkan 16 ekor di Labuan Lalang. Dari 16 ekor, terpantau lima pasang burung yang produktif,” ujar Agus. Dengan adanya dukungan dan pengawasan dari masyarakat setempat, Agus berharap populasi jalak bali di hutan setempat terus bertambah.
Hasil pemantauan petugas Balai TNBB pada April 2017, terdapat 109 jalak bali liar di hutan TNBB. Ketika dipantau kembali pada Agustus lalu, jumlah burung jalak bali menjadi 115 ekor. Pada 2012 terpantau 15 jalak bali liar di kawasan hutan TNBB tersebut.
Upaya pelestarian jalak bali, menurut Agus, tidak hanya dilakukan pihak Balai TNBB melalui unit pengelolaan khusus yang menangani jalak bali, tetapi juga dengan peran masyarakat dari desa penyangga TNBB. Di Desa Sumberklampok, misalnya, sudah dibentuk kelompok warga penangkar jalak bali, yakni Manuk Jegeg.
Ketua Kelompok Manuk Jegeg Desa Sumberklampok Istiyarto Ismu mengatakan, program penangkaran jalak bali memberikan manfaat ekonomi kepada warga yang menjadi anggota kelompok penangkar, selain juga melibatkan masyarakat dalam pelestarian satwa dilindungi.
Program penangkaran jalak bali memberikan manfaat ekonomi kepada warga yang menjadi anggota kelompok penangkar, selain juga melibatkan masyarakat dalam pelestarian satwa dilindungi.
Pemerhati jalak bali Soehana Oetojo menyatakan, pelibatan komunitas, terutama masyarakat di desa penyangga kawasan TNBB, dalam upaya pelestarian dan konservasi jalak bali akan sangat membantu upaya pelestarian dan konservasi tersebut. Masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari program penangkaran dan akan berperan aktif untuk melindungi dan melestarikan jalak bali dan habitatnya.
”Penegakan hukum juga harus tegas. Dengan demikian, pencurian dan perburuan satwa dilindungi, termasuk jalak bali, dapat ditekan,” kata Soehana di Labuan Lalang kemarin.–COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
Sumber: Kompas, 17 November 2017