Banteng di Taman Nasional Baluran Terancam

- Editor

Kamis, 3 Mei 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Populasi banteng di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, terus menurun dan diperkirakan tersisa 20 ekor. Untuk itu, Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Malang, bersama Universitas Jember dan sejumlah pihak melaksanakan konservasi banteng di kawasan itu.

Kepala Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Ennik Herwijanti mengatakan, upaya konservasi dilakukan dengan mengandangkan atau mencegah sapi putih unggul (brahman) yang digembalakan di Taman Nasional Baluran. Pihak BBIB juga berharap ke depan bisa melakukan transfer embrio galur murni banteng.

Saat ini ada sekitar 5.000 ekor sapi brahman yang merumput di dalam Taman Nasional Baluran (TNB). Populasi sapi meningkat drastis dan tidak sebanding dengan jumlah banteng yang tersisa. Sebagian besar sapi itu milik pengusaha luar wilayah yang dipelihara warga setempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Sapi-sapi itu merampas rumput yang sejatinya menjadi makanan banteng,” kata Ennik di sela acara konsultasi publik dalam rangka menyusun standar pelayanan publik BBIB, di Malang, Rabu (2/5/2018). Selain BBIB dan Universitas Jember, upaya konservasi itu melibatkan Pemerintah Kabupaten Situbondo, TNB, dan Dinas Peternakan Jawa Timur.

Menurut Ennik, ribuan ekor sapi brahman terus merangsek ke habitat banteng. Dengan mengandangkan sapi-sapi itu, maka rumput di dalam habitat banteng akan lebih terjaga. Apalagi selama Juni-November nanti persediaan rumput hijau di kawasan itu menipis akibat musim kemarau.

–Taman Nasional Baluran mengembangkan sistem pengembangbiakan semialami bagi banteng Jawa (Boss Javanicu). Upaya ini dilakukan untuk menambah populasi banteng yang merosot sejak 20 tahun terakhir, dari 338 menjadi 26 ekor.–Kompas/Siwi Yunita Cahyaningrum (NIT)–12-12-2013

Pihaknya saat ini memiliki semen beku hasil persilangan banteng dengan sapi bali sebanyak 26.000 dosis. Sebagian semen telah dipakai untuk pemurnian sapi bali di tempat tertentu. Sapi bali sendiri memiliki kesamaan ciri dengan banteng di Baluran karena sapi bali berasal dari banteng yang telah mengalami domestikasi.

KOMPAS/SIWI YUNITA CAHYANINGRUM–Pohon akasia menginvasi 5.000 hektar savana di Baluran, pada tahun 2014 lalu. Merebaknya savana membuat sempit habitat hidup banteng jawa (bos Javanicus). Populasi banteng pun terus turun dari 300 ekor di tahun 1992 menjadi hanya 26 ekor di tahun 2012.

Sosialisasi
Akademisi sekaligus Koordinator Konservasi Banteng Universitas Jember Hidayat Teguh Wiyono mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang upaya konservasi ini sejak 2017. Pada Juli nanti, pihaknya akan mengirim 30 mahasiswa untuk mengandangkan dan menyediakan pakan. Upaya pengandangan dilakukan bertahap, mulai dari 100 ekor sapi lebih dulu.

“Tahun ini kami buat percontohan dulu dengan 100 ekor. Harapannya sapi di dalam kandang tetap gemuk dan secara ekonomi warga tetap untung. Setelah melihat contoh riil, harapannya warga percaya dan perlahan-lahan mengeluarkan sapi mereka dari TNB,” katanya.

Menurut Teguh jika tahun 2017 terdeteksi ada sekitar 3.000 ekor tapi sekarang sudah 5.000 ekor brahman di TNB. Setelah semua sapi keluar, nantinya sekitar 350 keluarga yang tinggal di Dusun Labuhan Merak, Desa Sumberwaru, Kecamatan Banyuputih, Situbondo–yang berada di dalam kawasan TNB–diwajibkan memelihara indukan sapi bali betina.

Sapi bali itu nantinya diinseminasi memakai semen beku dari banteng sehingga akan lahir anakan banteng. Anakan banteng yang lahir akan diseleksi mana saja yang secara genotipe sama dengan banteng asli penghuni Baluran.

“Ini konservasi yang melibatkan masyarakat. Hal yang penting, genotipe satwa masih sama namun satwa itu tinggal di rumah warga. Jadi banteng milik pemerintah bisa jadi milik warga. Dengan begitu, upaya pencurian dan perburuan liar menjadi tidak ada,” kata Teguh.–DEFRI WERDIONO

Sumber: Kompas, 3 Mei 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB