Manfaat Tempe Disorot Dunia

- Editor

Kamis, 22 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berfungsi sebagai Antioksidan dan Antihipertensi
Seluk-beluk tempe sebagai warisan kuliner atau makanan khas Indonesia mendapat perhatian khusus para ahli dari sejumlah negara di dunia. Kekayaan pengolahan dan pembuatan fermentasi kedelai itu dinilai memiliki beragam manfaat, mulai dari sisi kesehatan, kosmetik, hingga pemenuhan gizi.

”Hasil penelitian dari dalam dan luar negeri membuktikan tempe adalah superfood untuk gaya hidup sehat masyarakat,” kata Winarno, penggagas Gerakan Makan Tempe Indonesia, Rabu (21/1), di Jakarta. Beragam kajian tersebut akan dipaparkan dalam Konferensi Internasional tentang Tempe dan Produk Lain yang Berkaitan pada 15-17 Februari 2015 di Yogyakarta.

[media-credit id=1 align=”alignleft” width=”259″]tempe[/media-credit]

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kegiatan itu didukung Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi), Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan), Asosiasi Laboratorium Pangan Indonesia (ALPI), Forum Tempe, dan beberapa organisasi. Pertemuan tersebut diharapkan jadi awal pendirian Pusat Penelitian Tempe Dunia di Indonesia.

”Tempe itu makanan terhormat yang dilupakan. Maka, kita harus bersatu agar bangsa ini mencintai tempe. Jangan diam saja. Nanti kalau diklaim, baru ribut,” kata Winarno. Tempe merupakan hasil fermentasi jamur dan bakteri yang menghasilkan vitamin B12. Vitamin yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan melalui pembelahan sel tersebut tak ditemukan pada berbagai jenis sayuran. Vitamin itu hanya ditemukan di jeroan hati.

Kandungan vitamin B12 pada tempe membuat PATPI, Permi, Pergizi Pangan merekomendasikan tempe sebagai bahan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Rekomendasi akan dideklarasikan tiga organisasi tersebut pada konferensi yang diikuti peneliti dari Perancis, Jepang, AS, Polandia, dan negara lain.
Tumbuh kembang anak

Pemberian tempe bermanfaat bagi tumbuh kembang saraf dan organ bayi dan anak-anak. Itu bisa mengatasi stunting atau anak pendek yang mengancam masa depan anak-anak Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi pendek di Indonesia pada 2013 mencapai 37,2 persen, naik daripada tahun 2010 (35,6 persen) dan 2007 (36,8 persen). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi 30-39 persen itu menunjukkan masalah kesehatan masyarakat berat.

Guru Besar Mikrobiologi dan Genetika Molekuler Institut Pertanian Bogor Antonius Suwanto mengatakan, vitamin B12 dihasilkan bakteri Klebsiella pneumonia (penyebab sakit pneumonia) dari golongan Enterobacteriaceae. Taksonomi kini menunjukkan satu keluarga dengan bakteri coli. Hal itu menjadi penyebab gangguan pencernaan.

”Namun, tidak pernah ada kasus orang menderita pneumonia setelah makan tempe,” katanya. Namun, berpatokan pada hasil kajian awal susunan genetika bakteri, bakteri tersebut diyakini merupakan jenis/subspesies baru, bahkan genus baru. Itu karena susunan genetika bakteri tersebut berbeda dengan K pneumonia meski secara visual morfologi sama.

”Bakteri itu membuat tempe kaya vitamin B12. Namun, kalau mengikuti standar Amerika atau Jepang, adanya bakteri (yang sementara teridentifikasi jadi penyebab penyakit) membuat tempe dianggap berbahaya dan bisa kena larangan ekspor. Ini sayang sekali,” ujarnya.

Keberadaan bakteri diduga berasal dari proses produksi tempe. Pembuatan tempe beragam sehingga mikroorganisme tumbuh beragam. Fermentasi menghasilkan di antaranya senyawa bioaktif isoflavon aglikon, gamma aminobutyric acid, superoksida dismutase, dan antimikroba. Senyawa-senyawa itu antara lain berfungsi sebagai antioksidan dan antihipertensi. (ICH/*)

Sumber: Kompas, 22 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB