Pada sebagian orang, sistem kekebalan yang berfungsi melindungi tubuh dari kuman mengalami kekacauan. Zat antibodi yang seharusnya melindungi justru menyerang organ tubuh sendiri. Kelainan ini dikenal sebagai penyakit otoimun. Salah satunya, lupus.
Lupus adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh tidak bisa mengenali mana teman mana lawan sehingga merusak tubuh sendiri,” kata Zubairi Djoerban, Guru Besar Hematologi dan Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta. Karena zat antibodi ada di dalam darah, lupus bisa merusak bagian tubuh yang mendapat pasokan darah mulai dari kulit hingga organ vital, seperti jantung, paru, ginjal, otak, bahkan darah sendiri.
Lupus sulit dideteksi karena tidak memiliki gejala yang spesifik. Gejala yang muncul tergantung pada bagian tubuh yang diserang. Karena itu, penderita lupus datang ke dokter dengan keluhan berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya, seorang penderita lupus perempuan datang ke dokter dengan kondisi perut gendut, mata bengkak, dan tubuh lemas. Pasien lain mengalami demam berkepanjangan dan rambut rontok. Sebagian lagi menderita sakit kepala hebat, nyeri di persendian, dan keguguran berulang. Karena muncul dengan beragam gejala, lupus kerap disebut ”penyakit seribu wajah”.
”Menegakkan diagnosis lupus adalah tantangan terbesar bagi dokter,” kata Zubairi.
Dokter bisa terkecoh bila tidak teliti mengamati pasien. Pasien yang datang dengan demam berkepanjangan dan rambut rontok, misalnya, bisa didiagnosis sakit tipus atau sakit lain, sementara lupusnya tidak terdeteksi.
Serangan antibodi menyebabkan peradangan pada organ yang terkena. Dilihat dari luasnya dampak peradangan, lupus bisa dibedakan menjadi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Discoid Lupus Erythematosus (DLE).
SLE menyebabkan komplikasi karena kerusakan terjadi di banyak tempat. Bila komplikasinya parah, bisa menyebabkan kematian. Sejak tahun 2010, kasus lupus ginjal menjadi penyebab kematian terbanyak dibandingkan kasus lupus lain.
Adapun DLE adalah lupus yang bersifat lokal, hanya terjadi di satu tempat. Biasanya DLE menyerang kulit, terutama di bagian wajah membentuk pola khas seperti kupu-kupu. Kulit mengalami ruam merah dan kasar. Karena pola ini, banyak gerakan penderita lupus di dunia menggunakan simbol kupu-kupu.
Lupus bisa dialami siapa saja. Namun, lupus lebih banyak dialami perempuan, terutama berusia produktif, 15-45 tahun. Sebanyak 90 persen penderita lupus adalah perempuan.
Menurut Dian Syarief, penderita lupus yang aktif menyosialisasikan lupus melalui yayasannya, Syamsi Dhuha Foundation, ahli memperkirakan hormon estrogen bisa memicu lupus. Faktor lain yang bisa mencetuskan lupus adalah sinar ultraviolet, obat-obatan terutama golongan sulfa, serta faktor keturunan. Lupus bersifat kambuhan. Biasanya menyerang kala tubuh kelelahan dan stres.
Dapat diobati
Meski berbahaya, kalau terdeteksi sejak dini, lupus bisa dikendalikan dengan obat-obatan. Menurut Zubairi, hanya sekitar 5-10 persen penderita yang meninggal akibat lupus tidak terdeteksi dengan baik.
Di Indonesia, menurut Zubairi, jumlah penderita lupus sekitar 10.400 orang. Namun, angka itu ibarat puncak gunung es, hanya kelihatan sebagian saja. Jumlah penderita lupus sesungguhnya bisa jauh lebih banyak. Diperkirakan lebih dari 1,5 juta penderita lupus di Indonesia.
Perkiraan itu berdasarkan data jumlah penderita lupus di Amerika yang mencapai 1,5 juta orang dari 300 juta penduduk Amerika. Jumlah penduduk Indonesia, hampir sama, yaitu 240 juta. Menurut banyak penelitian, angka kejadian lupus di Asia dua kali lebih tinggi dibandingkan Amerika dan Eropa.
Obat-obatan yang terbukti bermanfaat meredam gejala lupus adalah golongan kortikosteroid dan obat antimalaria. Menurut hasil penelitian dari 34 pusat penelitian di sembilan negara, obat antimalaria terbukti mengurangi kerusakan organ tubuh dan kematian. Obat lupus bekerja dengan cara menekan kekebalan tubuh.
”Sebagian besar penderita lupus dapat diobati dan bisa bekerja normal,” kata Zubairi.
Sayangnya, menurut Dian, banyak penderita tidak paham tentang lupus sehingga sembarangan meminum obat.
Penderita lupus tetap bisa produktif, walau sering mengalami kelelahan ekstrem. Kondisi itu bisa dipulihkan dengan istirahat total beberapa hari.
Kegiatan luar ruang diperbolehkan, tetapi penderita perlu menghindari paparan sinar matahari agar lupus tidak kambuh.
Olahraga yang direkomendasikan dokter untuk penderita lupus ringan dalam menjaga kebugaran adalah berenang dan senam tai chi. Jenis olahraga ini tidak terlalu membebani persendian karena biasanya penderita lupus banyak mengalami peradangan sendi. [Oleh Lusiana Indriasari]
Sumber: Kompas, 19 April 2011