Lupus Belum Pupus

- Editor

Rabu, 8 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kampanye lupus  di kampus dan sekolah

Arsip/Syamsi Dhuha Foundation

Kampanye lupus di kampus dan sekolah Arsip/Syamsi Dhuha Foundation

Lupus tak kenal diskriminasi. Ia bisa terjadi pada semua ras, etnis, jenis kelamin, dan usia. Lupus bisa menyerang segala bagian tubuh, dalam berbagai bentuk, dan sembarang waktu. Sering kali lupus menimbulkan akibat tak terduga dan mengubah total hidup penderita.

Lupus berasal dari bahasa Latin yang artinya serigala. Hal itu mengacu pada jejas di wajah penderita yang mirip gigitan serigala. Penyakit ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan kuman justru menyerang jaringan dan organ tubuh. Karena itu disebut sebagai penyakit otoimun.

Kampanye lupus di kampus dan sekolah
Arsip/Syamsi Dhuha Foundation

ARSIP SYAMSI DHUHA FOUNDATION–Kampanye lupus di kampus dan sekolah

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tanggal 10 Mei tahun ini untuk ke-16 kalinya diperingati sebagai Hari Lupus Sedunia. Tujuannya untuk menimbulkan kesadaran bagi masyarakat, kewaspadaan bagi penderita, dan dorongan bagi pemerintah meningkatkan akses pengobatan.

Berdasarkan data Federasi Lupus Dunia, lebih dari 5 juta orang di seluruh dunia berjuang melawan penyakit yang berpotensi merusak hampir semua bagian tubuh, termasuk kulit, sendi, sel darah, jantung, paru, ginjal, dan otak.

Penyakit ini sulit didiagnosis karena gejalanya mirip penyakit lain. Di sisi lain, tak ada kasus lupus yang sama persis. Manifestasi dan gejalanya ada yang timbul mendadak, ada yang berkembang perlahan. Ada yang ringan, ada yang langsung parah. Semua tergantung organ tubuh yang terimbas.

Gejala yang paling umum adalah kelelahan, demam, persendian nyeri, kaku dan bengkak, ruam merah di wajah berbentuk kupu-kupu ataupun di bagian tubuh lain yang makin parah jika kena sinar matahari, gangguan pernapasan, nyeri dada, mata kering, sakit kepala, dan gangguan ingatan.

Penyebab lupus belum diketahui. Namun, menurut laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, hal ini diyakini terkait lingkungan, genetik, dan faktor hormonal. Lupus bisa dipicu oleh sinar matahari, infeksi, dan obat-obatan tertentu. Perempuan berusia 15-45 tahun dan ras Afrika, Hispanik, dan Asia lebih rentan kena lupus.

Diagnosis dini dan terapi yang efektif dapat mengurangi efek merusak dari lupus serta meningkatkan kualitas hidup penderita. Rendahnya akses, kurang efektif, ataupun kurang taat pada aturan terapi serta keterlambatan diagnosis bisa memperparah akibat dari lupus, menimbulkan lebih banyak komplikasi penyakit, dan meningkatkan risiko kematian.

Sejauh ini belum ada obat untuk menyembuhkan lupus. Pengobatan yang ada hanya untuk menekan timbulnya gejala. Obat yang umum dipakai adalah cortisone/kortikosteroid yang mulai digunakan pada pertengahan abad lalu.

Obat antimalaria, hydroxychloroquine, obat pertama untuk lupus, terutama gangguan kulit dan sendi, kini digunakan untuk mencegah kekambuhan. Obat penekan kekebalan tubuh digunakan untuk glomerulonephritis (radang glomerulus, bagian ginjal yang berfungsi sebagai penyaring dan membuang cairan serta elektrolit berlebih), vasculitis (radang pembuluh darah) serta manifestasi lupus lain yang mengancam jiwa. Pada 9 Maret 2011, Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS menyetujui peredaran belimumab, obat penekan kekebalan tubuh yang bekerja secara spesifik.

Saat ini para ilmuwan terus meneliti untuk mencari obat dan mengidentifikasi penyebab lupus. Perjalanan untuk mencari kesembuhan bagi penderita lupus masih panjang.–ATIKA WALUJANI MOEDJIONO

Sumber: Kompas, 8 Mei 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB