Pelengkap Terapi Lupus dari Ciplukan

- Editor

Minggu, 6 Mei 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hingga kini, belum ada obat yang menyembuhkan penyakit lupus. Obat yang ada umumnya sebatas untuk meredakan gejala. Inovasi anak bangsa lewat kapsul ekstrak ciplukan (Physalis angulata L), jadi harapan orang dengan lupus untuk meningkatkan kualitas hidup.

Ekstrak tanaman ciplukan dalam kemasan kapsul diluncurkan pada rangkaian puncak peringatan Hari Lupus Sedunia, di Bandung, Jawa Barat, Minggu (6/5/2018). Rencananya, PT Phytochemindo Reksa, Bogor, memproduksi hingga 10.000 botol, sedangkan PT Kimia Farma Tbk akan memasarkannya ke 10 kota besar di Indonesia.

Ketua Syamsi Dhuha Foundation (SDF), berharap inovasi ini menjadi harapan bagi orang dengan lupus (odapus) untuk menjalani hidup lebih berkualitas. Kapsul ekstrak ciplukan ini diharapkan jadi pelengkap terapi bagi odapus yang aman dan efektif. SDF adalah organisasi yang fokus pada kesehatan odapus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Harapannya, kapsul ciplukan mudah dijangkau dari sisi harga oleh odapus di Indonesia, dan tak menutup kemungkinan di luar negeri,” ujarnya.

Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun kronis yang bisa menyerang hampir seluruh organ atau sistem tubuh, bahkan mengancam jiwa. Pada tubuh manusia kebanyakan, lazimnya terbentuk autoimun untuk melindungi tubuh dari virus, kuman, dan bakteri.

Kampanye lupus di kampus dan sekolah–Arsip/Syamsi Dhuha Foundation

Namun, pada odapus, produksi antibodi yang semestinya normal jadi berlebihan. Antibodi itu lantas tidak lagi berfungsi menyerang virus, kuman, ataupun bakteri yang ada di dalam tubuh, tetapi menyerang sel dan jaringan tubuhnya sendiri.

Saat ini diperkirakan ada lebih dari 5 juta penyandang lupus di dunia dengan 100.000 kasus baru per tahun. Di Indonesia, jumlah odapus sekitar 1,3 juta orang. Adapun biaya terapi bagi odapus mencapai Rp 60 juta untuk satu siklus.

Terkait hal itu, muncul harapan adanya obat yang murah dan terjangkau. SDF ada di balik lahirnya pelengkap terapi berbahan ciplukan. Idenya terjaring lewat kompetisi bertajuk “Care for Lupus SDF Awards 2013” dan berlanjut dengan tahap uji pre-klinik dan uji klinik. Untuk itu, SDF bekerja sama dengan tim Sekolah Farmasi ITB dan tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).

Ketua Tim Penelitian Uji Klinik Ciplukan, Andri Reza Rahmadi, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Jawa Barat, mengatakan, ciplukan selama ini dikenal sebagai obat tradisional. Tanaman dengan buah matang sebesar kelereng berwarna kuning ini umumnya di Indonesia tumbuh secara liar di kebun, tegalan, tepi jalan, semak, maupun di hutan.

Ciplukan punya nama lokal ceplukan (Jawa Tengah), dan cecendet (Sunda). Batang, buah, dan daunnya, kerap digunakan untuk menurunkan demam, penguat jantung, mengobati influenza, nyeri perut, dan diabetes.

Anti peradangan
“Senyawa pada ciplukan di antaranya saponin dan fisalin yang berefek pada antiperadangan, antioksidan, antinyeri, juga antifibrosis. Dengan kandungan itu, ciplukan potensial untuk lupus,” kata Andri.

Uji klinik herba ciplukan dilakukan pada tahun 2014-2016, dengan melibatkan 60 orang sebagai subjek riset. Mereka diseleksi dari 900 odapus di Jabar. Subjek menjalani uji klinik di Poliklinik Imuno Reumatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Tiap subjek mengikuti uji klinik selama tiga bulan, mereka datang ke RSHS sebanyak enam kali.

Dari 60 subjek itu, dibagi ke dalam dua kelompok, masing-masing terdiri dari 30 orang. Kelompok satu akan diberi obat standar lupus ditambah kapsul ekstrak ciplukan. Sementara kelompok kedua juga diberi kapsul ciplukan, tapi isinya hanya berupa tepung dan gula atau plasebo. “Karena obat ini belum pernah diuji pada manusia, di awal kami berikan dosis kecil. Khawatirnya, bila terlalu besar ada efek samping,” ucapnya.

Dari hasil uji klinik itu, subjek yang mendapat kapsul ciplukan, kualitas hidup secara fisik lebih baik dibandingkan kelompok penerima kapsul berisi tepung dan gula. Fisiknya menjadi lebih kuat, misalnya yang biasanya hanya kuat berjalan 50 meter, setelah mengonsumsi kapsul ciplukan ini dapat berjalan lebih jauh dari itu. “Herba ini aman dikonsumsi karena dari fungsi darah, ginjal, dan hati, tidak ada perubahan pada subjek penelitian,” kata Andri.

Herba ini aman dikonsumsi karena dari fungsi darah, ginjal, dan hati, tidak ada perubahan pada subjek penelitian.

Terobosan
Ketua Tim Peneliti Uji Pre-Klinik Ciplukan Prof Elin Yulinah Sukandar, yang juga Ketua Kelompok Keilmuan Farmakologi dan Farmasi Klinik Sekolah Farmasi ITB menjelaskan, kapsul herba ciplukan ini suatu terobosan. Sebab, selama ini belum ada obat tradisional yang khusus untuk pengobatan lupus.

Dalam uji pre-klinik di Laboratorium Farmakologi ITB itu, ada sejumlah kegiatan yakni uji toksisitas akut dengan memakai mencit (Mus musculus) jenis Swiss Webster 30 jantan dan 30 betina, serta uji toksisitas subkronik menggunakan 120 ekor tikus (Rattus norvegicus) galur Wistar terdiri dari 60 jantan dan 60 betina. Kegiatan lain adalah uji khasiat menggunakan 25 ekor tikus.

Menurut Elin, kendala uji pre-klinik ini ialah, mencit dan tikus harus dipesan lebih dulu mengingat jumlah yang diperlukan banyak, dan untuk percobaan penelitian, usia tikus harus antara 6-8 minggu. “Mencit dan tikus ini harus yang dewasa muda karena kalau terlalu tua tidak peka,” ucapnya.

Mencit itu diberi ekstrak ciplukan sekali dan diamati selama 14 hari, sedangkan pada tahap uji toksisitas subkronik diberi selama 90 hari, dan pengamatan dilakukan pada hari ke-91 dan ke-120. Hewan coba ini dijadikan model terapi lupus dengan memberi pristan, zat untuk menginduksi lupus pada hewan.

Elin menjelaskan, hasil uji pre-klinik menunjukkan pemberian ekstrak ciplukan tidak menimbulkan toksisitas atau ketidaknormalan terhadap hewan percobaan. Pemberian ekstrak ciplukan juga tidak memengaruhi biokimia darahnya.

“Dengan demikian ekstrak ciplukan berkhasiat dan aman untuk dilanjutkan ke tahap uji klinik. Pada tahap uji pre-klinik, ekstrak ciplukan ini bisa meredakan radang, menurunkan kreatinin, dan memperbaiki profil darah yang sering berhubungan dengan gejala lupus,” ujarnya.

Dengan ekstrak ciplukan ini, diharapkan mengurangi dosis obat standar lupus, dan kualitas hidup odapus semakin baik. “Lebih bagus kalau odapus bisa berhenti mengonsumsi obat sintetik, yang selain mahal harganya, juga banyak efek samping, di antaranya keropos tulang,” kata Elin.

Lebih bagus kalau odapus bisa berhenti mengonsumsi obat sintetik, yang selain mahal harganya, juga banyak efek samping, di antaranya keropos tulang.

Di sisi lain, Elin mengingatkan, keberlanjutan produksi kaplsul ekstrak ciplukan ini perlu ditunjang dengan budidaya yang optimal. Saat ini, ciplukan masih harus diambil dari kawasan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Ke depan, menurut Dian, keberhasilan riset ini akan berlanjut pada bahan alam lain. Selain Ciplukan, ada 8 proposal lain yang potensial dikembangkan, antara lain cocor bebek, daun songgolangit, ketela rambat, dan daun belimbing wuluh.

Namun, risetnya tak bisa dilakukan sekaligus. Dengan keterbatasan dana dan waktu, butuh prioritas untuk menghasilkan mutu terbaik. Sebagai gambaran, untuk satu bahan, biaya penelitiannya menghabiskan Rp 500 juta yang harus dikeluarkan SDF dan para penyumbang tanpa bantuan pemerintah. Untuk itu, dukungan dari pemerintah dinantikan.–SAMUEL OKTORA

Sumber: Kompas, 7 Mei 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB