Lobster Enak dimakan Susah didapat

- Editor

Kamis, 23 September 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BARANGKALI tidak berlebihan bila dikatakan lobster merupakan salah satu marga dari Krustasea laut yang mempunyai potensi ekonomi penting. Keistimewaan ini disebabkan dagingnya yang gurih, halus dan lezat serta berprotein tinggi dibandingkan jenis udang lainnya. Sudah barang tentu hal ini merupakan jaminan meningkatnya peminat lobster.

Lobster dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “Crayfish” atau “Spiny Lobster”, sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama Udang Karang atau Udang Barong. Nama ilmiah yang juga membuatnya beken adalah Panulirus spp.

JENIS-JENIS UDANG KARANG DAN TEMPAT HIDUPNYA
Di Indonesia udang karang ditemu-kan hanya 6 jenis, menyebar dimana-mana dan mempunyai habitat yang berbeda. Ke enam jenis tersebut adalah:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Udang Kendal atau Udang Rejuna
Nama Ilmiah: Panulirus versicolor
Nama Inggris: Dark-green striped legs spiny lobster

Udang jenis ini menyukai perairan terumbu karang dengan kedalaman beberapa meter. Dan biasanya bersem-bunyi di tempat-tempat yang terlindung di antara batu-batu karang.

Jarang dijumpai dalam kelompok yang berjumlah banyak. Kalau kita akan menangkapnya, terpaksa harus menyelam, karena jenis udang ini tidak mau masuk ke dalam perangkap.

Udang Jaka atau Udang Batu
Nama Ilmiah: Panulirus penicillatus
Nama Inggris: Brown or red spiny lobster

Udang ini lebih menyukai perairan yang dangkal di bagian luar terumbu. Daerah tersebut selalu menerima damparan ombak yang keras. Udang tersebut banyak ditangkap dengan cara menyelam, tetapi sering juga ditangkap dengan jaring yang diberi umpan seperti halnya di laut Selatan Jawa.

Udang Bunga atau Raja Udang
Nama Ilmiah: Panulirus longipes
Nama Inggris: White spotted red or brown spiny lobster

Hidup di daerah perairan yang bersifat oseanik dan sedikit terlindung. Biasanya ditemui di dalam lubang batu atau karang. Pada malam hari akan naik ke tubir untuk mencari makan. Cara penangkapannya dengan jaring yang dipasang di tubir, sedangkan pada tempat-tempat yang dalam, dilakukan dengan jalan menyelam.

Udang Ketangan atau Udang Cemara
Nama Ilmiah: Panulirus ornatus.
Nama Inggris: Green, fine pale spotted, zebra legs spiny lobster.

Jenis udang ini banyak mendiami daerah terumbu karang yang dangkal dan sedikit keruh, dimana karang tidak dapat tumbuh dengan baik. Jenis ini umumnya sulit untuk masuk perangkap dan biasa ditangkap dengan menyelam. Udang ini dapat mencapai ukuran yang besar dan berat lebih dari 3 kilogram.

Udang Jarak
Nama Ilmiah: Panulirus polyphagus.
Nama Inggris: Grey blue, spotted legs spiny lobster.

Ditemui pada perairan yang keruh dan hidup di dasar laut yang berlumpur. Ditangkap dengan jaring dasar atau alat perangkap karena hidup di laut agak dalam. Jenis ini mempunyai arti penting bagi perikanan di India dan Thailand.

Udang Pantung atau Udang Bireng
Nama Ilmiah: Panulirus homarus.
Nama Inggris: Light, blue green spotted, bloched legs spiny lobster.

Banyak dijumpai di perairan dangkal sampai kedalaman beberapa meter dan tinggal di lubang granit atau vulkanis. Udang ini berkelompok dalam jumlah yang banyak dan dapat ditangkap dengan perangkap yang diberi umpan.

KENDALA
Permintaan dunia terhadap lobster terus meningkat, sementara produksinya masih sangat tergantung dari alam dan belum bisa diandalkan. Cara penangkapannya pun masih dengan cara sederhana (dengan jaring dan penyelaman).

Prospek ekspor lobster memang menjanjikan harapan. Permintaan dunia yang terus menerus meningkat seperti yang dicatat oleh PROSPEK (1991). Jepang misalnya membutuhkan lobster sebanyak 10.000 setahun. Sedangkan Indonesia hanya mampu memasok sebanyak 1.750 ton setahun atau 17,5%. Jumlah kesemuanya itu masih merupakan tangkapan laut.

Perikanan udang karang di Indonesia memang telah lama dilakukan, hanya saja pengusahaannya masih dikerjakan dengan cara yang sederhana di samping juga kuantitas produksi udang karang yang sangat dipengaruhi musim. Penangkapan udang ini biasanya dilakukan terutama pada musim Barat dimana nelayan tidak melaut karena cuaca yang tidak baik. Pekerjaan ini hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Tetapi di saat musim hujan hasil penangkapan biasanya lebih baik dibandingkan musim kemarau. Hal ini berkaitan dengan populasi udang karang yang meningkat pada musim hujan akibat pemijahan dan jumlah pakan relatif banyak pada musim ini.

Kendala lain adalah sederhananya alat tangkap yang digunakan. Selama ini hanya menunggu udang karang masuk dan terjebak ke dalam jaring. Padahal lobster lebih menyukai hidup di daerah karang yang berkadar garam tinggi serta di perairan dalam yang kebanyakkan tidak terjangkau oleh alat-alat sederhana tersebut.

Faktor kendala lainnya yang juga tidak kalah pentingnya adalah kesulitan pembenihan dalam usaha pembudidayaan. Karena apa? Hal ini disebabkan “naupli” dari udang karang sangat lama yaitu sekitar 6 bulan. Lamanya pemeliharaan “naupli” menyebabkan angka kematian yang tinggi sehingga bayi lobster yang mampu hidup sangat terbatas.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam perikanan udang karang adalah kesegaran hasil tangkapan. Udang karang harus dibunuh dalam keadaan segar dan hidup, karena sangat berpengaruh terhadap kualitas dagingnya.

Daerah-daerah yang mempunyai produktivitas udang karang tinggi, menurut DitJen perikanan, adalah Aceh dan Riau yang pada tahun 1989 menghasilkan 317 ton, Kaltim (207 ton), Sumut, Sumbar dan Bengkulu masing-masing 133 ton. Kemudian Bali, NTB dan NTT masing-masing sebesar 124 ton. Dan diikuti oleh Sulut (11 ton), Sulsel (9 ton), Maluku dan Irja (3 ton).

Lobster untuk memenuhi kebutuhan ekspor masih sangat tergantung dari penangkapan di laut. Oleh sebab itu perikanan udang karang di Indonesia, dalam hal ini pembudidayaan udang karang perlu digalakkan dengan memperhatikan faktor-faktor kendala yang ada.

Oleh: Rianta Pratiwi, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta

Sumber: Majalah AKUTAHU/APRIL 1993

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 78 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 4 Juli 2025 - 17:25 WIB

Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB