Spesies Baru, Udang Karang Marmer yang Tak Butuh Pejantan

- Editor

Rabu, 14 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bagi penyanyi reggae Bob Marley, “No woman no cry” (Natty Dread, 1974). Namun bagi spesies udang karang mutan baru Procambarus virginalis, dunia tak akan runtuh tanpa pejantan. Udang karang marmer ini tidak butuh pejantan untuk bisa bereproduksi.

Sekitar 30 tahun lalu, udang P virginalis itu tidak ditemukan keberadaannya. Semua bermula dari kelahiran seekor udang karang betina dari sebuah telur udang yang menetas di salah satu akuarium di sebuah toko hewan peliharaan di Jerman tahun 1990-an.

Udang air tawar itu berasal dari udang karang jantan dan betina yang hidup di lumpur di Florida, Amerika Serikat. Induk udang ini memiliki seperangkat kromosom yang lengkap.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, mutasi mengubah segalanya. Bayi udang betina itu mendapat seperangkat kromosom tambahan yang membuat dia dan keturunannya bisa menghasilkan ratusan telur sekaligus meski tidak ada pasangan udang jantan.

WWW.NATURE.COM/RANJA ANDRIANTSOA–Udang karang marmer di Madagaskar yang mengancam spesies lokal

Karakter unik udang betina yang mampu berkembang biak tanpa perlu kawin terlebih dahulu itu membuat dia dikelompokkan dalam spesies yang berbeda dengan induknya.

Spesies baru udang karang ini mampu bereproduksi secara eksponensial. “Dari satu udang P virginalis akan berkembang menjadi 200 atau 300 ekor hanya dalam tiga bulan,” kata ahli neurofisiologi dari Universitas Negeri Illinois, AS Wolfgang Stein kepada BBC, Senin (12/2).

Maraknya maraknya perdagangan P virginalis, khususnya di antara para penggemar binatang dalam akuarium, membuat populasi spesies ini meledak.

Perkembangannya makin tak terkendali saat ada orang yang melepaskannya ke kolam dan danau di seluruh Eropa hingga berkembang liar saat ini.

Perdagangan yang intensif membuat populasi udang karang itu kini tersebar di banyak negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Madagaskar.

Perdagangan yang intensif membuat populasi udang karang itu kini tersebar di banyak negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan Madagaskar.

Di Madagaskar, udang yang seluruhnya berkelamin betina itu diperkenalkan sebagai sumber protein yang murah. Namun ledakan populasinya justru menjadi ancaman buruk bagi keseimbangan ekologis di negara pulau di timur Afrika itu.

Karena itu, sejumlah negara mulai mengatur ketat peredaran udang karang marmer ini. Uni Eropa dan dua negara bagian di AS mulai melarang kepemilikan dan perdagangan P virginalis. Namun di alam liar, udang ini terlanjur berkembang biar.

Sementara di Kanada, meski belum ditemukan keberadaannya, pemerintah tidak merekomendasikan masyarakat di negara itu untuk memelihara udang karang marmer itu sebagai binatang peliharaan.

“Perilaku reproduksinya membuat kami tidak merekomendasikan untuk memeliharanya,” tambah Becky Cudmore dari Departemen Perikanan dan Kelautan Kanada.

HTTP://FACULTY.UTRGV.EDU/ZEN.FAULKES/MARMORKREBS/–Udang karang marmer

Beragam
Dari perbandingan terhadap 11 udang karang marmer dari berbagai lokasi yang dipublikasikan di jurnal Nature Ecology & Evolution, Senin (5/2), diketahui semua udang itu memiliki asam deoksiribonukleat (DNA) dari induknya. Namun, warna udang-udang itu bervariasi.

Udang karang marmer dari AS berwarna lebih biru dibanding udang yang berasal dari Jerman dan Madagaskar.

Hewan yang berkembang dalam kesendirian cenderung lebih biru; yang hidup bersosialisasi dengan spesies lain cenderung lebih abu-abu.

Beda warna itu diyakini berasal dari perbedaan lingkungan mereka. “Hewan yang berkembang dalam kesendirian cenderung berwarna lebih biru, sedangkan yang hidup bersosialisasi dengan spesies lain cenderung lebih abu-abu,” kata Stein.

Uniknya, peneliti dari Divisi Epigenetika Pusat Penelitian Kanker Jerman (DKFZ) yang memimpin studi ini Julian Gutekunst menilai mempelajari kemampuan udang karang marmer ini untuk beradaptasi dan berkembang biak bisa dimanfaatkan untuk memahami bagaimana sel-sel tumor dan kanker beradaptasi dan mengembangkan resistensi terhadap pengobatan.–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 14 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 3 Januari 2024 - 17:34 WIB

Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB