Penangkapan Lobster dan Kepiting Dibatasi

- Editor

Selasa, 20 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penerapan Dibayangi Pengawasan Lemah dan Nelayan Merugi
Kementerian Kelautan dan Perikanan membatasi penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan. Bahan sajian makanan laut favorit di warung hingga restoran tersebut dilarang ditangkap dalam kondisi bertelur dan dibatasi ukurannya. Itu demi keberlanjutan stok dan populasinya di alam.


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp) ditandatangani Menteri Susi Pudjiastuti tanggal 6 Januari 2015. Peraturan tersebut hanya membolehkan penangkapan lobster panjang karapas di atas 8 sentimeter, kepiting lebar karapas di atas 15 sentimeter, dan rajungan lebar karapas di atas 10 sentimeter.

”Tekanan pada jenis-jenis ini terus meningkat. Harus dijaga sebelum terlambat,” kata Gellwynn Jusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Senin (19/1), di Jakarta, saat mengumumkan penerbitan peraturan menteri itu. Ia didampingi Kepala Badan Litbang KKP Ahmad Poernomo; Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Narmoko Prasmadji; dan Direktur Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan Agus Dermawan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Poernomo mengatakan, kecenderungan di sejumlah daerah, ukuran hasil tangkap ketiga spesies itu dari alam kian menurun. Individu yang ditangkap masih berusia remaja atau muda.

[media-credit id=1 align=”alignleft” width=”300″]92e981dd7bda4623a331147a91d57db2[/media-credit]

Penangkapan biota laut dalam usia remaja tak memberi kesempatan spesies berkembang biak. Jika dibiarkan, akan mengancam keberlanjutan stoknya di alam.

Lobster matang gonad (usia reproduksi) umur 7-8 bulan dengan masa hidup 8 tahun. Kepiting matang gonad 6 bulan bermasa hidup 2-3 tahun, sedangkan rajungan matang gonad 3-4 bulan bermasa hidup 2-3 tahun.

Penangkapan berlebih
Berdasarkan peta sumber daya ikan, Poernomo menunjukkan penangkapan lobster telah berlebih di Laut Hindia barat, Laut Natuna, Laut Tiongkok Selatan, Laut Pasifik (utara Papua), Laut Arafura, Laut Jawa, dan Laut Hindia bagian timur. ”Di tempat lain masih memungkinkan, tetapi demi kehati-hatian, kami samakan posisinya (penangkapan dibatasi),” katanya.

Implementasi peraturan menteri itu memang tak mudah. Namun, harus dimulai. Saat konferensi pers, KKP pun belum menentukan solusi bagi hasil tangkapan yang telanjur menyalahi peraturan menteri.

Direktur Sumber Daya Ikan KKP Toni Ruchimat memaparkan, potensi lobster 7.790 ton per tahun. Penangkapan tahun 2013 mencapai 16.709 ton per tahun. ”Artinya ’tabungan ikan’ sudah diambil,” katanya.

Untuk kepiting, ditangkap 33.227 ton per tahun. Produksinya turun 2 persen, potensi belum diketahui. Adapun produksi rajungan 52.399 ton per tahun.

Menurut Agus Dermawan, ketiga spesies itu tak masuk kategori satwa endemik terancam punah. Namun, keberlanjutan di alam kian tertekan. Untuk itu, pengelolaannya butuh pendekatan pengaturan penangkapan.

Secara terpisah, Ketua Persatuan Nelayan Kecil Kota Tarakan, Rustan, menyambut baik kebijakan KKP menjaga keberlangsungan sumber daya ikan. Namun, regulasi disusun tertutup, tak ada masukan dari nelayan.

Pembatasan ukuran tak mungkin dilakukan. ”Potensi kelautan sekarang beda, ukurannya kecil-kecil. Jika ukuran dibatasi, kami mau kerja apa?” katanya.

Ia khawatir, pengawasan lemah membuat pemberlakuan kebijakan tak merata dan menimbulkan kecemburuan di antara nelayan. (ICH/NAD)

Sumber: Kompas, 19 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 31 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB