Liburan membawa manfaat bagi kesehatan. Penelitian terbaru menunjukkan, frekuensi liburan yang lebih sering dilakukan dalam setahun terbukti menurunkan kejadian sindrom metabolik yang akan menyehatkan jantung.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Pengunjung menikmati air terjun di kawasan wisata Bantimurung yang masuk dalam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (20/6/2019). Taman Nasional Bantimurung merupakan tempat wisata air terjun dan kerajaan kupu-kupu yang memiliki sekitar 247 jenis spesies kupu-kupu dan terdapat beberapa spesies yang hanya ada di Sulawesi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penelitian berjudul “Frekuensi Liburan Dikaitkan dengan Sindrom dan Gejala metabolik” itu dimuat dalam jurnal Psychology & Health yang juga dipublikasikan Science Daily 20 Juni 2019. Penelitian dilakukan tim Universitas Syracuse dan Universitas California di Irvine, Amerika Serikat (AS).
“Apa yang kami temukan adalah bahwa orang yang lebih sering berlibur dalam 12 bulan terakhir memiliki risiko lebih rendah untuk sindrom metabolik dan gejala metabolik,” kata Bryce Hruska, asisten profesor kesehatan masyarakat Universitas Syracuse.
Sindrom metabolik adalah kumpulan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Secara khusus, kehadiran tiga atau lebih dari gejala berikut adalah indikasi sindrom metabolik: (1) lingkar pinggang 88,9 cm pada wanita atau 101,6 cm pada pria, (2) tekanan darah 130/85 mmHg, (3) trigliserida 150 mg / dL, (4) kolesterol HDL <50 mg / dL pada wanita atau <40 mg / dL pada pria dan (5) glukosa darah puasa 100 mg / dL.
Dalam penelitian ini 63 pekerja yang berlibur dites darahnya di laboratorium. Mereka diwawancara untuk menilai perilaku berlibur dalam 12 bulan terakhir.
Hasilnya, selama 12 bulan terakhir, peserta mengambil rata-rata sekitar lima kali liburan dan menggunakan sekitar 2 minggu dari hari libur berbayar. Peserta penelitian menilai liburan secara positif, menunjukkan tingkat stres yang menurun. Ketika jumlah liburan meningkat, kejadian sindrom metabolik dan jumlah gejala metabolik menurun. Risiko sindrom metabolik menurun hampir seperempat dengan setiap liburan tambahan yang diambil oleh peserta.
“Jika Anda memiliki lebih banyak sindrom metabolik, Anda berisiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular. Ini penting karena kita benar-benar melihat pengurangan risiko penyakit kardiovaskular, semakin banyak orang berlibur,” tutur Hruska.
Penelitian terdahulu tantang manfaat berlibur bagi dipublikasikan di The Journal of Nutrition, Health & Aging Agustus 2018. Penelitian dilakukan tim Universitas Helsinki, Finlandia. Studi ini melibatkan 1.222 eksekutif pria paruh baya yang lahir pada 1919 hingga 1934 dan direkrut ke Helsinki Businessmen Study pada 1974 dan 1975. Peserta memiliki setidaknya satu faktor risiko penyakit kardiovaskular, yaitu merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, peningkatan trigliserida, intoleransi glukosa, dan kelebihan berat badan.
Hasilnya, pria yang mengambil liburan tiga minggu atau kurang memiliki kesempatan 37 persen lebih besar untuk meninggal pada tahun 1974 hingga 2004 daripada mereka yang mengambil liburan lebih dari tiga minggu.
KOMPAS/AGUS SUSANTO–Wisatawan menikmati suasana masa lalu di Gapura Bajang Ratu atau juga disebut Candi Bajang Ratu di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (9/6/2019).
“Dalam penelitian kami, pria dengan liburan lebih pendek bekerja lebih banyak dan tidur lebih sedikit daripada mereka yang mengambil liburan lebih lama. Jangan berpikir memiliki gaya hidup yang sehat akan mengimbangi bekerja terlalu keras dan tidak mengambil liburan. Liburan bisa menjadi cara yang baik untuk menghilangkan stres” kata Timo Strandberg, dari Universitas Helsinki, Finlandia, seperti dikutip Science Daily, 28 Agustus 2018.
Oleh SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 21 Juni 2019