Mahasiswa masih menyangsikan gagasan pemerintah menyediakan kredit pinjaman lunak untuk penyelesaian kuliah. Keharusan mencicil utang hingga setelah lulus kuliah dianggap merepotkan dan menakutkan. Selain itu, kredit juga dianggap berat karena ada suku bunga yang harus ditanggung.
Namun, ada yang memandang kredit pendidikan sebagai alternatif saat tidak ada peluang kerja sambil kuliah atau ada beasiswa. Dengan kredit, keinginan kuliah bagi mereka yang mengalami keterbatasan finansial tidak terkendala. Sebab, menjalani pendidikan di perguruan tinggi diyakini memberi peluang lebih baik dibandingkan hanya lulusan SMA sederajat.
”Kalau masa mencicilnya sampai 15 hingga 20 tahun rasanya cemas juga. Masak sudah tua, tetapi biaya kuliah belum lunas juga?” kata Fariqoh (23), mahasiswi semester II Jurusan Gizi Universitas Esa Unggul, di Jakarta, Selasa (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Fariqoh merupakan salah satu mahasiswa yang bekerja sambilan demi mencukupi biaya hidup semasa kuliah. Kedua orangtuanya bekerja sebagai petani dan penjual pakaian jadi di pasar tradisional di Lampung.
Sejak masih kuliah D-3 Gizi Institut Pertanian Bogor, Fariqoh magang di rumah sakit sebagai bagian dari poliklinik gizi. Saat ini, ia magang di Rumah Sakit Umum Daerah Serang, Banten.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS–Mahasiswa dari beragam kampus se-Jawa Barat mengikuti rangkaian acara Rock The Vote di seputaran perpustakaan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Minggu (18/3). Sebagian mahasiswa masih meragukan keseriusan pemerintah menyediakan kredit pinjaman lunak untuk penyelesaian kuliah.
”Untungnya kuliah hanya hari Rabu hingga Jumat di Jakarta. Sisanya, saya berada di Serang untuk bekerja,” ujarnya.
Menurut Fariqoh, dirinya lebih memilih kuliah sambil kerja dibandingkan mengambil kredit lunak di bank karena tidak dibebani utang.
Pendapat serupa diutarakan Muhammad Ihsan Abdul Fatah Nasrulloh (19), mahasiswa semester I Jurusan Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia bekerja sambilan menjadi pengemudi ojek daring dan pemandu wisata.
”Memang, karena jadwal kuliah, waktu narik ojek enggak akan memenuhi target poin. Tapi, lumayan untuk mencukupi biaya sehari-hari,” kata Ihsan yang ayahnya bekerja di perusahaan konsultan keuangan dan ibunya guru bimbingan belajar.
Meskipun begitu, Ihsan menyatakan tidak tertarik dengan wacana kredit lunak. Alasannya, pinjaman membebani hidup. ”Apalagi, saya tidak bisa memastikan langsung dapat pekerjaan ketika lulus kuliah. Nanti bisa-bisa masa cicilannya lama sekali,” ujarnya.
Jadi alternatif
Rezky Pulungan (21), mahasiswa semester II Jurusan Agroteknologi Universitas Djuanda, Bogor, menyatakan tertarik dengan kredit lunak untuk mahasiswa. Karena itu, hendaknya pemerintah, perguruan tinggi, dan bank melakukan perkenalan kepada mahasiswa untuk menjelaskan skemanya.
Rezky yang sehari-hari berjualan roti isi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengharapkan, kredit lunak juga memungkinkan mahasiswa belajar berwirausaha. ”Jangan sampai kuliah terhambat karena cemas tidak bisa makan atau membiayai praktikum. Tapi, selain itu juga kembangkan pusat kewirausahaan di kampus supaya uang pinjaman bisa segera dikembalikan,” katanya.
Dwi Yuniarti (22), mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta, senang jika ada kredit pendidikan asal bunganya rendah dan cara membayarnya mudah. Dwi merasakan beratnya biaya kuliah. Meski menerima beasiswa Bidikmisi, dia berharap bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2.
”Berharapnya, sih, jika lulus nanti bisa tembus beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Jika tidak tembus, pasti tertolong dengan kredit pendidikan asal bunganya jangan besar,” ujar Dwi yang ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan.
Faisal Khairudin (22), mahasiswa Politeknik Niaga LPKIA, Bandung, mengatakan, kredit pendidikan diyakini jadi solusi bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang ingin kuliah. Faisal pernah putus kuliah di perguruan tinggi swasta karena tidak mampu membiayai. Uang hasil kerja yang dijalani sambil kuliah tidak bisa menutupi biaya kuliah dan biaya hidupnya.
”Seandainya ada kredit pendidikan, saya tertarik untuk meminjam. Saya sangat ingin kuliah. Jika bisa dapat pinjaman yang murah dan dikembalikan setelah kerja, semakin banyak anak tidak mampu yang tidak ragu untuk kuliah,” tuturnya.
Berkat semangat dan keuletannya, Faisal bisa kuliah lagi. Dia kini merintis usaha bisnis daring dan mampu mempekerjakan lima karyawan. (DNE/ELN)–LARASWATI ARIADNE ANWAR / ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 28 Maret 2018