Komitmen produsen makanan ataupun kosmetik nasional dalam pengurangan sampah plastik di Indonesia hingga kini belum tampak. Sejauh ini, komitmen tanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan perusahaan baru datang dari grup-grup multinasional yang digerakkan perusahaan global.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Sampah plastik mendominasi tempat pembuangan sampah sementara di kawasan Pesanggrahan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Perusahaan-perusahaan nasional didorong berkontribusi dalam pencapaian target penurunan timbulan sampah sebesar 30 persen dan meningkatkan sampah yang terkelola sebesar 70 persen pada 2025. Target itu menjadi pekerjaan rumah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta kepala daerah dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Pemerintah belum melihat komitmen riil dari perusahaan nasional. Selama ini merek-merek internasional didorong komitmen global, tetapi yang nasional ini belum tumbuh komitmennya,” kata Ujang Solihin Sidik, Kepala Subdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK, Rabu (17/7/2019), di Jakarta, seusai menghadiri peluncuran Plastic Reborn 2.0 yang diadakan Coca-Cola Indonesia.
Pemerintah belum melihat komitmen riil dari perusahaan nasional. Selama ini, merek-merek internasional didorong komitmen global, tetapi yang nasional ini belum tumbuh komitmennya.
Dalam paparannya, Triyono Prijosoesilo, Public Affairs and Communications Director Coca-Cola Indonesia, menyampaikan, Coca-Cola dengan visi World Without Waste menargetkan pada 2030 semua kemasan produk Coca-Cola yang terjual bisa dikumpulkan untuk didaur ulang. Pada tahun itu pula, 50 persen botol kemasan produk Coca-Cola terbuat dari plastik daur ulang.
Target jangka pendeknya, pada 2025 atau enam tahun lagi, seluruh bagian kemasan produk Coca-Cola sudah bisa didaur ulang. ”Di Indonesia, secara teknis (seluruh bagian kemasan) sudah bisa didaur ulang,” katanya.
Ujang Solihin mengatakan, komitmen perusahaan-perusahaan multinasional seperti ini digerakkan oleh top management di kantor pusatnya. Selain Coca-Cola, ia menyebutkan, perusahaan multinasional lain, seperti Unilever dan Danone, pun memiliki target serupa. ”Ketiga perusahaan ini sudah sejalan dengan peta jalan (pengolahan sampah) yang sedang kami bangun,” katanya.
Dalam peta jalan yang menjalankan tanggung jawab produsen atas kemasannya (extended producer responsibility) itu, dalam 10 tahun perusahaan diminta menjalankan sejumlah upaya pengurangan dan pengelolaan kemasan yang menjadi sampah. Upaya itu di antaranya dengan mengubah desain kemasan, mengganti cara pemasaran atau distribusi penjualan produk, dan pengumpulan kembali kemasan di konsumen.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Coca-Cola Indonesia meluncurkan inisiatif Plastic Reborn 2.0 untuk menjalankan visi World Without Waste, Rabu (17/7/2019), di Jakarta. Tampak pejabat Coca-Cola dan undangan berfoto di gerai (dari kiri ke kanan) Director Public Affairs & Communication Coca-Cola Indonesia Triyono Prijosoesilo, Chief Operating Officer Ancora Foundation Ahmad Zakky Habibie, President ASEAN Business Unit the Coca-Cola Company Claudia Lorenzo, Kasubdit Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ujang Solihin Sidik, dan President Director Coca-Cola Indonesia Diego Gonzalez. Plastic Reborn 2.0 ini fokus pada masalah pengumpulan sampah dan daur ulangnya.
Triyono mengatakan, visi World Without Waste dijalankan pertama dengan inisiatif Plastic Reborn 1.0 dengan melakukan edukasi bagi para pelajar yang disertai pengumpulan botol bekas dan memanfaatkan sebagai kerajinan. Seiring berjalannya waktu, diketahui masalah sampah antara lain terkait pengumpulan.
Bekerja sama
Karena itu, pihaknya membuat inisiatif baru Plastic Reborn 2.0 untuk membangun ekosistem sirkular ekonomi dalam sistem persampahan dan daur ulang di Indonesia. Program Plastic Reborn 2.0 membangun kerja sama dengan usaha rintisan (start-up) pegiat sampah Gringgo di Bali serta Mall Sampah dan Clean Up di Makassar, Sulawesi Selatan, dengan total hibah 250.000 dollar AS.
Masing-masing usaha rintisan itu telah berkiprah sedikitnya dua tahun terakhir. Gringgo, misalnya, menghubungkan pekerja lapangan sampah dengan teknologi. Itu bertujuan mengefisienkan kerja pengumpulan sampah para tukang sampah tersebut. Adapun Mall Sampah menjadi rumah bagi pengepul sampah dengan warga yang ingin menyalurkan sampahnya yang masih bisa didaur ulang. Jadi, usaha rintisan itu menjembatani kebutuhan keduanya.–ICHWAN SUSANTO
Editor EVY RACHMAWATI
Sumbetr: Kompas, 17 Juli 2019