Setahun, Tiada Terbit Aturan Tentang Sampah Laut

- Editor

Senin, 23 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Petugas kebersihan memunguti sampah laut di sekitar Dermaga Kali Adem, Penjaringan, Jakarta, Rabu (26/10). Plastik dan botol plastik menjadi sampah yang paling banyak ditemukan di kawasan ini.

Kompas/Heru Sri Kumoro (KUM)
26-10-2016

Petugas kebersihan memunguti sampah laut di sekitar Dermaga Kali Adem, Penjaringan, Jakarta, Rabu (26/10). Plastik dan botol plastik menjadi sampah yang paling banyak ditemukan di kawasan ini. Kompas/Heru Sri Kumoro (KUM) 26-10-2016

Setahun berlakunya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah di Laut belum menunjukkan perkembangan berarti di program pemerintah. Indikatornya yaitu empat peraturan dan satu kesepakatan internasional hingga kini tak kunjung ditetapkan.

Peraturan Presiden No 83/2018 tersebut merupakan tindak lanjut komitmen pemerintah untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70 persen hingga tahun 2025. Pemerintah menyebutkan 80 persen sampah di laut berasal dari aktivitas di daratan. Karena itu, pencegahan timbulan sampah dan pengelolaan sampah di darat sangat berarti bagi lautan.

Sebuah “monster plastik” berbentuk ikan lentera yang biasa hidup di laut dalam, ditampilkan, Minggu (21/7/2019) dalam Pawai Bebas Plastik di Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day) Jakarta. Dengan berjalan kaki sejauh 2,5 kilometer dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Monumen Nasional, monster yang terbuat dari aneka sampah kemasan dan keresek ini ingin mengajak masyarakat membatasi penggunaan plastik sekali pakai yang berpotensi dapat mengotori laut. Pawai Bebas Plastik adalah gerakan bersama sekitar lebih dari 1.000an orang yang mengajak masyarakat menunjukkan komitmennya untuk menolak plastik sekali pakai yang akan diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 21 Juli 2019 di Bundaran HI dan Lapangan Aspirasi Monas. Adapun agenda daripada acara ini adalah Pawai, Orasi, Flashmob, Monster Plastik dan Pertunjukan Musik.
Pawai ini bertujuan untuk mengajak masyarakat mendeklarasikan komitmen yang akan mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya menolak kresek sekali pakai, menolak sedotan plastik, memilih curah ketimbang sachet, memilah sampah di rumah, dan membersihkan sampah plastik layak daur ulang sebelum membuangnya.–KOMPAS/ICHWAN SUSANTO (ICH)

Penanganan sampah di laut selama ini masih pada sisi hilir seperti maraknya aktivitas bersih-bersih sampah di pantai dan laut. Tanpa tindakan di hulunya, yaitu pengurangan dan pengelolaan sampah di daratan, upaya tersebut tak akan sebanding.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Sejauh ini, sebagian besar tindakan nyata yang dilakukan pemerintah berfokus pada upaya penanggulangan, sedangkan upaya pencegahan masih minim perhatian pemerintah,” sebut Ohiongyi Marino, Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Sabtu (21/9/2019), di Jakarta.

Rencana Aksi Nasional
Ia mengatakan, pencegahan tersebut sebenarnya tercantum dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanganan Sampah Laut yang disebutkan Perpres No 83/2018. Beberapa amanat bagi pemerintah adalah membentuk empat peraturan dan satu kesepakatan internasional untuk tahun 2018-2019. Hingga sebulan akan berakhirnya periode pemerintahan pertama Presiden Joko Widodo dan tiga bulan menuju tahun 2020, belum satu pun amanat tersebut dijalankan.

Ohiongyi menyebutkan amanat pembentukan peraturan tersebut yaitu kepada Kementerian Keuangan untuk menyusun Peraturan Pemerintah tentang Cukai Plastik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk membuat peraturan menteri tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, Kementerian Pariwisata untuk membuat Peraturan Menteri tentang Standar Operasional Prosedur Pengelolaan sampah dari kegiatan destinasi wisata bahari, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menyusun Peraturan Menteri tentang peningkatan penggunaan sampah plastik sebagai bahan tambahan pembuatan jalan. Adapun amanat kesepakatan internasional yaitu penanggulangan persoalan lintas batas negara terkait sampah plastik di laut.

Ohiongyi menyebutkan peraturan tentang cukai, peta jalan, dan SOP pengelolaan sampah sangat penting untuk mengurangi penggunaan plastik dan timbulan sampah plastik. Apabila pemerintah hanya fokus pada upaya penanggulangan, hal ini tidak akan menyelesaikan permasalahan utama sampah plastik yaitu mengurangi jumlah timbunan sampah di hulu.

“Banyaknya timbunan sampah tentu berpotensi besar banyaknya juga sampah yang akan sampai ke laut”, kata dia.

Komitmen lemah
Ia pun mengingatkan kewajiban yang diamanatkan RAN dalam Perpres 83/2018 tersebut baru pada tahun pertama. Namun sayangnya belum dikerjakan pemerintah. Hal ini, kata Ohiongyi, menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah untuk mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada tahun 2025.

Terkait peta jalan pengurangan sampah oleh produsen, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar menyatakan peta jalan tersebut telah selesai dan diharapkan peraturan menteri tersebut terbit pada September ini. Catatan Kompas, peta jalan tersebut disusun sejak tahun 2012 seiring pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Dalam peta jalan tersebut, perusahaan memiliki target untuk berkontribusi dalam pengurangan sampah plastik. Strategi itu berupa mendesain ulang kemasan plastik, menarik kembali kemasan yang berpotensi menjadi sampah di lingkungan, dan meningkatkan pemakaian material daur ulang.

Novrizal mengatakan peta jalan itu juga akan meningkatkan sirkular ekonomi di masyarakat. Karena bisa saja produsen bekerjasama langsung dengan bank sampah untuk mengumpulkan kemasan-kemasan plastiknya. Hal itu kata dia, dimulai dari peningkatan kesadaran memilah sampah di masyarakat serta memperbaiki layanan angkutan sampah.–ICHWAN SUSANTO

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 22 September 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 13 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB