Kiwi, dari Petani Selandia Baru untuk Dunia

- Editor

Rabu, 11 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Petani Selandia Baru memproduksi buah kiwi dengan caranya yang istimewa. Mereka bekerja sama merawat tanaman, menjaga lingkungan, dan berkompromi agar menghasilkan buah kiwi berstandar tinggi setiap butirnya. Dari hasil kerja sama merekalah buah kiwi yang mereka kirim ke penjuru dunia menjadi lebih kaya nutrisi dan lebih segar terasa.

April lalu, atas undangan Zespri International Limited, Kompas berkesempatan mengunjungi Tauranga, di Pulau Utara, Selandia Baru. Kota tenang itu menjadi pusat produksi buah kiwi Zespri. Belum lagi musim gugur, buah kiwi di perkebunan Tauranga sudah memasuki panen raya.

Zack Hamilton, pemandu perkebunan, mengajak kami berkeliling kebun buah kiwi yang sedang ranum-ranumnya. Ia menunjukkan kepada kami, para jurnalis dari Asia, bagaimana petani merawat tanaman kiwi mereka. “Anda lihat ada jaring laba-laba di sela-sela dahan? Ya… mereka sahabat kami. Kami memakainya untuk mengusir hama. Kami tak pakai pestisida,” katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kebun buah kiwi memang terlihat bersih dan alami. Tak ada sedikit pun sampah plastik yang terlihat di atas tanah. Dedaunan kering yang rontok pun tak terlacak. Para pekerja perkebunan secara teratur membersihkan lahannya dan menjadikan rontokan daun sebagai salah satu komponen pupuk organik mereka. Alih-alih menggunakan pagar tembok yang kaku, petani lebih memilih menanam cemara dengan rapat sebagai pengganti pagar setinggi 4 meter-5 meter. Pagar cemara itu dipasang agar angin tak menerbangkan serbuk sari tanaman pejantan di luar perkebunan.

Menurut Zack, petani kiwi merawat tanaman mereka seperti merawat anak sendiri. Di perkebunan itu, setiap detail diperhatikan. Agar buah kiwi tetap mulus saat sampai di tangan konsumen, mereka harus memetik dan meletakkan kiwi dengan lembut tanpa melukai buahnya. Tentu saja teknik ini butuh waktu lama, tetapi tentunya berdampak terhadap hasil.

Mereka juga mengadopsi teknologi dan riset dari lembaga riset perusahaan milik petani sendiri, Zespri, untuk bisa mendapatkan buah terbaik dari setiap tanaman yang mereka tanam. Teknik Gaidling adalah salah satunya. Teknik ini dilakukan dengan cara mengerat batang tanaman dekat tanah agar sari makanan yang dihasilkan pohon tak lagi turun ke tanah. Teknik ini menjamin buah kiwi yang dihasilkan manis.

Standar tinggi dan sistem ramah lingkungan tak hanya dilakukan saat berada di kebun. Di pusat pengepakan pun seleksi ketat dilakukan. Di tempat inilah seluruh kiwi diseleksi. Buah yang memenuhi standar tinggi akan dikirim ke berbagai penjuru negara. Adapun yang kelas dua dan tiga dipasarkan di lokal Selandia Baru. Sisanya, yang bentuknya gepeng, luka, dan sebagainya, ya, kami kirim jadi makanan ternak,” kata Paul Monkley, pemandu kami di pusat pengepakan buah kiwi Zespri.

Untuk menjaga nutrisi, buah kiwi pun dikemas dalam kondisi dingin hingga 7 derajat celsius. Suhu udara yang dingin akan menjaga buah tetap segar dan bernutrisi meski berbulan-bulan disimpan. Saat dikapalkan, pengepakan dalam kondisi dingin tetap dilakukan.

Meski kecil, pengepakan tentu saja masih menyisakan limbah. Oleh Zespri, limbah itu didaur ulang dan digunakan lagi sehingga tak ada sampah yang dibuang.

Bekerja bersama
Ada cerita kebersamaan dari petani kiwi di Selandia Baru. Meski jumlah mereka ribuan, saat panen raya tak pernah ada cerita buah kiwi anjlok harga. Buah mereka secara teratur diekspor ke 54 negara, mengisi rak-rak supermarket, dan akhirnya mampir di meja makan keluarga. Kuncinya adalah bekerja bersama.

c803ffa2e37f463fa77a8923b5288a41KOMPAS/SIWI YUNITA CAHYANINGRUM–Pengunjung berkeliling di kebun buah kiwi di Te Puke, Selandia Baru, April lalu. Buah kiwi Zespri dari Selandia Baru merambah 54 negara di penjuru dunia (kiri). Buah kiwi ada juga yang berbentuk kecil dan berasa pedas. Pusat riset dan pengembangan Zespri masih mengembangkan produk kiwi unik itu. Selama ini pusat riset itu telah menghasilkan berbagai bentuk bibit dan buah unggul seperti Zespri Sungold. Buah kiwi Zespri menguasai 30 persen pasar dunia (kanan).

Petani buah kiwi menyadari betul, dengan menyatukan diri, mereka bisa menguasai dunia. Helen Hunkin, salah satu petani yang memandu kami, mengatakan, para petani seperti dirinya memercayai perusahaan untuk mengurus berbagai kepentingan pasar dan riset buah kiwi.

“Perusahaan sangat terbuka sekali. Hasil dari panen kami dihargai sesuai dengan hasilnya secara kuantitas dan kualitas. Sejauh ini kami sangat sejahtera,” kata Helen, mantan guru SD yang hobi bermain golf tiga kali sepekan itu.

Dengan dana bersama para petani kiwi bisa membangun dan mengembangkan divisi riset. Divisi riset itu mempekerjakan para peneliti, ahli gizi, dan ahli tanaman. Dari tempat itu mereka berupaya menghasilkan tanaman dan buah yang lebih unggul dari segi kuantitas dan kualitas.

Zespri Sungold adalah salah satu hasil dari riset yang dihasilkan. Kiwi berwarna kuning emas ini disebut sebagai raja vitamin C. Kandungan vitamin C yang ada di dalamnya tiga kali lipat lebih banyak dari sebutir jeruk.

Pusat riset dan pengembangan Zespri kini juga masih bekerja untuk menghasilkan varietas kiwi baru. “Ada kiwi merah, ada juga kiwi yang berasa sepedas cabai. Kami masih mengembangkannya,” kata Nicko, peneliti Zespri.

Para petani Zespri bahkan punya dana untuk membiayai berbagai penelitian tentang isi kandungan kiwi. Dalam Simposium Kesehatan Internasional tentang Buah Kiwi, yang dihadiri ahli gizi dunia, April lalu, terungkap bahwa buah kiwi bisa menjadi tameng dari berbagai penyakit tak menular, seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, dan gangguan pencernaan hingga jadi mood booster. Penelitian itu pun menjadi dasar dari Zespri untuk memasarkan produknya lebih gencar lagi.

Kini tercatat ada 2.500 petani di Selandia Baru, 150 petani di Italia, 800 petani di Jepang, 130 di Korea, dan 50 di Perancis yang sepakat bekerja bersama di bawah nama Zespri. Dari kerja bersama itulah mereka bisa mengekspor kiwi ke 54 negara di segala penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Pada tahun 2014-2015 jumlah ekspor kiwi mereka telah mencapai 95,2 juta keranjang setiap hari. Satu keranjang lebih kurang berisi 30 buah. Jumlah itu mencakup 30 persen pasar kiwi dunia. Menurut General Manager Marketing dan Inovasi Zespri Kiwi Fruit, Carol Ward, Zespri akan terus menggenjot produksi dan pemasaran sehingga pada 2020 bisa mengekspor 150 juta keranjang Zespri di seluruh dunia.

Petani kiwi pun kini bisa merasa tenang karena mereka menjadi bagian dari pertanian yang ramah lingkungan. Bagi mereka, keberlangsungan hidup adalah keharusan. “Ini tentang menempatkan rumah ke dalam lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang, termasuk untuk anak dan cucu kami,” kata Graham Dryer, petani di Perkebunan Baypark, Tauranga, yang dikutip Zespri di buku pengenalannya.

Kebersamaan para petani Zespri tak hanya mendatangkan kebaikan dari sisi ekonomi. Mereka bahkan telah berhasil menempatkan sebutir kiwi sebagai buah super yang berharga untuk kebaikan manusia dari hasil penelitian dan pengembangan mereka. Dari Selandia Baru, buah kiwi pun hadir lebih bernutrisi dan lebih manis ke penjuru dunia.(SIWI YUNITA C)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Mei 2016, di halaman 26 dengan judul “Kiwi, dari Petani Selandia Baru untuk Dunia”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB