Kian Kuat, Dugaan Tsunami Dipicu Longsoran Anak Krakatau

- Editor

Rabu, 26 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah pakar dan lembaga saat ini masih terus mendalami penyebab tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) malam. Dugaan terkuat saat ini, tsunami dipicu oleh longsoran material Gunung Anak Krakatau dalam jumlah besar. Survei gabungan masih terus dilakukan untuk memperkuat bukti tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengatakan, sejumlah pakar dan instansi terus berdiskusi untuk menguatkan hipotesa awal. Mereka sepakat, tsunami secara tidak langsung dipicu oleh aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau di tengah-tengah Selat Sunda.

“Setelah merapatkan dan mendiskusikan secara mendalam, kami sepakat bahwa penyebab tsunami adalah longsoran di barat daya lereng Anak Krakatau,” kata Ridwan di Jakarta, Senin (24/12/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/RIZA FATHONI–Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018).

Ridwan menambahkan, perhitungan sementara areal yang runtuh adalah sekitar 64 hektar. Menurut para ahli vulkanologi dari Badan Geologi, hal ini cukup untuk memicu tsunami di Selat Sunda. Bukti tersebut juga semakin menguat berkat analisis citra satelit.

“Dari tangkapan satelit, amat jelas terlihat perubahan bentuk di sisi barat daya hingga selatan gunung, sebelum dan sesudah tsunami,” ujar Ridwan.

–Krakatau sebelum dan sesudah letusan. Sumber: Agustan, BPPT 2018.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, longsoran bawah laut yang dipicu oleh gempa vulkanik tersebut energinya setara dengan goncangan berkekuatan M 3,4. Hal ini kemudian memicu tsunami, sekitar 20 menit kemudian, di pantai.

“Kami mendapatkan data, ada tremor dengan kekuatan setara M 3,4 dan episentrumnya berada di Gunung Anak Krakatau,” ujar Dwikorita.

Survei gabungan
Dwikorita mengatakan, survei gabungan yang melibatkan sejumlah lembaga dan pakar kini masih terus dilanjutkan. Salah satunya yang dilakukan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dengan mengkonfirmasi antara data dan citra satelit resolusi tinggi. Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) juga melakukan pantauan udara melalui drone.

“Hari ini kami juga dibantu oleh TNI untuk mendekat ke arah Gunung Anak Krakatau meski terkendala abu vulkanik,” ungkap Dwikorita.

Dalam waktu dekat, sejumlah tim survei bawah laut juga akan diterjunkan untuk memastikan adanya bongkahan longsoran bawah laut. “Harusnya jika terjadi longsor, materialnya tampak di bawah laut. Namun, kami masih menunggu kondisi aman,” ujar Ridwan Djamaluddin.

Kian kompleks
Menurut Ridwan, tsunami yang melanda Selat Sunda membuktikan fenomena bencana di Indonesia semakin kompleks. Oleh karena itu, selain harus memperkuat sisi pengembangan teknologi mitigasi bencana, kesiapsiagaan masyarakat juga wajib ditingkatkan.

“Kalau pun kita belum terlalu berhasil dari sisi teknologi, kalau masyarakat siap siaga, akan banyak mengurangi dampak buruknya,” ujar Ridwan.

Menurut Ridwan, Kemenko Maritim berkomitmen untuk menata kembali kawasan maritim, pariwisata maritim, dan merevitalisasi sistem peringatan dini tsunami di Indonesia. Hal itu wujud dari upaya pemerintah untuk menjaga keselamatan masyarakat dari bencana.

Ketua Indian Ocean Tsunami Information Centre Ardito M Kodijat mengatakan, saat ini kesiapsiagaan masyarakat menjadi hal utama yang harus ditekankan. Sebab, percuma jika ada banyak teknologi pendukung mitigasi bencana tapi masyarakatnya belum sadar terhadap risiko bencana.

“Percuma jika ada waktu sekitar 20 menit bagi masyarakat jika mereka tidak tahu cara evakuasi,” kata Ardito. (FAJAR RAMADHAN)

MOHAMAD FINAL DAENG
Sumber: Kompas, 24 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Berita ini 23 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 2 Oktober 2025 - 16:30 WIB

Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB