Kembangkan Kebun Raya secara Progresif

- Editor

Rabu, 10 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kembangkan Kebun Raya secara Progresif

Tak hanya berperan mengonservasi tumbuhan, kebun raya juga berperan besar mengonservasi air di wilayah sekitarnya. Karena itu, kebun raya perlu dikembangkan di daerah bercurah hujan rendah agar pasokan air di daerah itu meningkat. Dengan demikian, manfaat kebun raya bisa dirasakan langsung masyarakat.

“Kebun raya harus dikembangkan lebih progresif, tak bisa seperti sekarang,” kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Iskandar Zulkarnain saat membuka Seminar Kebun Raya dan Pengelolaan Sumber Daya Air di Bogor, Selasa (9/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hingga 2016, Indonesia mempunyai 33 kebun raya, lima kebun raya dikelola LIPI dan sisanya dimiliki pemerintah daerah. Kebun raya itu tersebar di 21 provinsi dan sebagian besar ada di wilayah barat yang bertanah vulkanik bercurah hujan tinggi.

Semua kebun raya itu mewakili 20 ekoregion dari 47 ekoregion di Indonesia. Ekoregion adalah wilayah geografis yang punya kesamaan ciri iklim, tanah, air, tumbuhan, satwa, serta interaksi manusia dengan alamnya. Di Indonesia timur yang keragaman ekoregionnya tinggi, baru ada satu kebun raya, yaitu di Wamena, Papua.

Manfaat kebun raya dalam mengonservasi air dibuktikan oleh keberadaan Kebun Raya Bogor yang pada 18 Mei nanti genap berumur 200 tahun. Meski dikelilingi berbagai bangunan, kebun flora di tengah kota itu masih memiliki lima mata air. Keberadaan mata air itu membuat pasokan air masyarakat Bogor relatif stabil sepanjang tahun.

“Kebun raya jadi wilayah penyangga yang memasok air bagi wilayah sekitarnya,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati. Karena itu, penting membangun kebun raya di tengah kota, bukan di wilayah hutan yang sulit diakses masyarakat.

Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI Didik Widyatmoko mengatakan, dengan manfaat konservasi air yang tinggi, kebutuhan kebun raya di Jawa sangat besar. Luas areal tutupan hijau di Jawa hanya 7 persen sehingga air banyak terbuang saat musim hujan dan kekurangan saat kemarau. Namun, Jawa hanya punya tujuh kebun raya, 4 di Jawa Barat, 2 di Jawa Tengah, dan 1 di Jawa Timur.

Manfaat kebun raya mengonservasi air itu belum sepenuhnya disadari pemerintah daerah. Kurang berminatnya sebagian pemda membangun kebun raya diduga karena sulitnya menyediakan lahan kebun raya dengan luas memadai serta rendahnya komitmen menyediakan anggaran dan tenaga pengelolanya.

Meski demikian, Didik menargetkan jumlah kebun raya bertambah tiga kebun raya setiap tahun mulai 2017. Pada 2030, diharapkan setiap ekoregion mempunyai minimal satu kebun raya, termasuk ekoregion savana dan padang rumput atau hutan gugur di kepulauan Nusa Tenggara. “Kehadiran kebun raya diharapkan bisa membantu target 30 persen ruang terbuka hijau di setiap daerah,” ujar Didik.

Agar tumbuhan kebun raya di daerah kering dengan curah hujan rendah bisa tumbuh optimal, butuh inovasi teknologi khusus. Inovasi itu berupa penggunaan pupuk bionik, pemakaian sistem penyiraman yang airnya bisa dipakai lagi, hingga pemanfaatan embung-embung yang kini dikembangkan pemerintah di sejumlah daerah.

“Kebun Raya Enrekang adalah bukti wilayah yang delapan tahun lalu berupa alang-alang, kini jadi kawasan hijau yang mampu menyerap air,” katanya. (MZW)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Mei 2017, di halaman 13 dengan judul “Kembangkan Kebun Raya secara Progresif”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB