Kegunaan Uang Elektronik Semakin Variatif

- Editor

Kamis, 11 Juli 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Layanan teknologi finansial di bidang pembayaran terus bertumbuh dan menjadi salah satu subsektor terbesar di industri teknologi keuangan. Para pengembang layanan berusaha menciptakan kategori penggunaan baru yang semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari warga.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Niki Luhur, di sela-sela diskusi “Innovative Solutions To Digitize MSMEs”, Selasa (9/7/2019), di Jakarta, mengatakan hal tersebut.

KOMPAS/PRIYOMBODO–Tanda menerima pembayaran dari sejumlah uang elektronik menghiasi gerai minuman di pusat perbelanjaan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (22/6/2019). Kepraktisan dan iming-iming imbal tunai serta semakin banyak usaha yang memanfaatkan pembayaran dari uang elektronik ini menjadikan penggunaannya semakin luas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Perusahaan rintisan bidang teknologi finansial (tekfin) bidang pembayaran, khususnya uang elektronik, menciptakan use case baru yang semakin mikro. Mikro yang dimaksud ini adalah transaksi sehari-hari yang dulunya sarat pembayaran tunai. Jadi, use case bukan hanya membayar jasa transportasi daring, melainkan belanja ritel, e-dagang, pengiriman, sampai wisata,” ujar dia.

Dengan semakin variatifnya kategori penggunaan uang elektronik, konsumen sekaligus mitra perusahaan dan pedagang diuntungkan. Konsumen mempunyai opsi alternatif pembayaran nontunai yang lebih efisien. Sementara mitra perusahaan ataupun pedagang jadi lebih mudah meningkatkan lalu lintas dan perekaman transaksi bisnis.

Menurut Niki, kolaborasi antarperusahaan tekfin pembayaran akan membuat industri bergerak efisien, terutama pembangunan infrastruktur. Aftech menyambut positif upaya Bank Indonesia yang terus mendorong interoperabilitas di antara pelaku tekfin pembayaran. Misalnya, kode cepat pembayaran terintegrasi (QRIS).

–sumber : Bank Indonesia

Mengutip data Bank Indonesia (BI), saat ini, terdapat sekitar 38 perusahaan yang memegang izin terbit uang elektronik. Latar belakang sektor industri mereka beragam, antara lain perbankan, operator telekomunikasi, tekfin, dan perdagangan secara elektronik atau e-dagang.

Sesuai pasal 9 Peraturan BI No 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial dan pasal 8 ayat (1) Peraturan Anggota Dewan Gubernur No 19/15/PADG/ 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian Informasi, dan Pemantauan Penyelenggaraan Teknologi Finansial, terdapat 58 perusahaan tekfin. Mereka datang dari bermacam-macam latar belakang, seperti penyelenggara sistem pembayaran, pendukung pasar, dan penunjang.

Berdasarkan data BI, volume dan nilai transaksi uang elektronik selalu mengalami kenaikan. Sebagai gambaran, pada tahun 2016, volume transaksi tercatat 683,13 juta dengan total nilai Rp 7,063 triliun. Setahun berikutnya, volume transaksi naik menjadi 943,31 juta dengan nilai Rp 12,37 triliun.

Pada tahun 2018, volume transaksi uang elektronik meningkat menjadi 2,92 miliar dengan nilai sebesar Rp 47,19 triliun. Adapun Januari – Mei 2019, volume transaksi tercatat sekitar 1,86 miliar dengan nilai sekitar Rp 44,08 triliun.

KOMPAS/PRIYOMBODO–Suasana di kantor LinkAja di kawasan Sudirman Central Bussines District (SCBD), Jakarta, Kamis (11/4/2019). LinkAja LinkAja adalah penggabungan pengelolaan uang elektronik berbasis server yang dikeluarkan sejumlah perusahaan BUMN. Uang elektronik berbasis server berpeluang besar untuk dikembangkan sejalan dengan penetrasi telepon seluler pintar di Indonesia.

Assistant Director Financial Technology Office Payment Systems Policy and Supervision Department BI, Yosamartha, menyebut sekitar 40 persen transaksi uang elektronik sekarang datang dari mobile atau uang elektronik berbasis server. Kondisi ini diperkirakan terus berlanjut.

“Kami menyadari bahwa pembayaran digital sebagai hal yang pasti terjadi. Pangsa pasarnya, khususnya uang elektronik dari perusahaan tekfin, mengalami pertumbuhan pesat dibanding uang yang dikembangkan pelaku sektor industri lain,” ujar dia.

Sehari sebelumnya, PT Go-Jek Indonesia (Go-Jek) mengumumkan kerja sama strategis dengan PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Kerja sama itu memungkinkan dompet elektronik yang dikelola Finarya, yaitu LinkAja, bisa dipakai sebagai opsi pembayaran nontunai di platform Go-Jek. Selama ini, opsi transaksi nontunai di platform Go-Jek hanya ada Go-Pay, uang elektronik yang dikembangkan Go-Jek.

Yosamartha, yang dikonfirmasi, memandang, kolaborasi positif kedua perusahaan bisa memudahkan transaksi sehari-hari konsumen. Regulator seperti BI akan selalu mendukung apabila kolaborasi mengikuti rambu-rambu peraturan.

CEO Finarya Danu Wicaksana, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, selain melayani pelanggan di kota besar, LinkAja juga selalu mencoba untuk meningkatkan penetrasi transaksi nontunai, terutama kepada masyarakat underbanked dan unbankable.

“Tantangan penetrasi adalah pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Ditambah lagi, penerbit uang elektronik harus menyediakan produk yang mudah dimengerti dan sesuai kebutuhan mereka,” kata dia.

Menurut Danu, industri tekfin pembayaran masih mempunyai peluang pertumbuhan yang besar. Alasannya, mengutip data Bank Dunia, lebih dari 75 persen transaksi terjadi secara tunai dan 25 persen nontunai. Dari persentase transaksi nontunai ini, porsi pemakaian uang elektronik masih di bawah 15 persen.

Jumlah pengguna LinkAja yang sekarang terdaftar mencapai sekitar 23 juta. Targetnya terjadi kenaikan jumlah pengguna sampai menjadi 40 juta pada akhir 2019.

Dia mengemukakan, di aplikasi LinkAja terdapat sekitar delapan kategori penggunaan transaksi, antara lain bayar tagihan, jasa transportasi umum, serta ritel. LinkAja berkomitmen menghadirkan kategori penggunaan lebih variatif menyesuaikan dengan perjalanan aktivitas sehari-hari manusia.

Tren semakin tinggi adopsi ponsel pintar akan mempengaruhi kebiasaan masyarakat bertransaksi nontunai dengan uang elektronik. Hingga sekarang, kata Danu, LinkAja masih menyediakan fitur bertransaksi dengan kode Unstructured Supplementary Service Data (USSD) bagi pelanggan yang masih memakai ponsel biasa. (MED)–MEDIANA

Editor MUKHAMAD KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 10 Juli 2019
—————————
LinkAja dan Go-Jek Indonesia Berkolaborasi

PT Go-Jek Indonesia dan PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya mengumumkan kerja sama strategis layanan teknologi finansial untuk pembayaran, Senin (8/7/2019), di Jakarta. Melalui kerja sama strategis ini, produk dompet elektronik LinkAja yang dimiliki Finarya hadir di platform Go-Jek.

Kehadiran LinkAja akan melengkapi opsi pembayaran nontunai yang sebelumnya dimiliki Go-Jek, yaitu dompet elektronik Go-Pay. Menurut rencana, dompet elektronik LinkAja akan tersedia di platform Go-Jek dalam waktu dekat.

Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata mengatakan, kedua perusahaan memiliki semangat yang sama, yaitu akselerasi gerakan nasional nontunai kepada masyarakat Indonesia. Kolaborasi Go-Pay dan LinkAja diyakini bisa mempercepat adopsi nontunai, terutama bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan jasa keuangan formal.

”Kami bisa maju bersama mengedukasi seluruh masyarakat Indonesia yang masih bergantung uang tunai mengenai manfaat dan potensi nontunai,” ujar Budi.

CEO Finarya Danu Wicaksana menyampaikan, dengan membawa moto ”Dari Indonesia untuk Indonesia”, pihaknya berharap LinkAja dapat memberikan akses layanan keuangan yang lebih efisien kepada seluruh lapisan masyarakat. Bersama Go-Pay, LinkAja diharapkan mampu membantu meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia hingga 75 persen pada akhir 2019.

Mengutip laporan keterbukaan informasi perjanjian penyetoran saham bersyarat oleh investor di Bursa Efek Indonesia, Senin (1/7/2019), pada 21 Januari 2019, Finarya didirikan oleh Telkomsel yang 65 persen sahamnya dimiliki Telkom Indonesia. Pada 22 Februari 2019, Telkomsel menyetorkan modal nontunai.

LinkAja diproyeksikan menjadi ikon teknologi finansial nasional. Penyetoran saham baru akan dilakukan dalam tiga tahap, tahap ketiga paling lambat 31 Desember 2019. Investor yang menyetor adalah Telkomsel, Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, Pertamina, dan BUMN lain.

Dalam laporan riset Morgan Stanley, ”Disruption Decoded, Indonesia Banks: Fintech Continues to Lead Digital Payment” (Februari 2019), sekitar 20 persen dari 1.582 responden mengatakan lebih memilih dompet elektronik dari perusahaan teknologi finansial dibandingkan dengan milik perbankan, operator telekomunikasi, dan perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Pemakaian tertinggi untuk transportasi, pesan makanan daring, dan isi ulang.–MEDIANA

Sumber: Kompas, 9 Juli 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif
Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB
Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Senin, 1 April 2024 - 11:07 WIB

Baru 24 Tahun, Maya Nabila Sudah Raih Gelar Doktor dari ITB

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Berita Terbaru