Berbagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, akan diuji akhir Februari 2015. Saat itu diprediksi potensi kebakaran hutan meningkat seiring dengan berkurangnya intensitas hujan.
”Ada potensi kebakaran hutan dan lahan akhir Februari 2015. Tidak boleh ada kebakaran hutan dan lahan besar,” kata Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kamis (8/1), di Jakarta, saat memimpin rapat kerja upaya pencegahan karhutla 2015.
Rapat diikuti Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman; Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Suhardi Alius; Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta, Azwar Maás; dan perwakilan 56 perusahaan kehutanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Siti Nurbaya mengatakan, 99 persen kebakaran hutan disebabkan ulah manusia. Oleh karena itu, kebakaran hutan bisa dicegah tanpa terulang rutin selama 17 tahun terakhir.
Kebakaran hutan pada 2014 terjadi pada periode Februari-Maret dan Juni-Oktober. Kebakaran menimbulkan protes dari negara tetangga.
Kebakaran terjadi di lahan hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit. Dalam rapat disebutkan, pendapatan dari sektor kehutanan di Riau sebesar Rp 300 miliar tak sebanding dengan biaya pemadaman dan kerugian yang mencapai Rp 1,2 triliun.
Pelaksana Tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi mengatakan, pihaknya berupaya mencegah kebakaran dengan melibatkan masyarakat untuk menyekat kanal. Hal itu menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo saat blusukan ke Riau, 27 November 2014.
Selain itu, pihaknya juga sedang menindaklanjuti rekomendasi hasil Audit Kepatuhan
yang dilakukan UKP4 dan BP-REDD+ serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beberapa waktu lalu. Rekomendasi itu di antaranya memberikan pendampingan kepada bupati dan perusahaan untuk mematuhi setiap regulasi/persyaratan pengendalian kebakaran/hutan.
Kepala Bareskrim Komjen Suhardi Alius sepakat agar diutamakan pencegahan kebakaran. ”Konsep sudah bagus, mari lihat implementasinya. Di lapangan, pengawasan dan kontrol, termasuk oleh pemda, tidak ada,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar para pengusaha mulai serius dalam mematuhi regulasi dan mencegah kebakaran di konsesi masing-masing. ”Kami akan jalankan penegakan hukum multidoor. Satu tindak kejahatan, menggunakan beberapa undang-undang, termasuk UU Tindak Pidana Pencucian Uang,” katanya.
Selain itu, kepolisian pun akan menuntut pertanggungjawaban secara korporasi. Selama ini polisi baru mengenakan sanksi korporasi pada kasus kebakaran hutan PT Adei Plantation yang telah divonis pengadilan.
”Konsekuensi ke depan sangat berat. Perusahaan jangan berorientasi pada duit saja. Negara ini punya anak-cucu, jujur saja sama lingkungan,” kata Suhardi.
Sementara itu, Azwar Maás menjelaskan, pengeringan gambut dengan drainase berlebihan sangat menguras air. Kondisi kering membuat gambut mudah terbakar.
Perlindungan hidrologis gambut, tanpa batasan administrasi/konsesi, harus dilakukan untuk mencegah kebakaran. Ia juga merekomendasikan penutupan kanal pembatas yang telanjur dibuat.
Terkait itu, Siti Nurbaya menekankan agar pelaku usaha aktif membuat sekat kanal. ”Kerapatan dan lebar kanal juga perlu diatur. Kubah gambut tidak boleh sama sekali tertoreh kanal,” katanya. (ICH)
Sumber: Kompas, 9 Januari 2015