Jepang Gunakan Terapi Kanker Ciptaan Warsito

- Editor

Senin, 6 Oktober 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Saisei Mirai Clinics di Jepang dikabarkan akan menggunakan alat terapi kanker buatan peneliti Indonesia, Warsito Purwo Taruno, untuk penanganan pasien di Tokyo, Osaka, Kyoto, dan Keihan.

Alat yang dinamai ECCT (Electrical Capacitive Cancer Treatment) itu dikembangkan di CTech Labs di Tangerang sejak tahun 2010. Prinsip alat itu memberikan medan listrik statis dari luar terhadap tubuh pasien yang mengidap kanker. Medan listrik membuat sifat kelistrikan sel kanker, yang meningkat tinggi saat sel membelah diri, terganggu sehingga sel kanker gagal membelah dan mati. Selama ini, terapi kanker umumnya dilakukan melalui pembedahan dan kemoterapi serta radiasi. Kerja sama dengan Saisei Mirai Clinics itu juga mencakup riset, edukasi, dan pengembangan produk serta penyebaran pengetahuan penyembuhan kanker dengan teknik tersebut. Jumat lalu, Warsito berharap ketergantungan pada peralatan impor dalam pengobatan kanker dapat dikurangi melalui pengembangan produk inovasi di pusat riset di Indonesia. Saat ini, pasar produk alat kesehatan di Indonesia sekitar Rp 4 triliun per tahun dan 95 persen di antaranya merupakan produk impor. (*/YUN)
————————
Kima Efisiensikan Sinar Matahari
Siapa sangka warna-warni permukaan tubuh kima (Tridacna sp) ternyata menyimpan fungsi ”pemantul” cahaya matahari yang sangat efisien. Pantulan cahaya itu bergelombang biru dan merah dengan sudut datang dan kekuatan yang pas dibutuhkan ganggang berfotosintesis. Itu simpulan penelitian para pakar di University of Pennsylvania, University of California, dan NASA di Amerika Serikat yang mengamati serta mengkaji secara molekuler dan fisika tubuh luar moluska bercangkang dua raksasa itu. Penelitian dipublikasikan pada Journal of the Royal Society Interface dan dikutip Sciencedaily, 2 Oktober 2014. Ketertarikan para peneliti pada kima atau keong laut raksasa didasarkan anggapan umum setiap warna-warni tubuh makhluk hidup, terutama di laut, punya fungsi berbeda-beda. Misalnya, warna-warni pada karang atau gurita yang berfungsi menarik perhatian pasangan/kawin dan berkamuflase. ”Kima tidak melakukan itu semua,” kata Alison Sweeney, asisten profesor pada Departemen Fisika dan Astronomi University of Pennsylvania. Singkatnya, hasil penelitian mereka menunjukkan, kima menggunakan struktur dalam tubuhnya untuk berkembang, beroperasi sangat efisien, dan menjadi rumah kaca hidup yang ditumbuhi alga simbiotik penyuplai pakan. Para pakar memprediksi pemahaman akan sistem kima itu bisa berdampak pada penelitian energi alternatif, membuka jalan bagi jenis baru panel surya atau reaktor biofuel. (Sciencedaily/ICH)

SUmber: Kompas, 6 oktober 2014

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB