Riset agar Kian Efektif bagi Semua Jenis Kanker
Terapi kanker dengan imunoterapi merupakan terobosan medis yang menjanjikan bagi pasien kanker yang berkembang pesat dalam satu dekade terakhir. Terapi itu diyakini akan menjadi terapi masa depan karena hasilnya terbukti aman dan efektif.
Di sela-sela seminar ilmiah berseri Dr Boenjamin Setiawan Distinguished Lecture Series (DBSDLS) 2017 di Jakarta, Sabtu (4/11), Ketua Yayasan Kanker Indonesia Prof Aru Sudoyo mengatakan, riset dan pengembangan terapi dengan metode imunoterapi baru berkembang satu dekade terakhir. Imunoterapi jadi terapi paling mutakhir bagi kanker setelah terapi target.
Selama ini penanganan kanker dilakukan dengan menghancurkan langsung kanker di tubuh pasien. Caranya beragam, mulai dari operasi, kemoterapi, hingga radiasi. Ilmu pengetahuan bidang kedokteran berkembang sampai muncul cara lain menangani kanker, seperti terapi target dan yang terakhir ialah imunoterapi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prinsipnya, imunoterapi adalah cara menghancurkan sel kanker dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh pasien itu sendiri. Caranya bisa dilakukan melalui obat dan darah. “Imunoterapi 10 tahun terakhir ini mulai berkembang. Di luar negeri pun aplikasi imunoterapi baru lima tahun terakhir dimulai. Di Indonesia juga baru mulai, yakni obat pembrolizumab,” kata Aru.
Pembrolizumab adalah obat kanker paru stadium lanjut. Obat itu mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak Juni 2017.
Cara konvensional
Menurut Direktur Stem Cell and Cancer Institute yang juga Ketua Umum DBSDLS 2017 Sandy Qlintang, imunoterapi akan jadi dasar terapi masa depan menggantikan obat dan terapi konvensional. Mayoritas terapi kanker saat ini dengan cara konvensional, langsung membunuh sel kanker. Terapi ini efektif membunuh sel kanker, tapi efek sampingnya masih jadi kendala.
Terapi kanker dengan metode imunoterapi menjanjikan. Terapi itu dilakukan dengan memanfaatkan spesifitas, kapasitas memori, dan sel-sel kekebalan tubuh demi mengenali sel target sehingga lebih aman, efektif, dan berefek bagus dalam jangka panjang untuk semua jenis kanker.
Sejumlah produk hasil terapi imunoterapi bagi kanker telah dihasilkan dan lolos uji klinis dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat. Salah satunya adalah monoklonal antibodi pada molekul immune checkpoint inhibitor. Selain itu, ada sejumlah terapi imunoterapi berbasis sel.
Prof Soo Khee Chee dari National Cancer Center Singapura menambahkan, dari perspektif ahli bedah, imunoterapi sebaiknya sebagai terapi tambahan atau diaplikasikan pada pasien kanker stadium awal. Itu meningkatkan angka keberhasilan pengobatan.
Acara DBSDLS menghadirkan sejumlah pakar imunoterapi, di antaranya Prof Malcolm K Brenner dari Baylor College of Medicine, Texas, AS, yang menjelaskan rekayasa genetika mengatasi kanker. Prof Stephen J Russell dari Mayo Clinic, Rochester, Minnesota, AS, memaparkan riset imunoterapi dengan virus hasil rekayasa. (ADH)
Sumber: Kompas, 6 November 2017