Hubungan antara keanekaragaman epelitik dengan kualitas air Sungai Tapak Semarang

- Editor

Jumat, 6 Agustus 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sungai Tapak mengalir di sepanjang wilayah industri Tapak, Kecamatan Tugu, Kotamadya Semarang. Berbagai biota menyusun komunitas yang ada di sungai tersebut, salah satunya adalah organisme epilitik (epilithic). Epilitik adalah organisme perifiton yang hidup pada permukaan batuan (Bold H.C. and M.J. Wynne, 1978), sedangkan menurut Ravera, O. (1978) perifiton adalah komunitas mikroorganisme yang hidup di bawah permukaan air dan melekat pada batuan, ranting tanah, organisme lain. Perifiton meliputi antara lain: Zooglea, Protozoa, dan Mikro Algae.

Struktur suatu komunitas dikharakteristikkan dengan adanya variasi dari spesies penyusunnya. Ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan akan mempengaruhi keberadaan organisme perairan termasuk epilitik, baik pada jenis, kemelimpahan, maupun keanekaragaman spesies pendukungnya (Kreb, 1978), menurut Odum (1996) nilai keanekaragaman suatu organisme dipengaruhi oleh faktor fisik kimia lingkungan, keanekaragaman jenis cenderung akan rendah dalam ekosistem yang dikendalikan oleh faktor fisik kimia lingkungan, dan cenderung meningkat jika ekosistem dikendalikan secara biologi. Berdasarkan hal tersebut di atas maka diadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan keanekaragaman epilitik di Sungai Tapak?, apakah ada perbedaan kualitas perairan di Sungat Tapak?, dan apakah ada hubungan antara nilai keanekaragaman epilitik dengan kualitas air di perairan Sungai Tapak?.

Sungai Tapak di Kecamatan Tugu Kota Semarang berwarna hitam

Metode penelitian
Dari penelitian pendahuluan diketahui adanya 10 industri yang berada di sekitar Sungai Tapak. Kemudian ditentukan (lima) titik/stasiun pengambilan contoh secara sistematik, mulai dari sumber Sungai Tapak (Taman Lele) sampai dengan muara sebagai sampel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada setiap lokasi sampling diambil cuplikan epilitik secara acak (random) pada tepi kiri sungai, tengah, dan kanan sungai (US. Department of Commerce NTSI, 1982). Pengambilan epilitik di setiap stasiun dilakukan dengan ulangan sebanyak tiga kali dengan selang waktu satu bulan sekali.

Ukuran cuplikan epilitik seluas 5 x 5 cm. Epilitik diambil dengan cara dikerok dengan hati-hati dari substansi batu kemudian dimasukkan ke daiam botol sampel berisi akuades 100 ml, ditambah beberapa tetes formalin 10 persen. Cuplikan air diambil dengan menggunakan botol cuplikan yang berukuran 125 ml, 250 ml, dan 2 lt.

Parameter fisik kimia dianalisis di lapangan dan di laboratorium. Sejumlah 25 parameter kualitas air diukur berdasarkan buku Standar Nasional Indonesia: Pengujian Kualitas Air Sumber dan Limbah Cair, Direktorat Pengolah-an Data Badan Pengendali Dampak Lingkungan (1994).

Analisis kuantitatif epilitik diambil sub-sampel 1 ml dari sampel dan diteteskan ke dalam Sedgewick Rafter Counting Cell, diamati di bawah mikroskop dan dilakukan pengamatan secara acak sebanyak ‘n’ kotak. Dicatat jenis dan jumlah individunya.

Analisis statistika komunitas epilitik dan kualitas air dilaksanakan dengan menggunakan (a) analisis Vairansi dan Uji Beda Nyata Terkecil (LSD) dalam menentukan perbedaan nilai indeks keanekaragaman dan indeks pemerataan serta nilai parameter fisik kimia lingkungan (Snedecor & Cochran, 1980), (b) Dalam analisis hubungan antara kualitas air dan komunitas epilitik digunakan modal analisis regresi linier berganda (Steel & Torne, 1987: Ludwig & Reynolds, 1988).

Hasil dan pembahasan
Dari hasil penelitian didapatkan organisme epilitik terdiri dari Cyanophyta, Cholophyta, Chrysophyta, Euglenophyta, Cilliata, Rhizopoda, dan Rotatoria. Organisme epilitik yang ditemukan di perairan Sungai Tapak sebanyak 58 spesies.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan komposisi jenis organisme epilitik yang hidup di lima lokasi pengambilan contoh, terutama untuk nilai indeks keanekaragaman (H) dan indeks pemerataan (e). Dilihat dari nilai indeks pemerataan stasiun 1, 4, dan 5 mempunyai nilai yang lebih baik dibanding stasiun 2 dan stasiun 3. Hal ini sesuai dengan kharakteristik dari staisun pengambilan sampel, untuk stasi-un 1, 4, dan 5 dalam kondisi tercemar ringan.

Hal tersebut karena stasiun 1 merupakan daerah hulu dan stasiun 4 merupakan daerah perairan yang sudah mengalami perbaikan (recovery) serta stasiun 5 merupakan daerah muara. Stasiun 2 dan stasiun 3 dalam kondisi tercemar sedang karena di daerah perairan tersebut merupakan perairan penerima limbah dari kawasan tersebut. Berdasarkan hasil analisis variansi untuk nilai indeks keanekaragaman dan indeks pemerataan ternyata berbeda sangat nyata antar stasiun pengambilan contoh.

Setelah dilanjutkan dengan analisis dengan uji beda nyata terkecil untuk nilai keanekaragaman pada stasiun 1, 4, dan 5 tidak berbeda nyata, untuk stasiun 2 dan 3 berbeda nyata, sedangkan stasiun 1, 4, dan 5 berbeda nyata dengan stasiun 2 dan 3. Nilai indeks pemerataan (e) stasiun 1 dan 5 tidak berbeda nyata, stasiun 2, 3, dan 4 tidak berbeda nyata, sedangkan stasiun 1 dan 5 berbeda nyata dengan stasiun 2, 3, dan 4. Dengan demikian berarti bahwa ada perbedaan nilai indeks keanekaragaman serta indeks pemerataan di perairan Sungai Tapak.

Kualitas air
Hasil analisis dari 25 macam parameter fisik kimia perairan suhu, zat padat terlarut, DHL, ke-cerahan, kecepatan arus, salinitas, minyak, COD, SAR, Phenol, BOD, DO, pH, Fe, Zn, Pb, Mn, Cr, Ni, Cu, Cd, H2S, NO2, N, NO3-N, dan NH3-N memiliki nilai yang bervariasi.

Dari 25 parameter tersebut di atas setelah di-analisis dengan analisis variansi, ada 12 parameter fisika kimia yang berbeda nyata antar stasiun pengambilan contoh, yaitu: suhu, pH, Fe, NH3-IT,710, COD, SAR, zat padat terlarut, DHL, kecerahan, kecepatan arus, dan salinitas. Dengan demikian ditinjau dari 12 parameter fisik kimia perairan dapat ditunjukkan bahwa ada perbedaan kualitas perairan sungai Tapak mulai hulu sungai sampai ke hilir.

Hubungan antara komunitas epilitik dan faktor fisik kimia dianalisis dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda antara nilai indeks keanekaragaman dan indeks pemerataan dengan 12 parameter fisik kimia (Ludwig J.A. and J.F. Reynolds, 1988 dan Steel &Torrie, 1987). Dari hasil analisis tersebut dapat ditunjukkan adanya hubungan antara faktor fisik kimia perairan sungai Tapak dengan nilai indeks keanekaragaman dan indeks pemerataan dan epilitik, yang berarti bahwa parameter kualitas air di sungai Tapak merupakan faktor pembatas dari kehidupan epilitik di perairan tersebut (Kovacs, 1992).

Berdasarkan nilai dari indeks keanekaragaman yang rendah (kurang dari 2) serta adanya hubungan yang erat antara nilai indeks keanekaragaman dengan parameter kualitas air menunjukkan bahwa sungai Tapak dalam kondisi tercemar (Odum, 1996).

Kesimpulan dan saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Terdapat perbedaan nilai indeks keanekaragaman dan nilai indeks pemerataan epilitik di perairan sungai Tapak.
  2. Terdapat perbedaan kualitas air dari hulu sungai sampai hilir sungai Tapak, yaitu meliputi 12 parameter: suhu, kepadatan terlarut, kecepatan aurs, kecerahan. DHL, pH, Fe, NH3-N, DO, COD, SAR, dan salinitas.
  3. Terdapat hubungan antara nilai indeks keanekaragaman dan indeks pemerataan dari epilitik dengan parameter kualitas air di sungai Tapak yang berarti parameter kualitas air sebagai faktor pembatas kehidupan dari komunitas epilitik. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman organisme epilitik dengan parameter kualitas air pada berbagai macam ekosistem sungai.

(Nanik Heru Suprapti, Staf Pengajar Fakultas MIPA Undip)

Sumber: Suara Merdeka, 2 Januari 1998

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Melayang di Atas Janji: Kronik Teknologi Kereta Cepat Magnetik dan Pelajaran bagi Indonesia
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 42 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 14 Juli 2025 - 16:21 WIB

Mengalirkan Terang dari Gunung: Kisah Turbin Air dan Mikrohidro yang Menyalakan Indonesia

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB