Fenomena Alam; Suara Aneh Membingungkan

- Editor

Rabu, 3 Juni 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sepekan terakhir, berbagai media daring mewartakan terdengarnya suara-suara aneh di sejumlah negara. Jenis suara itu beraneka ragam, mulai dari mirip dengung, desis, deru, hingga suara terompet. Berbagai hipotesis untuk menjelaskan asal-usul suara itu pun muncul, baik yang menggunakan pendekatan ilmiah, agama, maupun dugaan-dugaan asal “nyambung”.

Selama ini, berbagai suara aneh, berfrekuensi rendah, dan tidak jelas asal-usulnya disebut sebagai dengungan atau hum. Berdasarkan data The World Hum Map and Database, lebih dari 4.000 orang melaporkan mendengar suara-suara aneh pada berbagai waktu. Mereka tersebar di seluruh dunia, tetapi laporan terbanyak berasal dari Amerika dan Eropa.

Kasus terakhir yang memicu diskusi panjang di Indonesia terjadi di Jerman yang diunggah di jejaring berbagi video Youtuber pada 4 April 2015. Dalam video itu, terdengar suara desis yang lemah beberapa kali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski laporan munculnya suara-suara aneh itu sudah terjadi sejak lama, sumber asal suara itu tetaplah misteri hingga kini. Belum ada ilmuwan yang bisa menjelaskan secara pasti apa sebenarnya sumber suara-suara itu.

Kondisi terjadi karena suara-suara aneh itu sangat jarang terjadi. Suara itu juga tidak didengar oleh semua penduduk di daerah yang dilaporkan mendengar dengungan. Akibatnya, proses pembuktian ilmiah dan penelitiannya sulit dilakukan.

Di Indonesia, sebagian orang mengaitkan suara itu dengan suara sangkakala atau terompet yang dalam sejumlah keyakinan menjadi penanda datangnya hari kiamat. Itu lalu dikaitkan dengan model pembentukan alam semesta menurut skala waktu berdasar teori Big Bang yang kebetulan bentuknya mirip terompet. Padahal, model pembentukan alam semesta itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan bunyi terompet.

“Sumber suara-suara aneh itu pasti dari Bumi, bukan antariksa,” kata dosen astronomi Institut Teknologi Bandung, Ferry M Simatupang, Rabu (27/5).

Suara merupakan gelombang yang dihasilkan dari getaran sebuah benda. Untuk dapat didengar manusia, suara harus memiliki frekuensi antara 20-20.000 hertz (Hz). Selain itu, sebagai gelombang mekanik, suara butuh medium untuk merambatkan gelombangnya.

“Di antariksa hampa udara, jadi tidak ada medium yang bisa digunakan untuk perambatan gelombang suara,” katanya.

Di sejumlah situs sains ataupun Youtube, banyak terdapat video menyebut sebagai suara-suara dari antariksa yang dipancarkan planet, Matahari, atau obyek antariksa lain. Namun, yang disebut “suara dari antariksa” itu sejatinya terjemahan gelombang radio yang dipancarkan benda-benda di antariksa menjadi gelombang suara, bukan suara asli benda.

Gelombang radio termasuk gelombang elektromagnetik yang tidak butuh medium untuk perambatan gelombangnya. Gelombang ini tidak bisa didengar, tetapi bisa dideteksi dengan sensor tertentu.

Dari Bumi
Karena tidak mungkin berasal dari antariksa, sumber suara-suara aneh itu dipastikan berasal dari Bumi. Persoalannya, dari bagian Bumi mana suara-suara itu muncul?

070a4cd4006f411f8294f7147e308a8aSalah satu yang berpotensi menghasilkan bunyi adalah kerak Bumi. Sejak lama diketahui, suara-suara aneh terkadang muncul bersamaan dengan terjadinya gempa Bumi, seperti gempa Yogyakarta 2006 dan gempa Aceh 2004. “Suara-suara itu berasal dari pergerakan lempeng Bumi,” kata Guru Besar Geofisika Universitas Gadjah Mada Kirbani.

Gerakan dan tabrakan lempeng Bumi akan menimbulkan gelombang seismik. Gelombang yang berfrekuensi rendah akan ditangkap seismometer sehingga bisa ditentukan titik terjadinya gempa, sedangkan gelombang yang berfrekuensi tinggi bisa ditangkap telinga manusia.

“Namun, sifat suara dari gelombang seismik biasanya lokal, mudah teredam,” tambahnya.

Suara aneh juga sering terdengar menyertai meningkatnya aktivitas gunung api, seperti letusan Gunung Krakatau pada 1996 dan Gunung Merapi pada 2010. Gerakan magma di saluran kepundan bisa menimbulkan turbulensi udara yang menimbulkan suara-suara mirip mesin jet pesawat.

Tahun 1990-an, para ahli seismologi menemukan, Bumi juga terus bergetar pada frekuensi sangat rendah meski tak terjadi gempa. Gelombang mikroseismik yang sangat rendah frekuensinya itu dari aktivitas di bawah muka Bumi, tetapi tak bisa dirasakan di permukaan Bumi.

Salah satu sumber gelombang mikroseismik itu gerakan gelombang laut. Penelitian Fabrice Ardhuin, ahli oseanografi dari Lembaga Penelitian untuk Eksploitasi Kelautan Perancis (Ifremer) dan rekan dalam jurnal Geophysical Research Letter 16 Februari 2015 menunjukkan, rambatan gelombang laut di dekat dasar laut bisa memicu gelombang seismik.

Temuan itu diharapkan sedikit menjelaskan suara-suara dengungan yang terdengar di laut. Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) mencatat, banyak kasus dengungan di sekitar Antartika pada dekade 1990-an.

Suara dengungan dari lautan itu juga beraneka ragam jenisnya. Tahun 1997, terdengar suara “blup” di lepas pantai Amerika Selatan yang diduga dari retakan gunung es Antartika. Ada pula suara bising aneh pada 1 Maret 1999 di selatan Samudra Pasifik yang diduga akibat gerakan gunung es di dasar laut Antartika.

Selain itu, ada suara mirip peluit yang direkam NOAA pada 1997. Suara itu terdengar cukup lama sebelum melemah dan diduga berasal dari letusan gunung api bawah laut.

Selain oleh aktivitas di bawah permukaan Bumi, dengungan juga tercatat di gurun pasir, hutan, kota besar, dan kawasan pedesaan. Kondisi itu menunjukkan, dengungan bisa terjadi di mana pun, tidak mengenal wilayah yang spesifik. Meskipun demikian, sumber suara dengungan tetap menjadi misteri.

Itu menimbulkan hipotesis lain, mereka yang mendengar suara-suara dengungan itu memiliki gangguan pendengaran yang disebut tinitus. Dugaan ini muncul karena tidak semua orang mendengar suara dengungan itu dan suara itu paling banyak didengar mereka yang berumur lebih dari 40 tahun.

Penderita gangguan tinitus itu biasanya merasa mendengar bunyi-bunyi tertentu meski tidak ada rangsangan bunyi dari luar. Suara yang mereka dengar pun berupa dengungan, deruan, desisan, atau jenis suara lain.

Namun, semua dugaan itu tak bisa menjelaskan pasti sumber suara-suara aneh yang didengar. Bagaimanapun, sains belum mampu menjelaskan semua fenomena di alam yang mahaluas dan kompleks.(LIVESCIENCE-M Zaid Wahyudi)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Mei 2015, di halaman 14 dengan judul “Suara Aneh Membingungkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB