Jumlah titik api di hutan Kalimantan Barat delapan kali lipat dari batas maksimal. Sementara jumlah titik api di Riau 70 persen lebih banyak dari batas maksimal. Saat ini, Kementerian Kehutanan menetapkan 10 provinsi rawan kebakaran hutan.
”Persoalan kebakaran hutan jadi fokus. Kerugiannya besar dan berulang setiap tahun,” kata Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Arief Yuwono pada paparan antisipasi El Nino, di Jakarta, Kamis (12/6). Turut hadir perwakilan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, akademisi, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan).
Pada El Nino tahun 1997, kebakaran hutan mengakibatkan kerugian 674 juta dollar AS hingga 700 juta dollar AS (sekitar Rp 6,7 triliun-Rp 7 triliun) dan asapnya melintasi batas negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun ke-10 provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan, di antaranya Riau, Jambi, Sumut, Sumsel, Sulsel, Kalbar, Kaltim, Kalteng, dan Kalsel.
Di tempat terpisah, seusai rapat pencegahan kebakaran lahan/hutan yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, kemarau panjang telah diantisipasi. ”Kami siaga, terutama di provinsi-provinsi dengan banyak lahan gambut,” ujarnya.
Rapat kemarin menetapkan pembentukan tim yang setiap hari mengawasi lahan-lahan mudah terbakar. Tim itu di bawah Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
”Dampak El Nino mungkin terasa Agustus, September, dan seterusnya. Seberapa parah? Tergantung kekuatannya,” kata Deputi Kepala BMKG Bidang Klimatologi Widada Sulistya.
Kekuatan El Nino tahun ini diperkirakan lemah sampai dengan sedang. Setidaknya tak seperti El Nino tahun 1997.
Dalam rapat, Boediono menyampaikan risiko kebakaran lahan sangat besar. Oleh karena itu, ia meminta antisipasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah dampak buruk yang lebih luas. (ISW/ATO)
Sumber: Kompas, 13 Juni 2014