Riset gelombang internal di Indonesia masih jarang dilakukan. Ekspedisi Indonesia Timur mengungkap keberadaannya di perairan Maluku.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI mengungkap titik-titik aktif gelombang internal bawah laut di sepanjang perairan yang dilewati dalam Ekspedisi Indonesia Timur 2021. Selain itu, ekspedisi tersebut juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat dinamika dan interaksi laut atmosfer serta ekosistem ekstrem di laut dalam.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Adi Purwandana mengemukakan, perairan Indonesia timur merupakan surga bagi pembangkitan gelombang internal bawah laut (internal wave). Hal ini karena hasil temuan awal dalam Ekspedisi Indonesia Timur 2021 mengungkap terjadi percampuran (mixing) massa air yang kuat di pintasan timur arus lintas Indonesia atau Indonesian throughflow (ITF), terutama di Laut Maluku dan Celah Lifamatola.
Di Selat Lifamatola dan Laut Halmahera, peneliti menemukan embrio gelombang soliter internal dengan amplitudo sekitar 50 meter dan dapat membesar ketika merambat. Gelombang-gelombang ini tidak akan tampak pada citra satelit dan hanya bisa didapat melalui pengamatan atau observasi langsung di lapangan.
“Observasi mixing dan internal wave di Indonesia masih terbatas, baik dari sisi sarana maupun SDM (sumber daya manusia). Jadi, Ekspedisi Indonesia Timur telah mengawali observasi ini,” ujarnya dalam acara sapa media secara daring, Selasa (30/3/2021).
Adi menyatakan, mempelajari mixing massa air laut sangat penting karena terdapat hubungan antara kondisi laut dan atmosfer. Data yang saling terkait tersebut dapat digunakan untuk melakukan permodelan iklim dengan parameter yang valid, spesifik, dan akurat untuk memprediksi tren iklim di masa depan. Dengan kata lain, data prediksi kondisi laut dan atmosfer juga dapat digunakan untuk antisipasi fenomena ekstrem maupun perubahan iklim.
Selain mengungkap titik aktif gelombang internal di perairan Indonesia, ekspedisi tersebut juga melakukan penelitian transport indonesian seas upwelling and mixing physics (TRIUMPH). Penelitian ini bertujuan untuk melihat dinamika dan interaksi laut atmosfer serta ekosistem ekstrem di laut dalam.
Ketua Tim Ekspedisi Indonesia Timur 2021 Nugroho Dwi Hananto menyampaikan, ekspedisi yang dilakukan selama lebih dari dua bulan ini cukup memberikan keuntungan bagi peneliti dalam mengambil data dan sampel air laut hingga biodiversitas lainnya. Pengambilan sampel ini sangat penting untuk mengetahui kandungan kimia atau sifat lainnya yang terdapat dalam air laut tersebut.
“Yang tidak kalah pentingnya juga adalah pengambilan sampel biota laut dalam yang terkandung di sedimen laut dalam atau yang menempel di buoy. Biota itu akan disimpan dan diteliti lebih lanjut baik dari aspek morfologi, taksonomi, maupun penelitian ke arah yang lebih advance (maju),” ungkapnya.
Nugroho mengakui bahwa melakukan ekpedisi samudra di tengah pandemi menjadi tantangan tersendiri bagi para peneliti. Sebab, peneliti tidak hanya menghadapi gelombang besar tiga hingga empat meter di Samudra Hindia dan Selat Makassar, tetapi juga penyebaran Covid-19 di kapal. Ia pun menegaskan ekspedisi dilakukan dengan prosedur keselamatan dan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Ekspedisi Indonesia Timur 2021 terbagi menjadi tiga tahap. Ekspedisi tahap pertama dilakukan selama 20 hari pelayaran sejak 7-27 Januari 2021, tahap kedua 19 hari (29 Januari-16 Februari), dan tahap ketiga 19 hari (19 Februari-9 Maret). Ekspedisi dilakukan menggunakan kapal riset Baruna Jaya VIII yang dibuat pada 1998 di Norwegia.
Ekspedisi ini juga merupakan kerjasama antara LIPI (Indonesia) dengan lembaga institusi dari China yakni Institute of Oceanology Chinese Academy of Sciences (IOCAS) dan First Institute of Oceanography (FIO) serta University of Maryland, Amerika Serikat. Nantinya LIPI bersama tiga lembaga ini akan melakukan analisis dan pengolahan data serta publikasi bersama hasil ekspedisi tersebut.
Oleh PRADIPTA PANDU
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 31 Maret 2021