Dana Riset Kesehatan Minim

- Editor

Jumat, 8 November 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dana riset kesehatan nasional dinilai masih minim. Padahal, teknologi merupakan kunci penting jika suatu negara ingin maju, termasuk dalam pelayanan kesehatan.

Hal itu disampaikan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK Untar) Bambang Sutrisna seusai seminar terapi sel ”Increasing Quality of Life Through Cell Therapy (Meningkatkan Kualitas Hidup Melalui Terapi Sel)”, di Jakarta, Kamis (7/11). Acara itu diselenggarakan FK Untar bekerja sama dengan Stem Cell and Cancer Institute Kalbe Farma.

Menurut Bambang, riset kesehatan sangat penting untuk menghadapi sejumlah masalah kesehatan yang terus meningkat, termasuk meningkatnya penyakit tidak menular yang meliputi gangguan jantung, kanker, dan stroke. ”Untuk mengatasi permasalahan itu, kita harus menguasai teknologi. Salah satu caranya dengan meningkatkan riset kesehatan nasional,” ujar Guru Besar Ilmu Epidemiologi itu.

Namun, perhatian pemerintah pada riset ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) masih minim. Catatan Kompas, anggaran riset iptek Indonesia menurun 0,92 persen dalam 30 tahun. Tahun 1983, anggaran riset sekitar 1 persen dari produk domestik bruto (PDB), sekarang menjadi 0,08 persen PDB. Rata-rata anggaran riset iptek negara Asia lain, semisal China, Jepang, dan Korea Selatan, sekitar 2 persen PDB.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apabila pemerintah tidak melakukan terobosan, kata Bambang, Indonesia akan semakin tertinggal dalam penguasaan teknologi, terutama bidang kesehatan.

Di dunia, riset sel punca berkembang tahun 1998. Di Indonesia baru dilakukan sekitar tahun 2005. ”Kalau pemerintah tidak memberikan perhatian serius, negara kita akan semakin tertinggal dan terus menjadi pengikut,” ujar Bambang.

Hal senada dinyatakan pendiri Kalbe Group, Boenjamin Setiawan. Menurut dia, penguasaan teknologi, termasuk sel punca, sangat bermanfaat bagi Indonesia. Melalui kemampuan berdiferensiasi menjadi bermacam sel, sel punca berpotensi untuk meregenerasi sel rusak dalam berbagai macam penyakit degeneratif, kerusakan organ tubuh akibat kecelakaan, dan keperluan kosmetik.

”Kalau kita menguasai teknologinya, masyarakat Indonesia tidak perlu lagi berobat ke luar negeri. Hal itu sangat menguntungkan bagi dunia kesehatan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Boenjamin. (DRI)

Sumber: Kompas, 8 November 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB