Bulan Mini 2020 CD3 Lepas dari Orbit Bumi

- Editor

Senin, 23 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Untuk waktu singkat, Bumi memiliki dua satelit alami, yaitu Bulan dan batu kecil berdiameter sekitar 2 meter sebagai Bulan mini. Namun, batu kecil itu kini sudah terlempar dari orbit Bumi.

KOMPAS/THE INTERNATIONAL GEMINI OBSERVATORY/NSF’S NATIONAL OPTICAL-INFRARED ASTRONOMY RESEARCH LABORATORY/AURA/G FEDORETS–Citra Bulan mini yang sulit dipahami dan kini sudah hilang dari orbit Bumi. Bulan mini itu adalah batuan dengan diameter antara 1,9 meter dan 3,5 meter serta dinamai 2020 CD3. Dia ditemukan pada 15 Februari 2020 dan diperkirakan lepas dari Bumi sejak 7 Maret 2020. Batuan itu diperkirakan mengitari Bumi selama setahun.

Untuk beberapa waktu yang singkat, Bumi memiliki dua satelit alami, yaitu Bulan dan sebuah batu kecil berdiameter sekitar 2 meter sebagai Bulan mini. Namun, batu kecil itu kini sudah terlempar dari orbit Bumi dan meninggalkan kembali Bulan sebagai satu-satunya satelit Bumi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bulan mini itu dinamai 2020 CD3. Citra benda mungil ini ditemukan Kacper W Wierzchos dan Theodore A Pruyne dari tim Survei Langit Catalina (CSS) pada 15 Februari 2020. Mereka bekerja di Observatorium Steward, Universitas Arizona Amerika Serikat.

Butuh waktu untuk menganalisis temuan itu hingga Wierzchos baru mengumumkannya melalui Twitter pada 25 Februari 2020. Berdasarkan kecerahannya, astronom memperkirakan batu tersebut adalah asteroid yang kaya karbon dengan diameter 1,9 meter-3,5 meter.

Selain asteroid, batu ini juga diduga berasal dari bagian Bulan yang pecah akibat benturan dengan batuan antariksa lainnya. Bongkahan batu itu kemudian terdorong memasuki orbit Bumi. Namun, kepastian asal-usul batuan ini diperkirakan baru diketahui April mendatang.

Dari perhitungan astronom amatir dan guru fisika sebuah sekolah menengah atas di San Francisco, AS, Tony Dunn, seperti dikutip Space, Kamis (27/2/2020), mengatakan, obyek ini diperkirakan tertangkap gravitasi Bumi sejak tiga tahun lalu. Namun, saat itu, batu itu diperkirakan bertahan di orbit Bumi hingga April 2020.

Prediksi itu relatif akurat. Karena per akhir Maret 2020 ini, Bulan mini 2020 CD3 itu sudah tidak mengelilingi Bumi lagi. Namun, perhitungan lain memperkirakan 2020 CD3 itu hanya setahun mengitari Bumi.

Pengembang perangkat lunak astronomi Bill Gray kepada The Atlantic, Jumat (20/3/2020), mengatakan Bulan mini itu diprediksi meninggalkan Bumi sejak 7 Maret 2020. ”Tidak ada yang mempertanyakan saat obyek ini ditemukan Februari lalu dan tidak ada pula yang menanyakannya saat dia hilang dari orbit Bumi,” katanya.

Setelah lepas dari orbit Bumi, 2020 CD3 itu kini dalam perjalanan mengorbit Matahari. Bongkahan batu ini diperkirakan mendekati Bumi lagi pada Maret 2044. Namun, dari prediksi Gray, posisi batuan tersebut pada 2044 tidak cukup dekat dengan Bumi sehingga tidak bisa diikat gravitasi Bumi. Meski demikian, Bulan mini itu diprediksi masih bisa terjebak gravitasi Bumi dan masuk orbit Bumi lagi pada ribuan tahun yang akan datang.

Kedua
Namun, 2020 CD3 bukanlah Bulan mini pertama yang terjerat gravitasi Bumi, setidaknya berdasarkan data yang tercatat. Meski itu adalah peristiwa langka, potensi terjebaknya batuan antariksa oleh Bumi adalah sesuatu yang wajar.

Bulan mini pertama yang tercatat mengitari Bumi adalah 2006 RH120 yang juga ditemukan Eric Christensen dari tim Survei Langit Catalina juga pada 14 September 2006, yaitu 2006 RH120. Batuan ini hanya mengitari Bumi selama 18 bulan, antara tahun 2006 dan 2007.

Secara teori, Bulan mini yang lepas dari gravitasi Bumi itu bisa saja terjebak oleh gravitasi Bulan hingga menjadi satelit alami Bulan alias moonmoon. Namun hingga kini belum ada bukti yang menunjukkan keberadaan bulannya Bulan tersebut.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 23 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB