BNPB Kumpulkan Kisah-kisah Desa Tangguh Bencana

- Editor

Rabu, 21 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengunjungi sejumlah daerah rawan bencana di Indonesia untuk memetakan dan mengumpulkan kisah desa dan masyarakat tangguh bencana. Kisah-kisah itu akan digunakan sebagai bahan ajar mitigasi bencana.

Pada Selasa (20/5), tim mengunjungi Desa Babalan, Kecamatan Gabus, dan Desa Tondomulyo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kedua desa tersebut adalah desa tangguh bencana dampingan Yayasan SHEEP Indonesia yang menerapkan mitigasi bencana berbasis kearifan lokal masyarakat.

Salah satu anggota tim Pusat Pendidikan dan Penelitian (Pusdiklat) BNPB Kuriake mengatakan, tim sebelumnya mengunjungi Pacitan, Jawa Timur, Padang, Sumatera Barat, dan Manado, Sulawesi Utara. Di daerah itu, tim berupaya mengumpulkan usaha masyarakat menanggapi bencana yang terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Hal itu juga kami lakukan di Pati dan nantinya di Kebumen dan Yogyakarta. Salah satunya, kami ingin melihat dan mendokumentasikan gerakan-gerakan masyarakat melakukan mitigasi bencana berbasis kearifan lokal,” kata Kuriake.

Ia menambahkan, ke depan, data dan kisah yang dikumpulkan tersebut akan menjadi bahan ajar. Nantinya, bahan ajar itu diharapkan bisa menginspirasi masyarakat dan para pelaku pencegahan dan penanggulangan bencana.

Manajer Lapangan Yayasan SHEEP Indonesia Wilayah Pati Evi Novita Setyaningrum mengemukakan, Desa Babalan dan Tondomulyo merupakan desa percontohan ”Masyarakat Tangguh Bencana”. Di dua desa itu, masyarakat mengembangkan mitigasi bencana sesuai dengan karakter daerah rawan banjir.

Di Desa Babalan, misalnya, hampir setiap rumah memiliki perahu yang terbuat dari drum dan menanam sayur mayur di halaman rumah dengan teknik vertikultur. Mereka menggunakan perahu dan memanfaatkan hasil tanam vertikultur untuk bertahan hidup pada saat banjir datang.

”Adapun di Desa Tondomulyo, selain mengembangkan vertikultur, masyarakat setempat juga menanam pohon pisang. Setiap kali banjir, mereka memanfaatkan batang pohon itu sebagai bahan membuat rakit, sedangkan buahnya untuk dikonsumsi,” kata dia.

Evi menambahkan, masyarakat kedua desa itu juga membuat alat pengukur ketinggian banjir. Salah satunya dengan menggunakan tiang penyangga sebuah pos ronda di tengah desa. Tiang tersebut dicat warna hijau, kuning, merah, dan putih, serta diberi ukuran ketinggian. Dengan begitu, warga menjadi lebih siap mengantisipasi datangnya bencana. (HEN)

Sumber: Kompas, 21 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Ancaman AI untuk Peradaban Manusia
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB