Aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini dinilai menghambat peranan swasta pelaku industri untuk terlibat dalam riset yang serius. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan bisa mengamendemen aturan tersebut untuk mendorong pengembangan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro saat menyampaikan Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture Tahun 2017 di Auditorium Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Rabu (23/8). Orasi ilmiah berjudul “Arah Kebijakan Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa” ini digelar dalam rangka Hari Ulang Tahun Ke-50 LIPI.
Menurut Bambang, yang menjabat Menteri Keuangan periode 2014-2016, anggaran pengembangan iptek di Indonesia masih sangat kecil, yakni hanya 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB). Itu pun 80 persennya bertumpu pada anggaran pemerintah. Hanya sekitar 20 persen dana riset yang berasal dari industri/swasta.
Sebagai perbandingan, negara-negara maju memiliki anggaran riset 1-3 persen dari PDB dan sekitar 75 persennya berasal dari swasta.
Deduksi pajak
Salah satu pemicu besarnya kontribusi swasta dalam riset iptek di negara-negara maju itu ialah kebijakan insentif pajak melalui mekanisme deduksi pajak. Keringanan pajak diterapkan pada modal yang ditanamkan swasta untuk kegiatan riset iptek yang bisa memberi nilai tambah produk domestik.
Menurut Bambang, negara-negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia, telah menerapkan deduksi pajak hingga dua kali lipat untuk mendorong swasta melakukan riset. Singapura bahkan telah menerapkan deduksi empat kali lipat.
Masalahnya, undang-undang perpajakan di Indonesia, yakni UU Nomor 28 Tahun 2007 dan UU Nomor 42 Tahun 2009 hanya membolehkan deduksi pajak tunggal (single tax deduction).
Bambang mengatakan, saat menjabat Menteri Keuangan, ia pernah mencari celah penerapan kebijakan tersebut, tetapi belum memungkinkan karena UU perpajakan tak mendukung. Karena itu, ia berharap Menteri Keuangan saat ini mendorong amendemen UU perpajakan agar mengakomodasi ketentuan deduksi pajak berlipat kali.
Menanggapi usulan amendemen aturan perpajakan tersebut, Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, pihaknya bersama Dirjen Riset dan Pengembangan Kemenristek dan Dikti pernah mengajukan usulan amendemen UU pajak untuk deduksi pajak tersebut akhir tahun lalu. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjutnya.
Bambang menambahkan, iptek yang dikuasai dan dikembangkan memberi kekuatan tidak hanya di sektor ekonomi dan daya saing bangsa, tetapi juga politik dan keamanan.(YUN/ABK)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2017, di halaman 14 dengan judul “Aturan Pajak Ganjal Riset oleh Swasta”.