Antisipasi Ledakan Populasi Hama Tak Optimal

- Editor

Senin, 25 April 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ledakan populasi hama seperti fenomena ulat bulu di beberapa daerah menunjukkan lemahnya antisipasi, salah satunya dampak perubahan iklim. Pemerintah dinilai kurang perhatian terhadap pemantauan pertumbuhan tanaman, hama, dan penyakit.

”Yang terjadi sekarang, peristiwa ledakan hama terjadi lebih dahulu, lalu mulai dikembangkan berbagai riset. Semestinya ledakan hama tersebut dapat diketahui sebelumnya melalui riset di laboratorium rumah kaca,” kata Rizaldi Boer, pemerhati perubahan iklim dari Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Jumat (22/4) di Bogor.

Menurut dia, ledakan hama ulat bulu famili Lymantriidae baru-baru ini menjadi contoh ketidaksiapan pemerintah mengembangkan riset dampak perubahan iklim terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman. Saat ini ledakan hama ulat bulu memang belum mengancam jenis tanaman pangan. Namun, fenomena itu memunculkan kekhawatiran bahwa perkembangan berikutnya akan menyerang tanaman pangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Kegagalan panen terjadi akibat perubahan iklim, serangan hama, dan penyakit. Saat ini sudah terjadi perubahan iklim yang tidak menentu. Hal itu akan menjadi ancaman serius jika ditambah ledakan hama dan penyakit,” kata Rizaldi.

Saat ini, lanjut dia, keberadaan berbagai lembaga riset pengendalian hama dan penyakit sebenarnya sudah banyak dimiliki pemerintah. Namun, keberadaannya belum memadai untuk mengantisipasi berbagai dampak terkait perubahan iklim.

Suhu kardinal

Menurut Rizaldi, salah satu yang perlu diketahui untuk mengantisipasi ledakan populasi hama dan penyakit, di antaranya pemantauan suhu kardinal (suhu minimum, optimum, dan maksimum), misalnya berbagai jenis serangga hama. ”Laboratorium rumah kaca untuk mengetahui suhu kardinal itu sederhana,” kata dia.

Hanya saja, Indonesia saat ini belum memiliki data jenis-jenis hama dan penyakit yang muncul pada suhu-suhu tertentu di daerah tertentu. Akibatnya, tidak ada antisipasi yang cepat dan tepat.

Secara terpisah, peneliti pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hari Sutrisno, mengatakan, hama mudah berkembang pada populasi tanaman inang yang homogen. Pengendalian hama yang didahului deteksi suhu kardinal untuk mengetahui berbagai kemungkinan terjadinya ledakan hama tertentu sangat dibutuhkan.

”Yang juga tidak boleh ditinggalkan pemerintah adalah menjaga keseimbangan ekosistem,” kata Hari. (NAW)

Sumber: Kompas, 25 April 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB