Ulat Bulu Tidak Bermigrasi

- Editor

Senin, 18 April 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

”Ledakan ulat bulu itu dari spesies lokal, bukan migrasi. Penyebab ledakan populasinya sangat kompleks,” kata Hari Sutrisno, peneliti pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Minggu (17/4) di Pandaan, Jawa Timur, ketika dihubungi dari Jakarta.

Hari mewakili LIPI meriset ledakan populasi ulat bulu bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Jember, Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Timur, serta beberapa dinas dari pemerintah kota/kabupaten yang mengalami ledakan populasi ulat bulu.

Paling fenomenal

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Spesies ulat bulu lain yang mengalami ledakan populasi adalah Lymantria beatrix, Sphrageidus virguncula, dan Orgya postica. Semua masuk famili Lymantriidae. Pada dasarnya ledakan populasi ulat bulu itu tak mematikan tumbuhan inang.

Menurut Hari, ledakan populasi ulat bulu paling fenomenal adalah di Probolinggo karena paling masif. Hasil penelusurannya, inang utamanya tanaman suku mangga-manggaan.

Tanaman mangga-manggaan ditemui mulai dari ketinggian 50 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 900 mdpl dari Probolinggo hingga Gunung Bromo dan Gunung Tengger. Budi daya mangga yang tergolong monokultur ditengarai salah satu penyebab ledakan populasi ulat bulu.

Penyebab lain, musuh alami, seperti lebah tabuhan, semut rangrang, atau kepik yang tidak siap mengimbangi jumlah populasi ulat bulu. Predator kupu-kupu malam (ngengat) yang berkurang, di antaranya burung jalak-jalakan, kutilang, dan kelelawar.

Keanekaragaman hayati juga terganggu pola monokultur. Menurut ahli ekologi tumbuhan LIPI yang juga menjadi Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Mustaid Siregar, para ahli tumbuhan LIPI siap membantu pemerintah daerah memulihkan ekosistem.

”Hutan yang masih tersisa harus diselamatkan. Setidaknya, setiap pemerintah daerah dapat membuat kebun raya untuk mengoleksi setiap jenis tanaman asli,” kata Mustaid.

Menurut dia, keanekaragaman jenis tumbuhan menjadi kekhasan lingkungan tropika. Bila kekhasan itu terganggu, akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem yang di antaranya menyebabkan ledakan jenis hama dan penyakit tertentu.

Inisiatif warga

Di Garut, Jawa Barat, warga berinisiatif membasmi ulat bulu. Salah satunya Aat Syafaat, warga Kampung Jayawaras RT 02 RW 09 Kelurahan Jayawaras, Tarogong Kidul, yang membuat ramuan kimia.

Aat menggunakan obat kimia tertentu yang disuntikkan sebanyak 5-10 cc per pohon dengan kedalaman suntikan sekitar 10 sentimeter (cm). Setelah itu batang pohon ditutup tanah. Cara itu untuk mencegah penyebaran ulat bulu di pohon mangga. ”Agar ulat bulu tak menyerang pohon mangga dan pohon lainnya,” katanya.

Sementara itu, menyusul daerah lain, ulat bulu mengejutkan dua desa di Tegal, Jawa Tengah, sejak pekan lalu. Menurut Ali Maksus, warga Desa Tembokluwung, ulat bergerombol pada tanaman mangga. Hampir setiap warga di desa tersebut memiliki pohon mangga.

Menurut dia, selama tujuh tahun usia pohon mangga miliknya, baru kali ini ada serangan ulat bulu. Bahkan, ulat bulu yang berjatuhan dari pohon juga merambat hingga teras rumah. ”Saya harus sering menyapu agar ulat tidak masuk rumah,” katanya.

Warga berharap, pemerintah membantu membasmi serangan ulat bulu agar tanaman mangga mereka bisa berbuah kembali. (NAW/CHE/WIE)

Sumber: Kompas, 18 April 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB