Bukan Ramalan, Punya 33 Franchise dan 30 Ribu Klien
Analisis sidik jari kini tak hanya digunakan untuk kepentingan presensi, penanda identitas, atau identifikasi pelaku kriminal. Gambar sidik jari ternyata juga bisa digunakan untuk mengetahui minat, bakat, kecerdasan, bahkan gaya belajar dan bekerja seseorang.
SOFYAN HENDRA, Bandung
“ANDA lebih cepat paham jika belajar dengan teks dan gambar daripada sarana visual dan musik,” kata Ifa H. Misbach saat menerangkan hasil analisis di layar monitor. “Anda juga agak introvert (tertutup, Red),” tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ifa tidak meramal. Dosen psikologi UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), Bandung, itu mendemonstrasikan analisis sidik jari (fingerprint analysis) kepada Jawa Pos. Sebelumnya, sepuluh sidik jari klien diambil dengan sebuah alat khusus. Alat tersebut disambungkan ke komputer yang telah ditanami peranti lunak karya tim Psikobiometric Research Bandung, lembaga tempat Ifa bernaung.
Hanya dibutuhkan beberapa menit untuk mengetahui data singkat tentang gaya belajar, multiple intelligence, hingga profil kepribadian. Normalnya ada sekitar 35 jenis informasi yang bisa didapat dari analisis sidik jari.
Ifa menjelaskan, analisis sidik jari memang cocok untuk anak-anak yang belum begitu terpengaruh oleh lingkungan. Dengan mengetahui potensi kecerdasan dan bakat itu, orang tua atau guru secara mudah mengarahkan anak dalam proses belajar.
Ifa mencontohkan, tak semua anak bisa menangkap pelajaran dengan mendengarkan penjelasan guru. Ada anak yang hanya bisa menangkap materi lewat penjelasan dengan tulisan. Ada pula anak yang harus mendapatkan contoh praktik dulu, kemudian baru bisa memahami pelajaran. “Nah, itu semua bisa terlihat dari analisis sidik jari tersebut,” kata kepala Biro Psikologi Melinda Hospital, Bandung, tersebut.
Meski demikian, analisis sidik jari juga bisa dipraktikkan untuk orang dewasa. Sebab, papar Ifa, walaupun ada pengaruh lingkungan, faktor genetis tetap berpengaruh dalam analisis tersebut. “Analisis itu juga bisa digunakan untuk mengetahui gaya bekerja seseorang. Dengan begitu, perusahaan dapat memanfaatkannya untuk mengetahui gaya bekerja karyawan,” ujar ibu satu anak tersebut.
Menurut Ifa, analisis sidik jari berbeda dengan tes kecerdasan. Sebab, metode itu tidak bertujuan menilai kepintaran seseorang, melainkan mengetahui minat, bakat, dan pola kecerdasan.
Lantas, bagaimana sidik jari bisa digunakan untuk mengetahui itu semua? Pendiri Psikobiometric Research Andrian Benny Hidayat menjelaskan, perbedaan area struktur otak mengakibatkan ketidaksamaan dominasi fungsi atau cara kerja organ paling penting tersebut. Itulah yang membuat setiap orang memiliki perbedaan inteligensi. Nah, cara kerja otak tersebut tecermin dalam sidik jari setiap orang.
Benny menjelaskan, pola garis sidik jari dibentuk sejak janin berusia 13-19 minggu dalam kandungan. Setelah bayi lahir, pola sidik jari tidak akan berubah. “Kalaupun luka, sidik jari kembali seperti semula. Sidik jari hanya bisa hilang jika dibakar,” papar Benny.
Berdasar pola sidik jari itu, dia berusaha mengembangkan riset yang dikaitkan dengan minat dan pola kecerdasan di Indonesia. Dalam khazanah psikologi, analisis sidik jari digolongkan sebagai metode biometri -lawan metode psikometri. Psikometri mendasarkan analisis pada aspek psikologis yang lazim dijumpai dalam tes untuk masuk kerja. Sedangkan biometri menggunakan analisis biologis.
Benny mengatakan, analisis sidik jari berbeda dengan ramalan. Analisis itu menggunakan dermatoglyphics atau ilmu yang mempelajari anatomi genetika pada pola sidik jari. Penelitian tersebut sudah ada lebih dari 200 tahun lalu dan dikembangkan di Tiongkok. Dermatoglyphics merupakan cabang dari biologi yang mencakup genetika atau anatomi. “Itu berbeda dengan palmistry atau ramalan,” ucap Benny.
Mulanya, Benny dan timnya kesulitan untuk menjelaskan perbedaan analisis sidik jari dengan ramalan kepada masyarakat. “Apalagi, sejak dulu kita mengenal ramalan dengan garis tangan. Padahal, analisis sidik jari berbeda,” terang dia.
Pola sidik jari diduga terkait langsung dengan sistem kerja otak. “Itu terkait dengan pengolahan informasi pada tiga bagian otak. Yakni, batang otak, sistem limbic, dan cerebral cortex,” jelas Benny.
Tiga bagian itu, lanjut dia, berkaitan dengan fungsi-fungsi kebutuhan manusia soal motivasi atau basic needs motivation. Benny mencontohkan, sidik ibu jari terhubung dengan fungsi otak bagian prefrontal lobes (paling depan), menunjukkan gaya motivasi berdasar persepsi seseorang terhadap diri dan orang lain. Ibu jari kanan dipengaruhi otak kiri. Itu terkait dengan sistem kemampuan interpersonal ke dalam manajemen diri dan kekuatan konsistensi perencanaan diri. Sedangkan jempol kiri memengaruhi otak kanan, merespons kemampuan interpersonal ke lingkungan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Lalu, jari manis terhubung dengan fungsi otak bagian temporal lobes. Itu menunjukkan motivasi berkomunikasi yang melibatkan kemampuan pendengaran. Jari manis kanan yang dipengaruhi otak kiri menunjukkan responsivitas menangkap ketepatan isi komunikasi bahasa dan pola irama secara objektif. Sementara itu, jari manis kiri menunjukkan ketajaman rasa bahasa dan kepekaan terhadap irama atau bunyi-bunyian.
Benny mengatakan, meskipun unik dan tak sama pada setiap orang, sidik jari memiliki kelebihan, yakni bisa diklasifikasikan. Itulah yang membuat sidik jari memungkinkan untuk diteliti dan dikaitkan dengan struktur otak. Ada banyak macam pola sidik jari. Pola-pola itu diklasifikasikan dalam tiga macam. Salah satunya adalah tipe arches, berciri tanpa titik delta atau triraridii. Titik delta adalah julur-julur yang membentuk semacam segi tiga. Lalu, ada tipe loops (memiliki sebuah titik delta) dan whorls (punya titik delta).
Metode analisis sidik jari sebenarnya memerlukan rangkaian proses yang cukup rumit. Mulai pengambilan data, pengolahan data image, hingga interpretasi laporan. Hanya, proses itu menjadi lebih singkat dengan dukungan aplikasi software yang dikembangkan oleh Benny bersama timnya.
Benny merintis metode analisis sidik jari di Indonesia mulai tiga tahun lalu. Studi dan aplikasi mengenai motode itu sebenarnya pernah masuk ke tanah air. Misalnya, imbuh Benny, metode yang dikembangkan oleh lembaga dari Singapura. Namun, aktivitas mereka berkisar di kalangan terbatas. Selain itu, harga analisis dengan metode tersebut mahal. “Waktu itu harga setiap analisis sampai Rp 3 juta. Karena itu, hanya orang-orang berduit yang berminat,” ulas Benny.
Dari situlah Benny mulai mengembangkan riset kecil-kecilan. Awalnya, dia meneliti anak-anaknya. Setelah riset tersebut dirasa prospektif, dia mengajak para ahli psikologi bergabung ke lembaganya. “Saya mendapatkan banyak dukungan,” tutur ayah enam anak -tiga di antaranya kembar- tersebut.
Meski secara formal merupakan sarjana hukum lulusan Universitas Indonesia (1994-1999), Benny adalah pakar di bidang pengembangan IT Biometric. Selain menjadi direktur PT Psikobiometric, Benny menjabat kepala Research and Development Dermatoglyphic Talent Spectrum Melinda Hospital, Bandung. “Di rumah sakit itu saya mendapatkan banyak bantuan dari teman-teman,” ujar dia.
Benny bersama timnya membuat sendiri peranti lunak untuk menganalisis sidik jari klien. “Riset kami terus berlangsung,” tegas dia.
Saat ini telah ada 33 franchise analisis sidik jari yang tersebar di sejumlah kota. Di antaranya, Jakarta, Bogor, Surabaya, Semarang, Solo, Pekanbaru, dan Bandung sebagai lokasi kantor pusat. Klien yang pernah mereka tangani mencapai 30 ribu orang.
Seluruh analisis data memang masih dipusatkan di Bandung. Untuk mendapatkan hasil dari satu kali analisis lengkap, setidaknya dibutuhkan waktu sekitar tiga hari. Sebab, selain dibantu software komputer, dia harus menggunakan analisis dan interpretasi secara manual. Saat ini sudah ada analisis instan yang murni berasal dari komputer.
“Namun, validitasnya agak kurang. Meskipun, ke depan kami juga usahakan yang instan bisa lebih baik,” kata Benny. (*/c11/ari)
Sumber: Jawa Pos, 21 juli 2010