Penambahan dan penguatan pendidikan tinggi vokasi dibutuhkan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja terampil. Sejauh ini, pertumbuhan program studi vokasi jenjang D-1 hingga D-4 dinilai belum mencukupi karena baru sebesar 25 persen dibandingkan dengan pendidikan sarjana yang mencapai 72 persen.
Moch Munir dari bagian Pengembangan Program dan Kerja Sama Dewan Pendidikan Tinggi (DPT), di Jakarta, Jumat (23/1), mengatakan, pendidikan vokasi masih dipersepsikan sebagai ”tukang” sehingga kalah menarik dibandingkan dengan gelar sarjana.
Padahal, kebutuhan untuk tenaga kerja siap pakai dari jenjang vokasi terbuka luas. Terutama, jika pendidikan vokasi jenjang menengah dan tinggi disesuaikan dengan potensi suatu daerah.
Dari data penyebaran rekapitulasi jenjang pendidikan di provinsi oleh DPT pada Juli 2014, terlihat untuk jenjang D-1 dan D-2, jumlah program studi sedikit. Bahkan, di beberapa provinsi, seperti Papua, Jambi, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Barat, tidak memiliki program vokasi D-1, D-2, dan D-4. Pendidikan vokasi yang cukup beragam bertumpu di D-3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Munir, kebutuhan lulusan D-1 dan D-2 didorong melalui pendirian akademi komunitas di setiap kota/kabupaten. Namun, pendirian akademi tersebut harus didukung dunia usaha atau industri yang ada di setiap daerah guna meningkatkan mutu pendidikan dan menyerap lulusan.
Selaras pembangunan
Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Hermawan Kresno Dipojono mengatakan, pemerintah mendorong peningkatan pendidikan vokasi, seperti akademi komunitas dan politeknik. Dorongan itu utamanya untuk program studi yang mendukung kebijakan pembangunan, seperti pertanian, teknik, ataupun kemaritiman.
Berdasarkan kajian Forum Komunikasi Penyelenggara Pendidikan Vokasi diusulkan agar revitalisasi dan penguatan pendidikan vokasi di Indonesia dilakukan untuk menunjang program pemerintah dan peningkatan efisiensi dunia usaha dan/atau dunia industri. Sistem pembelajaran dan kurikulum pendidikan vokasi yang berlangsung saat ini perlu dikaji ulang agar tidak rancu dengan sistem pendidikan akademik. Sistem penerimaan mahasiswa dinilai belum memberikan arahan kepada calon mahasiswa terkait potensi mereka, seperti kelak menjadi seorang ilmuwan melalui pendidikan akademik atau menjadi praktisi melalui pendidikan vokasi. (ELN)
Sumber: Kompas, 24 Januari 2015