Pertumbuhan program studi di perguruan tinggi di Indonesia didominasi pendidikan akademik, terutama strata satu dan strata dua. Program studi vokasi dan profesi masih minim, padahal dibutuhkan dunia usaha ataupun untuk mendukung kebijakan pembangunan oleh pemerintah.
Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) Widijanto S Nugroho mengatakan, tingginya pertumbuhan program studi (prodi) akademik dapat menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia yang berorientasi pada gelar sarjana. Padahal, sebenarnya dunia kerja dan industri di Indonesia lebih banyak butuh tenaga kerja dengan kompetensi vokasi.
”DPT memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk memperbaiki kebijakan, terutama untuk bisa memperkuat vokasi dan profesi,” kata Widijanto, yang juga pengajar di Universitas Indonesia, di Jakarta, Rabu (21/1).
Berdasarkan data DPT per Juli 2014, ada 22.096 prodi yang 72,35 persen merupakan pendidikan akademik S-1 hingga S-3, 24,91 persen diploma I hingga diploma IV, dan 2,74 persen pendidikan profesi. Berdasarkan data DPT, prodi terbanyak adalah Manajemen, Akuntansi, Teknik Informatika, Pendidikan Agama Islam, Ilmu Hukum, Teknik Sipil, Ilmu Keperawatan, Pendidikan Bahasa Inggris, Sistem Informasi, dan Pendidikan Matematika.
Menurut Widijanto, jumlah prodi bisa jadi secara nasional sudah banyak. Namun, distribusinya tidak merata di sejumlah wilayah di Indonesia. Program studi terbanyak di Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.
Moch Munir dari bagian Pengembangan Program dan Kerja Sama DPT mengatakan, pemetaan prodi itu dapat menjadi pertimbangan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Prodi yang terlalu banyak di suatu daerah diminta tidak lagi diberi izin.
Acuan data
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Edy Suandi Hamid mengatakan, pembukaan prodi di perguruan tinggi tidak berdasarkan acuan data yang seharusnya dipunyai Indonesia, yakni Perencanaan Tenaga Kerja Nasional. Akibatnya, pembukaan program studi melihat tren sesaat atau perasaan pengelola perguruan tinggi.
Bappenas dapat menginisiasi pembuatan Perencanaan Tenaga Kerja Nasional yang menginformasikan perkiraan keahlian atau profesi pada masa mendatang dan jumlahnya. Perencanaan melibatkan Badan Pusat Statistik, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pengusaha, serta pemerintah daerah.(ELN)
Sumber: Kompas, 23 Januari 2015