Pemerintah Targetkan 3.000 ”Technopreneur”

- Editor

Selasa, 27 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia butuh tambahan banyak inkubator bisnis untuk mencetak technopreneur. Saat ini, baru ada 120-130 inkubator bisnis.

Pemerintah menargetkan mencetak 3.500 technopreneur dari perusahaan pemula berbasis teknologi pada 2020-2024. Kehadiran banyak technopreneur muda itu diharapkan mampu menjaga kesinambungan — pertumbuhan ekonomi.

“Melimpahnya — kekayaan alam Indonesia membuat target mencetak 700 technopreneur per tahun itu menjadi hal yang sangat mungkin,” kata Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo saat membuka Forum Inkubator Bisnis Teknologi di Kuta, Bali, Senin (26/8/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk menghasilkan technoprenuer sebanyak itu, butuh inkubator yang berkualitas dan matang. Inkubator adalah lembaga intermediasi yang akan mendampingi calon perusahaan pemula hingga mereka berdiri sendiri.

Saat ini, baru ada 120-130 inkubator di seluruh Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta. Itu berarti, tiap inkubator bertanggung jawab mencetak 5-6 technopreneur tiap tahun. Itu target yang tinggi karena inkubator yang baik pun rata-rata hanya mencetak 2-3 perusahaan pemula yang sukses per tahun.

“Selain meningkatkan mutu inkubator, jumlah incubator pun perlu ditambah,” katanya.

Salah satu upaya memperbaiki mutu inkubator adalah dengan menyertifikasi inkubator. Dalam Forum Inkubator Bisnis kemarin, Kemristek dan Dikti menyerahkan penghargaan kepada delapan inkubator bisnis teknologi berklasifikasi A yang diberikan kepada satu lembaga, yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan tujuh universitas.

Inkubator bisnis teknologi berklasifikasi A yang dikelola perguruan tinggi itu diraih Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Satu-satunya universitas swasta yang mendapat penghargaan adalah Universitas Multimedia Nusantara.

Jejaring
Pelaksana Tugas Direktur Kawasan Sains, Teknologi, dan Lembaga Penunjang Lainnya Kemristek dan Dikti Kemal Prihatman mengatakan, untuk meningkatkan mutu inkubator, juga bisa dilakukan dengan meningkatkan jejaring incubator dengan inkubator lain di dalam dan luar negeri, seperti dengan
penyelenggaraan forum inkubator yang sudah dilakukan beberapa tahun terakhir. Kali ini, forum itu mendatangkan pengelola inkubator bisnis dari China dan Australia.

Kemristek dan Dikti pada 2015-2019 mendampingi 64 inkubator dan lima inkubator di antaranya untuk pengembangan. “Inkubator yang baik membuat peluang menghasilkan technopreneur dan perusahaan pemula berbasis teknologi yang sukses pun makin besar,” katanya.

Tantangan berat yang dihadapi dalam pengembangan inkubator bisnis saat ini adalah tidak banyak inkubator bisnis teknologi yang berkualitas bagus. Demikian pula tenaga ahli pengelola inkubator yang bersertifikat. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong masuknya angel investor untuk menanamkan modal ventura pada perusahaan pemula itu.

Selama ini, pembiayaan perusahaan pemula itu banyak dibantu pemerintah. Namun, cara itu tidak berkelanjutan. Dana perbankan juga sulit diharapkan karena perusahaan pemula umumnya belum termasuk kelompok yang layak mendapat pinjaman bank.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia Asril Fitri Syamas mengatakan, keberhasilan mencetak perusahaan pemula berbasis teknologi bergantung pada konsep produk yang ingin dihilirisasi. Produk dengan daya tarik pasar yang tinggi berpeluang lebih besar sukses di pasaran.

Jiwa kewirausahaan sang calon technopreneur juga menjadi faktor penting. Dalam beberapa
kasus, sejumlah calon technoprenuer yang dibina inkubator tidak memil konsistensi untuk menjalankan usahanya sehingga proses inkubasi atau produksi produk berhenti di tengah jalan.

“Pola pikir masyarakat tentang kewirausahaan perlu diubah pelan-pelan,” katanya. Hingga kini, menjadi wirausahawan masih dipandang kurang memberikan kepastian masa depan dan penghasilan yang baik dibandingkan dengan jadi pegawai. Mengembangkan jiwa kewirausahaan juga perlu diinisiasi perguruan tinggi. (MZW)

Sumber: Kompas, 27 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB