Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan meninjau ulang perguruan tinggi menjadi penyelenggara pendidikan dan latihan penguatan kepala sekolah di Indonesia. Hal ini dilakukan setelah Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama menyatakan keberatan terhadap surat keputusan penetapan lembaga penyelenggara diklat yang sudah ditetapkan.
Pernyataan keberatan yang dilayangkan tersebut terkait Surat Keputusan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Nomor 0801/B.B1.3/HK/2019 tentang Penetapan Lembaga Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan yang Bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah Tahap 3.
Pada surat keputusan tersebut, dari 14 perguruan tinggi yang terpilih, 13 di antaranya merupakan perguruan tinggi di bawah Muhammadiyah. “Kami merasa keberatan kenapa mayoritas yang terpilih dari Muhammadiyah. Persyaratannya seperti apa dan indikator apa saja yang dibutuhkan,” ujar Maskuri, Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi NU seusai menghadiri undangan dari Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud di Jakarta, Senin (20/5/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pertemuan terbatas tersebut, kesepakatan pun dihasilkan bahwa perguruan tinggi penyelenggara diklat kepala sekolah akan ditinjau ulang pada tahap berikutnya. Dirjen GTK Kemendikbud Supriano menyatakan, kesempatan LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) untuk menjadi LPD terbuka lebar bagi semua perguruan tinggi.
“Selama memenuhi syarat tentu akan kami pertimbangkan. Justru dengan semakin banyak LPTK yang terlibat akan semakin baik karena kebutuhan kita cukup banyak,” ujar Supriano.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi NU (kiri) Maskuri bersama Dirjen GTK Kemendikbud Supriano (kanan)
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah wajib memiliki sertifikat calon kepala sekolah. Sertifikat ini sebagai syarat profesionalisme dalam pelaksanaan tugas, baik manajerial, supervisi, dan pengembangan kewirausahaan.
Sertifikasi tersebut dilaksanakan oleh lembaga pengembangan dan pemberdayaan kepala sekolah (LPPKS) dengan mengikuti diklat calon kepala sekolah. Bagi peserta yang lulus, akan diberikan surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) calon kepala sekolah. Kepala sekolah juga akan mendapatkan nomor unik kepala sekolah (NUKS) yang dikeluarkan oleh LPPKS.
Sekretaris Ditjen GTK Kemendikbud Wisnu Aji menuturkan, dari 311.933 kepala sekolah di Indonesia, sekitar 230.000 kepala sekolah belum memiliki NUKS. Dari jumlah itu, 210.368 kepala sekolah sudah diangkat menjadi kepala sekolah dan sisanya masih tercatat sebagai calon kepala sekolah.
“Untuk itulah, penguatan lewat diklat kepala sekolah ini menjadi sangat penting. Penguatan ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi kepala sekolah di Indonesia sehingga kualitas pendidikan pun semakin baik,” ujarnya.
Permasalahan lain yang juga dihadapi adalah masih adanya kepala sekolah yang belum bersertifikat profesi pendidik. Padahal, sebagai kepala sekolah, selain memiliki sertifikat kepala sekolah sebelumnya harus memiliki sertifikat profesi pendidik terlebih dahulu.
“Bagi kepala sekolah yang belum memiliki sertifikat profesi pendidik diharapkan segera mengurusnya,” ucap Wisnu.–DEONISIA ARLINTA
Editor KHAERUDIN KHAERUDIN
Sumber: Kompas, 20 Mei 2019