Pemerintah diharapkan bersikap tegas terkait dugaan pelanggaran penelitian oleh para peneliti asing dalam penemuan kembali lebah raksasa di Maluku Utara. Di sisi lain, Pemerintah juga dituntut memberikan dukungan pendanaan terhadap peneliti Indonesia agar bisa melakukan kajian tentang hal ini.
“Rapat bersama Tim Koordinasi Pemberian Izin Peneliti Asing (TKPIPA) di Kemenristek Dikti memutuskan untuk menyurati institusi masing-masing peneliti luar ini,” kata Rosichon Ubaidilah, ahli serangga yang juga profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menjadi anggota pereview bidang biologi untuk proposal peneliti asing di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), di Jakarta, Kamis (7/3/2019).
KOMPAS/AHMAD ARIF–Cagar Alam Pegunungan Arfak yang membentang 68.325 hektar merupakan benteng keragaman hayati di Papua. Selama ini riset dasar terkait keragaman hayati okeh peneliti dalam negeri masih terbatas (Kompas/Ahmad Arif)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Rosichon, yang dilakukan oleh empat peneliti berkewarganegaraan Amerika Serikat dan Australia dalam penemuan kembali lebah raksasa (Megachile pluto) ini tergolong pelanggaran karena tanpa mengajukan izin penelitian. “Sekalipun dalihnya untuk kegiatan wisata, apa yang mereka lalukan termasuk kategori riset, karena terbukti mendokumentasikan dan mempublikasikan temuannya. Harusnya mereka mengikuti regulasi Pemerintah Indonesia,” kata dia.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006, semua peneliti asing yang melakukan kegiatan penelitian di Indonesia harus mendapatkan izin resmi melalui Kemenristek Dikti. Peneliti asing ini juga wajib berkolaborasi dengan peneliti dari Indonesia.
Namun demikian, seperti diakui salah satu peneliti dan yang juga fotografer, Clay Bolt, mereka pergi ke Maluku Utara sebagai turis. Mereka juga sempat menangkap lebah raksasa ini, menfotonya, dan melepaskannya kembali (Kompas, Jumat, 1/2/2019).
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Perizinan Penelitian, Direktorat Jenderal Litbang, Kemenristek Dikti Sri Wahyono, dalam wawancara sebelumnya mengatakan, perizinan bagi peneliti asing secara teknis saat ini lebih mudah karena bisa dilakukan melalui daring. “Dalam lima hari kerja biasanya sudah dapat keputusan. Kecuali, ada kasus khusus harus yang harus dibahas tatap muka, misalnya tema penelitian yang menyangkut keamanan nasional,” kata dia.
Riset Dasar
Sekalipun dinilai menyalahi prosedur penelitian, menurut Rosichon, penemuan kembali lebah raksasa ini menjadi penting bagi dunia ilmu pengetahuan. “Sebelumnya harus diakui perhatian kita tentang lebah raksasa ini sangat kurang. Kami memang pernah melakukan kajian terhadap kelompok lebah di Indonesia dalam kaitannya dengan penyerbukan, terkait regnereasi hutan dan produksi pertanian. Namun, khusus untuk Megachile pluto belum diteliti karena keterbatasan dana,” ujarnya.
Menurut Rosichon, selama ini dukungan dana dalam negeri terkait riset dasar sangat terbatas. Kajian-kajian yang diprioritaskan lebih terkait teknologi dan terapan. Padahal, minat para peneliti asing terhadap penelitian dasar khususnya di bidang biologi dan keragaman hayati di Indonesia sangat tinggi. Dari sekitar 600-an proposal peneliti asing di Indonesia tiap tahunnnya, lebih dari separuhnya terkait dengan isu biologi dan keragaman hayati ini.
“Seharusnya penelitian-penelitian dasar mendapat dukungan juga, karena nantinya akan sangat bermanfaat untuk keperluan pencarian solusi soal pangan, perbaikan lingkungan termasuk dampak perubahan iklim, penanggulangan penyakit, dan berbagai persoalan lain. Tanpa penelitian dasar yang baik, kita sulit membangun penelitian terapan yang kuat, jadi harus sejalan,” kata dia.
Menurut Rosichon, Indonesia sangat kaya keragaman hayati. Oleh karena itu, pemerintah harus memprioritaskan pendanaan riset tentang hal ini. Khusus untuk serangga, saat ini baik populasi maupun keragamannya telah banyak yang hilang akibat kerusakan lingkungan.
“Perkiraan saya, sudah lebih dari 20 persen serangga penyerbuk kita yang telah hilang. Kebakaran hutan menjadi salah satu penyebabnya, tetapi data-data rinci tentang ini termasuk pengaruhnya terhadap berbagai sektor lain, khususnya pangan, belum banyak dikaji,” kata dia.
Untuk lebah raksasa M pluto, menurut Rosichon, serangga endemik hanya hidup di area sangat sempit sehingga sangat rentan sehingga membutuhkan pemetaaan. “Saat ini LIPI tengah menyusun rencana riset terkait lebah raksasa ini, terutama setelah kasus ini. Kami juga tidak menutup kemungkinan kolaborasi dengan peneliti asing asal mengikuti prosedur yang ada,” ujarnya.
Oleh AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 8 Maret 2019