Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengukuhkan tiga profesor riset baru. Mereka ialah Zainal Arifin dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti dari Pusat Penelitian Politik LIPI, dan Didik Widyatmoko dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya LIPI.
Orasi Pengukuhan Profesor Riset disampaikan di Gedung LIPI Jakarta, Selasa (18/12/2018). Zainal merupakan peneliti dari bidang keilmuan penelitian pencemaran laut dan bioremediasi. Dalam pengukuhan gelar profesornya, ia menyampaikan orasi ilmiah berjudul ”Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat dalam Pengelolaan Ekosistem Perairan Pantai”.
Sementara Tri Nuke yang merupakan peneliti bidang politik dan penanganan migrasi ASEAN membawakan orasi ilmiah berjudul ”Pemaknaan Baru Prinsip Non-Interference pada Penanganan Migrasi Paksa dalam Kerangka Mekanisme ASEAN”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Profesor riset baru yang juga dikukuhkan, Didik Widyatmodjo, membawa orasi ilmiah berjudul ”Inovasi dan Strategi Konservasi Tumbuhan Indonesia untuk Mengurangi Laju Kepunahan”. Ia merupakan peneliti dari bidang konservasi tumbuhan.
Mutu ekosistem perairan
Zainal, dalam orasinya, menyatakan, industrialisasi, pengembangan kota dan urbanisasi menjadi faktor paling signifikan memengaruhi mutu ekosistem perairan pantai. ”Pantai-pantai kota yang ada di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sebagian pantai barat dan timur Kalimantan memiliki tingkat kontaminasi logam berat lebih tinggi dibandingkan dengan pantai-pantai di kawasan timur Indonesia, seperti Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Papua,” katanya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Zainal Arifin, peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, saat menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul ”Peran Riset Ekotoksikologi Logam Berat dalam Pengelolaan Ekosistem Perairan Pantai” dalam acara Orasi Pengukuran Profesor Riset LIPI di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Pantai-pantai kota yang ada di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sebagian pantai barat dan timur Kalimantan memiliki tingkat kontaminasi logam berat lebih tinggi.
Beberapa faktor yang memengaruhi meliputi, antara lain, aktivitas industri yang terkonsentrasi di sepanjang pantai, tingkat urbanisasi tinggi, dan pertumbuhan kota yang tidak terkelola. Integrasi antara pemahaman spesiasi logam berat dalam sedimen, pengembangan bio indikatormulti-spesies, dan uji toksisitas logam berat dengan spesies lokal diperlukan.
”Integrasi tersebut ditambah perubahan perilaku masyarakat akan memperkuat upaya pengelolaan ekosistem perairan pantai di Indonesia sehingga sumber daya hayati laut akan lebih sehat dan aman dikonsumsi,” kata Zainal.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA–Ilustrasi — Sampah yang dibawa ombak mencemari kawasan mangrove di Tambakrejo, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (30/11/2018).
Kepunahan keragaman tumbuhan
Orasi Didik Widyatmoko mengungkapkan ancaman kepunahan keanekaragaman tumbuhan di Indonesia yang makin serius. ”Dari 386 spesies terancam punah pada 2009 menjadi 437 pada 2018. Jika kategori Hampir Terancam dimasukkan, jumlahnya meningkat mencapai 600 spesies,” katanya.
Menurut Didik, inovasi dan strategi konservasi tumbuhan Indonesia sangat diperlukan karena lebih dari 50 persen spesies pohon bernilai komersial. Sekitar 1.300 spesies berkhasiat obat. Sementara berbagai spesies berpotensi pangan dan sebagian besar tumbuhan langka Indonesia belum diteliti.
Adapun Tri Nuke Pudjiastuti mengemukakan, pemaknaan baru prinsip tidak ikut campur (non-interfence) bagi penanganan migrasi paksa dalam kerangka ASEAN diperlukan. ”Perlu mengubah mandat The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center) dari penanganan akibat bencana alam ditambahkan bencana sosial,” ujarnya.
Ia berharap ketegasan ASEAN memilah antara kepentingan politik keamanan internal dan yang sifatnya transnasional serta regional. ”Hal itu akan berpengaruh terhadap negara-negara anggota ASEAN dalam bersikap dan bertindak,” kata Tri Nuke.–DEONISIA ARLINTA
Sumbet: Kompas, 18 Desember 2018