Perusahaan rintisan dapat berhemat hingga miliaran rupiah jika menggunakan layanan komputasi awan. Selain dapat mengurangi biaya investasi dan perawatan perangkat keras secara signifikan, komputasi awan juga menawarkan sistem pengelolaan data yang dijalankan kecerdasan buatan.
Kedua hal itu dipercaya membuat perusahaan rintisan memiliki lebih banyak waktu dan sumber daya untuk fokus mengembangkan layanan. Perusahaan rintisan perlu lincah berinovasi agar tak mati digilas persaingan yang semakin ketat.
”Dengan menggunakan layanan komputasi awan, kami bisa fokus pada apa yang seharusnya dipikirkan manusia,” kata CEO Halodoc Jonathan Sudharta, Kamis (20/9/2018). Menurut dia, komputasi awan memungkinkan perusahaan mula berkembang lebih cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS–CEO Halodoc Jonathan Sudharta menjadi pembicara dalam acara Amazon Web Service Startup Day, Kamis (20/9/2018).
Berbagai layanan komputasi awan yang tersedia memungkinkan pengusaha menyimpan dan menganalisis data tanpa perlu memiliki perangkat keras dan staf khusus. Pada era data besar (big data), perkembangan usaha ditentukan seberapa cepat perusahaan itu mampu membaca tren pasar melalui data yang terkumpul.
PANDU WIYOGA UNTUK KOMPAS–Direktur Utama Teknologi Amazon Werner Vogels
”Sebelum ada layanan komputasi awan, dibutuhkan dana triliunan rupiah untuk mendirikan perusahaan teknologi. Sekarang, Anda hanya perlu dana ratusan juta untuk bisa membangun unicorn,” kata Direktur Utama Teknologi Amazon Werner Vogels.
Werner menyatakan, selama 10 tahun belakangan, ia melihat banyak perusahaan rintisan jatuh bangkrut akibat tak memiliki rencana pengembangan usaha yang jelas. Dari banyak kasus yang terjadi, perusahaan rintisan yang sedang mulai berkembang terlalu banyak menghabiskan waktu mengurusi hal teknis.
”Banyak fokus sama dengan tidak fokus,” ucap Werner. Bagi Werner, pengusaha rintisan sudah waktunya memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan mempercepat perkembangan bisnis.
Ancaman kecerdasan buatan
Ketakutan sejumlah orang bahwa kecerdasan buatan akan menggantikan manusia, menurut Werner, tidak sepenuhnya benar. Seperti alat ciptaan manusia lainnya, semuanya bergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkannya.
”Jika tak ada kecerdasan buatan yang membantu mengolah data, kemungkinan besar kami sudah lama bangkrut karena tak punya cukup modal untuk berinvestasi di segmen itu,” ujar Jonathan. Ia menyatakan, kecerdasan buatan membuat mereka bisa fokus mengerjakan apa yang tak mampu dikerjakan mesin, yaitu berinovasi.
Direktur Amazon Web Service ASEAN Nick Walton mengatakan, ketakutan terhadap kecerdasan buatan disebabkan ketidakmauan untuk berubah. Menurut Nick, hal itu wajar terjadi setiap muncul penemuan baru yang mengguncang tatanan lama.
Konsep kecerdasan buatan dirancang membantu manusia mengerjakan penghitungan rumit skala besar dalam waktu singkat. Pada intinya, kecerdasan buatan membuat manusia tak harus melakukan pekerjaan berulang. Dengan begitu, diharapkan manusia dapat memanfaatkan waktu luang yang tersedia untuk berinovasi.
Sama seperti ahli teknologi lainnya, Werner juga beranggapan kecerdasan buatan merupakan bagian dari perubahan yang tak terelakkan. ”Tak perlu terlalu khawatir karena kreativitas seorang manusia tak bisa disamai mesin,” ucapnya. (PANDU WIYOGA)–ADHI KUSUMAPUTRA
Sumber: Kompas, 20 September 2018