Gempa Jepang; Pelajaran Penting untuk Mitigasi Bencana

- Editor

Senin, 18 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gempa berkekuatan M 6,4 di Prefektur Kumamoto, Pulau Kyushu, Jepang, Kamis (14/4) malam, memiliki kekuatan dan karakteristik mirip gempa Yogyakarta pada 2006. Namun, tingkat kerusakan dan korban gempa di Jepang jauh lebih kecil daripada Yogyakarta yang menunjukkan pentingnya mitigasi dan pembangunan konstruksi tahan gempa.

Berdasarkan laporan Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency), pusat gempa pada koordinat 32,7 Lintang Utara dan 130,8 Bujur Timur, tepatnya 12 kilometer selatan Kumamoto dengan kedalaman hiposenter 10 km. “Berdasarkan kedalaman hiposenternya, gempa bumi kuat yang mengguncang Kumamoto dan sekitarnya ini merupakan jenis gempa bumi dangkal,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Daryono, kemarin.

Berdasarkan kedalaman hiposenter dan mekanisme sumbernya, gempa ini terjadi akibat aktivitas sesar aktif. “Dugaan kuat bahwa sesar Futagawa yang menjadi pemicunya,” ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Guncangan di pusat gempa bumi mencapai skala intensitas VI-VII MMI. Tingginya guncangan disebabkan kondisi tanah berupa endapan lunak sehingga memperbesar daya gempa.

Mirip Yogyakarta
Ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano mengatakan, dari kekuatan gempa, kedalaman, hingga karakter tanahnya yang aluvial, gempa Jepang ini mirip dengan yang melanda Yogyakarta pada 2006. Namun, berbeda dengan di Yogyakarta yang menimbulkan kerusakan besar dan menewaskan ribuan orang, skala kerusakan dan jumlah korban di Jepang sangat kecil.

Berdasarkan data dari kantor berita AFP, korban tewas gempa di Jepang sebanyak 9 orang, 15 luka berat, dan 254 luka ringan. Bangunan yang rusak berat 19 unit.

“Pelajaran penting dari gempa Jepang ini adalah kita harus mewaspadai sesar darat, terutama di kota yang tanahnya aluvial, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Jika terjadi di kota-kota ini, amplifikasi guncangannya bisa tinggi seperti pernah terjadi di Yogyakarta,” ujarnya.

Terakhir, saat Irwan dan tim melakukan pengeboran batuan dasar di Jakarta, ada yang kedalaman sampai 300 meter belum bertemu batuan dasar. “Ternyata batuan dasarnya lebih dalam dari yang kami kira dan sangat rentan jika terjadi gempa di sana,” ujarnya.

Irwan mengingatkan, rendahnya angka korban di Jepang dalam gempa kali ini, terutama karena negara tersebut telah menerapkan standar bangunan tahan gempa dengan baik.(AIK)
————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Pelajaran Pentinguntuk Mitigasi Bencana”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 12 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB