Upaya membangun karakter mandiri bagi anak-anak dapat ditempuh dengan mengenalkan kewirausahaan di bangku sekolah. Selayaknya siswa sudah memiliki pilihan masa depan sebagai pengusaha, bukan sebagai pencari kerja yang bergantung pada negara dan orang lain.
Hal itu dikemukakan Presiden Wirausaha Pelajar Indonesia (WPI) Muhamad Iqbal Tawakal dalam wisuda sekolah public speaking Bintang Revolusi di Jakarta, Minggu (13/3).
Menurut Iqbal, mayoritas siswa dituntut belajar dan berprestasi untuk mendapatkan pekerjaan saat sudah melalui jenjang-jenjang pendidikan formal. Padahal, jika lapangan pekerjaan tidak tumbuh, setiap tahun persaingan di antara lulusan perguruan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan akan semakin ketat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pendidikan kewirausahaan yang hanya dipelajari di perguruan tinggi tidak menjamin untuk mencetak wirausaha baru. Setelah lulus kuliah, para pelajar memilih untuk tekun mencari pekerjaan daripada tekun merintis sebuah usaha,” kata Iqbal.
Iqbal sendiri sudah merintis bidang kewirausahaan sejak SD dengan menjual rempeyek kepada guru dan teman sekolah. Kini, di bangku kuliah semester VI, dia sudah mengelola tiga unit usaha dengan omzet sekitar Rp 50 juta per bulan.
Inkubator
Pada bagian lain, Iqbal menguraikan, WPI dibentuk oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), pada 2015, untuk menjadi inkubator bagi para pelajar Indonesia yang ingin menjadi pengusaha. Meski baru berumur setahun, WPI sudah memiliki 50.000 anggota yang tersebar di 100 kabupaten dan kota di Indonesia.
Selain memberikan pelatihan kewirausahaan di sekolah jenjang SMP dan SMA, WPI juga memiliki kepengurusan di setiap sekolah yang bertugas untuk mengawasi dan memantau perkembangan bisnis para wirausaha pelajar agar tetap berada di jalur yang tepat.
Manfaatkan teknologi
Pengusaha Sandiaga Salahudin Uno saat menjadi pembicara dalam forum itu mengatakan, pengusaha muda relatif lebih memahami teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis mereka sekaligus memberdayakan masyarakat. Namun, wirausaha muda sulit tumbuh di Indonesia akibat kurangnya arahan dari sektor pendidikan formal ataupun nonformal.
Ia mencontohkan pendiri layanan jasa transportasi berbasis aplikasi Gojek, Nadiem Makarim, yang dapat memberdayakan sekitar 200.000 mitra pengemudi yang tersebar di sepuluh wilayah, yakni Jabodetabek, Bandung, Bali, Surabaya, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Medan, Palembang, dan Balikpapan.
Selain Gojek, terdapat pula bisnis berbasis aplikasi lain bernama Groceria yang memungkinkan penggunanya memesan kebutuhan sehari-hari, seperti sayur, buah, dan daging, dari pasar tradisional. Groceria dibuat oleh empat orang co-founder, salah satunya Umar A Aziz, yang berlokasi di Surabaya. (C06)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Maret 2016, di halaman 12 dengan judul “Kenalkan Kewirausahaan sejak di Bangku Sekolah”.