Gangguan orbit sejumlah obyek di Sabuk Kuiper dan konfigurasinya yang mengelompok di satu sisi Tata Surya memunculkan dugaan keberadaan obyek masif dan besar di sisi lain yang memicunya. Simulasi komputer membuktikan. Saatnya membuktikan obyek pengganggu bernama “Planet Sembilan” itu nyata.
Sejak 2006, Persatuan Astronom Internasional (IAU) mengklasifikasikan Pluto sebagai planet katai, bukan planet. Dan, Tata Surya hanya punya 8 planet, 6 planet ada sejak masa prasejarah serta 2 planet, Uranus dan Neptunus, ditemukan sejak ada teleskop.
Kini, planet kesembilan bisa jadi ada lagi. Keberadaan “Planet Sembilan” itu dideteksi pemodelan komputer oleh dua astronom Institut Teknologi California, Pasadena, Amerika Serikat, Konstantin Batygin dan Mike E Brown.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penelitian mereka berjudul “Evidence for A Distant Giant Planet in the Solar System” di Astronomical Journal, 20 Januari lalu. Planet Sembilan itu diperkirakan empat kali diameter Bumi, bermassa 10 kali massa Bumi, dan terletak di tepian Tata Surya yang dingin.
Jarak terdekatnya ke Matahari diperkirakan 30 miliar kilometer (km) atau lima kali lebih jauh dari jarak rata-rata Pluto. Adapun jarak rata-ratanya ke Matahari bisa 97 miliar km. Itu berarti butuh 10.000-20.000 tahun bagi Planet Sembilan untuk mengelilingi Matahari satu kali.
Prediksi
Keberadaan planet yang secara informal disebut George, Jehoshaphat atau Planet of the Apes itu, diperoleh Batygin dan Brown dengan mempelajari bentuk orbit enam Obyek Sabuk Kuiper (KBOs) yang sangat lonjong. Bentuk orbit itu beda dengan orbit delapan planet Tata Surya lain. Umumnya bulat.
Keenam KBOs yang diteliti itu Sedna, 2010 GB174, 2012 VP113 (sering disebut Biden), 2004 VN112, 2013 RF98, dan 2007 TG422. Sabuk Kuiper adalah daerah sesudah Neptunus yang biasanya berisi planet katai atau bibit komet. Meski di bagian luar Tata Surya, Sabuk Kuiper bukan bagian terluar dari Tata Surya karena masih ada daerah bernama Awan Oort.
Orbit yang lonjong itu membuat jarak terdekat dan terjauh KBOs terentang sangat jauh. Sedna terletak 76-975 unit astronomi (AU) atau jarak rata-rata Matahari-Bumi. Biden 80-450 AU. Sebagai perbandingan, orbit Neptunus terletak 29,8-30,3 AU atau nyaris bulat.
Selain sangat lonjong, keenam KBOs itu bergerak di orbitnya dengan arah sama meski kecepatannya berbeda-beda. Dengan kata lain, orbit mereka mengelompok pada satu sisi yang sama dari Tata Surya.
Dengan kondisi itu, Batygin dan Brown membuat simulasi pemodelan komputer. “Seharusnya, pengelompokan orbit dan bentuk orbit KBOs yang sangat lonjong tidak terjadi secara acak, tetapi ada sesuatu yang lain yang memengaruhi bentuk dan pola orbitnya,” kata Brown.
Semula, keduanya menduga obyek lain yang mengganggu orbit keenam KBOs itu adalah KBOs lain. Dugaan itu lalu dikesampingkan karena berdasarkan perhitungan, untuk memengaruhi orbit keenam KBOs itu diperlukan massa 100 kali lebih besar ketimbang massa seluruh KBOs yang ada saat ini. Hal itu tidak mungkin karena sebagian besar anggota KBO berukuran kecil. Hanya sedikit yang seukuran planet katai.
Skenario penelitian diubah. Mereka menduga pola orbit keenam KBOs yang aneh itu karena adanya planet berukuran besar di tepian Tata Surya. Ide itu sebetulnya tak aneh karena beberapa tahun terakhir banyak ilmuwan menduga ada “Planet X” yang bertanggung jawab atas kejanggalan orbit sejumlah KBOs.
Batygin dan Brown pun membuat pemodelan baru. Simulasi mereka menunjukkan keanehan orbit keenam KBOs itu dipicu gravitasi obyek yang mereka sebut sebagai Planet Sembilan. Planet hipotesis itu memiliki massa 10 kali massa Bumi dan letaknya berlawanan dengan posisi keenam KBOs.
Model itu diujicobakan pada lima KBOs lain, yang selain memiliki orbit sangat lonjong, juga memiliki bidang orbit tegak lurus terhadap bidang orbit kedelapan planet Tata Surya. “Hasilnya, pemodelan kembali cocok,” ujar Brown.
Batygin menilai pemodelan Planet Sembilan itu sangat mengagumkan. Ia tak hanya menjelaskan orbit sejumlah KBOs yang lonjong, tetapi juga mampu memberikan jawaban atas keberadaan sejumlah KBOs yang bidang orbitnya tegak lurus terhadap bidang planet.
Pencarian
Meski demikian, keberadaan Planet Sembilan itu baru sekadar pemodelan. Secanggih apa pun pemodelan, tetap harus dibuktikan. Karena itu, pekerjaan rumah astronom adalah menemukan keberadaan atau wujud Planet Sembilan itu.
“Kelemahan pemodelan ini tidak bisa menjelaskan pasti posisi keberadaan Planet Sembilan di jalur orbit yang telah dibuat,” kata Avivah Yamani, astronom komunikator dan pengelola situs langitselatan.com.
Itu menjadi sulit karena daerah yang diduga orbit Planet Sembilan sangat luas. Obyek itu juga dipastikan sulit diidentifikasi. Jaraknya yang jauh membuat sangat redup karena sangat sedikit sinar Matahari yang dipantulkan. Selain itu, terletak di daerah yang sangat dingin.
Pemetaan langit menggunakan teleskop antariksa Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE) pada 2009 juga tak menemukan obyek seukuran Jupiter atau Saturnus di sekitar Tata Surya. Pencarian menggunakan Teleskop Subaru di Hawaii, AS, juga belum menemukannya.
“Kehadiran large synoptic survey telescope di masa depan kemungkinan bisa menjawab keberadaan Planet Sembilan,” ujar Avivah.
Brown, penemu sejumlah planet katai, termasuk Sedna dan Eris, berharap planet itu bisa ditemukan. “Saya akan sangat senang jika bisa menemukannya. Namun, jika orang lain, saya tetap akan senang,” katanya.(SPACE/BBC/NATIONALGEOGRAPHIC/NATURE)–M ZAID WAHYUDI
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “Mencari Planet Kesembilan”.