Sudah tidak zamannya lagi anak muda hanya meminta. Anak muda saatnya berkarya. Kerja, kerja, dan kerja. Itu yang terjadi di Kota Malang, Jawa Timur. Anak-anak muda ini bukan meminta uang jajan, mereka justru membuka jalan untuk bisa mencari makan.
Meski di antaranya masih harus berjibaku di antara tumpukan buku menuntut ilmu, mereka juga berkreasi mengais rezeki.
Adithya Yustanto (25), Eko Purnomo (25), dan Muhammad Zainuri (25) adalah contoh anak muda dengan karya. Di usia yang terbilang muda, mereka mendirikan Mocca Animation dan mempekerjakan 5 pekerja inti dengan 50 pegawai magang. Mocca Animation Studio, perusahaan animasi asal Malang, mempunyai kontrak dengan perusahaan luar negeri dan beromzet Rp 300 juta per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mocca Animation Studio didirikan pada Juli 2013. Modalnya dari menggadaikan sepeda motor milik Adit untuk dibelikan satu unit komputer. Dengan komputer sederhana, mereka membuat animasi Jamu Jowo, yaitu kisah Cak Rowi, pedagang di Samaan, Kota Malang, yang bertarung dengan Iron Man gara-gara ditagih utang. Cak Rowi akhirnya menang seusai meminum jamu.
Kisah lokal itu mengantar ketiganya memenangi Anifest 2013 dan mendapatkan hadiah Rp 21 juta. Uang itu digunakan untuk membeli tiga unit komputer, meja, dan peralatan kerja lain. Sejak saat itu, ketiganya menerima order animasi dari berbagai pihak, termasuk Malaysia.
Tahun 2013 juga, Adit yang lulusan Game Animasi Universitas Negeri Malang tahun 2012 membuat animasi Joni Boni Puff. Joni Boni Puff adalah animasi mengenai kucing. Karya itu diikutkan lomba ITB Apprentice dan menang. Mereka mendapatkan hadiah 5.000 dollar AS, serta magang dua minggu di Walt Disney Singapura.
Mocca Animation Studio sudah menghasilkan delapan film animasi, yaitu Alien CG, Cak Rowi, Fabel Animalia, Bunda, Ini Budi, Icha and Friend, Doodle, dan Jamu Jowo. ”Kunci bekerja di dunia ini adalah kreatif. Selama kreatif, order tidak akan sepi. Justru untuk membesarkan industri animasi harus banyak orang terjun di dalamnya. Saya ingin industri animasi di Malang maju,” kata Adit.
Kuliner
Berbeda dalam hal usaha, Agus Sugiarto (24), mahasiswa semester 10 Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Ma Chung, Malang, juga salah satu contoh anak muda yang berkarya di usia muda. Agus bersama seorang temannya, lulusan Teknik Industri Universitas Ma Chung, sejak April lalu, membuka usaha kuliner Eat Two Burger Bar. Usaha dagang burger, meski masih baru, sudah memiliki segmen pasar tersendiri, yaitu bule, anak muda, bahkan keluarga.
Omzet usaha Agus mencapai Rp 5 juta-Rp 6 juta per hari (lebih kurang Rp 180 juta per bulan). Tiap akhir pekan, 30-an orang antre untuk mendapatkan tempat duduk di ruko yang disewa. Dalam sehari Agus bisa menjual 200 buah burger.
”Usaha kuliner di Malang sudah banyak. Namun, daging burger kami di-smashed sehingga cita rasa dagingnya tetap, tapi dagingnya lembut. Bisnis kuliner di Malang, jika tak memiliki keunikan, akan tergilas. Ini karena di Malang banyak usaha serupa. Itu sebabnya kami harus serius dan kreatif,” ujar Agus.
Hingga kini, usaha burger Agus mampu menghidupi 12 pekerja. Rata-rata pekerjanya mahasiswa yang memang ingin belajar bekerja. ”Sejak awal ada teman yang sengaja ingin belajar bekerja. Jika setelah ini mereka membuat usaha sendiri, tak masalah bagi saya. Kami sama-sama belajar bisa mandiri. Tidak tergantung orangtua, dan tak hanya mengejar pekerjaan dari orang lain,” kata Agus.
Anak-anak muda sudah tidak zamannya lagi hanya meminta uang orangtua. Bagi Agus, anak muda harus berani mewujudkan mimpi dengan keluar dari zona nyaman ke zona tantangan. Salah satunya dengan membuka usaha sendiri.
Kreatif
Retno Setyowati, pembuat bantal boneka makanan asal Jalan Joyo Raharjo, Kelurahan Merjosari, Lowokwaru, Kota Malang, adalah pelaku UMKM yang sukses sejak muda hingga usianya saat ini 44 tahun. Sejak SMP Retno membuat kerajinan tangan, seperti tas atau boneka. Karyanya semula hanya dikenal teman dan kerabat. Namun, setelah 2011, bantal boneka makanan Retno mendulang sukses.
Retno sukses karena bantal makanan saat itu belum ada. Ide kreatif Retno mengenalkan bantal makanan melalui internet membuat pesanan mengalir dari seluruh Indonesia. Bahkan, pesanan dari Philadelphia, Amerika Serikat, saat ini terpaksa belum bisa dilayani karena Retno masih kesulitan mengemas bantal bonekanya agar mudah dan murah saat dikirim.
Dalam sebulan, Retno yang dibantu 11 pekerjanya mampu membuat 900 bantal boneka. Harga bantal itu Rp 25.000-Rp 185.000 per buah. Sebulan, omzetnya Rp 45 juta-Rp 50 juta.
”Tidak mudah berusaha sendiri. Bekerja sekarang tidak otomatis besok sukses. Yang penting harus kreatif. Jika tidak, akan tergilas. Saat ini bantal donat saya sudah ditiru pabrik dan dipasarkan dengan harga murah. Dampaknya, tidak ada lagi yang memesan bantal donat ke saya. Di sinilah pentingnya kreativitas menciptakan produk baru,” kata Retno.
Satu hal yang membuat anak muda Malang berani berwirausaha adalah dukungan kampus. Universitas Ma Chung, misalnya, memiliki mata kuliah kewirausahaan selama enam semester untuk mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Kuliah dijalani mulai dari pengenalan kewirausahaan, pengembangan ide, realisasi ide dan seterusnya, hingga menghitung profit usaha di semester 6.
”Satu angkatan yang mengikuti kuliah ini 130-200 orang. Dari jumlah ini, 10-20 persen dari mereka benar-benar memiliki usaha. Bahkan, usaha itu dimiliki saat masih kuliah,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Ma Chung Anna Tri Wijayati.
Menurut Anna, dosen terjun langsung membina dan ikut menyumbang ide usaha, menyeleksi yang terbaik, mengawasi dan turun ke lapangan, melihat, hingga memastikan usaha mahasiswa tersebut untung.–DAHLIA IRAWATI
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Januari 2016, di halaman 1 dengan judul “Yang Muda, yang Berkarya dan Berkreasi”.