Salah satu penyebab penelitian di Indonesia tidak berkembang pesat, antara lain, karena bakat peneliti muda tak terjaga dan tidak dikelola khusus hingga peserta didik lulus perguruan tinggi. Semestinya ada lembaga khusus yang mengelola bakat serta minat meneliti dan menindaklanjuti hasil penelitian peneliti muda.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad mengemukakan hal itu seusai membuka Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) Sekolah Menengah Pertama Tingkat Nasional 2014, Kamis (9/10), di Serpong, Tangerang Selatan.
”Bakat meneliti anak-anak setidaknya dijaga mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Kita sudah buat jalurnya melalui lomba seperti ini dan ada beasiswa untuk memastikan anak-anak tetap meneliti. Namun, setelah itu bagaimana? Ini yang belum ada sambungannya,” tutur Hamid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, menurut Direktur Pembinaan SMP Kemdikbud Didik Suhardi, kualitas naskah penelitian yang lolos LPIR meningkat setiap tahun. Tak hanya itu, pemenang LPIR biasanya melanjutkan minat pada bidang penelitiannya di SMA dan ikut beragam lomba. Ini dapat menjadi gambaran tingginya minat penelitian peserta didik.
”Jangan disia-siakan. Sekarang, yang penting investasi pada guru. Jika gurunya bagus dan bisa menumbuhkan minat meneliti atau rasa ingin tahu murid, pasti akan banyak anak yang senang meneliti,” papar Didik.
Hamid berharap sekolah mendorong anak menjadi kreatif dan inovatif. Akan lebih baik jika ada kelompok kerja ilmiah murid di setiap sekolah agar peserta kompetisi penelitian semakin banyak. Dengan kelompok kerja itu, bakat atau minat meneliti anak bisa diaplikasikan atau dipraktikkan sehingga menjadi produk atau solusi atas sebuah persoalan. ”Ini memang kompetisi untuk menjadi yang terbaik. Meski begitu, tetap harus diikuti kemampuan kolaborasi atau kerja sama,” kata Hamid. (LUK/YUN)
Sumber: Kompas, 10 Oktober 2014